1.
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Konsep dasar proses
keputusan inovasi merupakan proses mental dimana seseorang atau lembaga
melewati serangkaian proses yang diperlukan, mulai dari pengetahuan awal
tentang suatu inovasi sampai membentuk sebuah sikap terhadap inovasi tersebut,
membuat keputusan apakah menerima atau menolak inovasi tersebut,
mengimplementasikan gagasan baru tersebut, dan mengkonfirmasi keputusan ini.
Seseorang akan mencari informasi pada berbagai tahap dalam proses keputusan
inovasi untuk mengurangi ketidakyakinan tentang akibat/dampak atau hasil dari
inovasi tersebut. Proses keputusan inovasi ini adalah sebuah model teoritis
dari tahapan pembuatan keputusan tentang pengadopsian suatu inovasi teknologi
baru. Proses ini merupakan sebuah contoh aksioma yang mendasari pendekatan
psikologi sosial yang menjelaskan perubahan sikap dan perilaku yang dinamakan hierarchy-of-effect principle
Proses keputusan inovasi
dibuat melalui sebuah cost-benefit
analysis yang mana rintangan terbesarnya adalah ketidakpastian (uncertainty). Orang akan mengadopsi
suatu inovasi jika mereka merasa percaya bahwa inovasi tersebut akan memenuhi
kebutuhan mereka. Jadi mereka harus percaya bahwa inovasi tersebut akan
memberikan keuntungan relatif pada hal apa yang digantikannya. Lalu bagaimana
mereka merasa yakin bahwa inovasi tersebut akan memberikan keuntungan dari
berbagai segi, seperti : dari segi biaya, apakah inovasi tersebut membutuhkan
biaya yang besar tetapi dengan tingkat ketidakpastian yang besar? Apakah
inovasi tersebut akan mengganggu segi kehidupan sehari-hari? Apakah sesuai
dengan kebiasaan dan nilai-nilai yang ada? Apakah sulit untuk digunakan?
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas adapun masalah yang
akan dirumuskan pada makalah ini yaitu:
1)
Apakah Definisi
Proses Keputusan Inovasi?
2)
Bagaimana Model
Proses Keputusan Inovasi?
3)
Bagaimana Tahapan
dalam Proses Keputusan Inovasi?
4)
Bagaimana Tipe
Keputusan Inovasi?
1.3 Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di
atas, maka tujuan dalam penulisan makalah ini yaitu:
1)
Untuk Mengetahui Definisi
Proses Keputusan Inovasi
2)
Untuk Mengetahui
Model Proses Keputusan Inovasi
3)
Untuk Mengetahui
Tahapan dalam Proses Keputusan Inovasi
4)
Untuk Mengetahui Tipe
Keputusan Inovasi
2.
Pembahasan
2.1 Proses Keputusan Inovasi
Proses
keputusan inovasi ialah proses yang dilalui (dialami) oleh individu (unit
pengambil keputusan yang lain), mulai dari pertama kali tahu adanya inovasi,
kemudian dilanjutkan dengan keputusan sikap terhadap inovasi, penetapan
keputusan menerima atau menolak inovasi, implementasi inovasi, dan konfirmasi
terhadap keputusan inovasi yang telah diambilnya. Proses keputusan inovasi
bukan kegiatan yang dapat berlangsung seketika, tetapi merupakan serangkaian
kegiatan yang berlangsung dalam jangka waktu tertentu, sehingga individu atau
organisasi dapat menilai gagasan yang baru itu sebagai bahan pertimbangan untuk
selanjutnya akan menolak atau menerima inovasi dan menerapkannya. Ciri pokok
keputusan inovasi yang merupakan perbedaannya dengan tipe keputusan yang lain
ialah dimulai dengan adanya ketidaktentuan (uncertainty)
tentang suatu inovasi.
Misalnya
kita harus mengambil keputusan antara menghadiri rapat atau bermain olah raga,
maka kita sudah tahu apa yang akan dilakukan jika olah raga begitu pula apa
yang akan dilakukan jika menghadiri rapat. Rapat dan olah raga bukan hal yang
baru. Pertimbangan dalam mengambil keputusan mana yang paling menguntungkan
sesuai dengan kondisi saat itu. Keputusan ini bukan keputusan inovasi.
Tetapi
jika kita haarus mengambil keputusan untuk mengganti penggunaan kompor minyak
dengan kompor gas, yang sebelumnya belum pernah tahu tentang kompor gas, maka
keputusan ini adalah keputusan inovasi. Proses pengambilan keputusan mau atau
tidak mau menggunakan kompor gas, dimulai dengan adanya serba ketidak tentuan
tentang kompor gas. Masih terbuka bebagai alternatif, mungkin lebih bersih,
lebih hemat, lebih tahan lama, tetapi juga mungkin berbahaya, dan sebagainya.
Untuk sampai pada keputusan yang mantap menerima atau menolak kompor gas perlu
informasi. Dengan kejelasan informasi akan mengurangi ketidak tentuan dan
berani mengambil keputusan.
2.2
Model
Proses Keputusan Inovasi
Menurut Rogers
(1971: 164), proses keputusan inovasi terdiri dari 5 tahap yaitu:
1) Tahap
Pengetahuan (Knowledge), tahap ini berlangsung, bila seseorang atau unit
pengemabil keputusan yang lain, membuka diri terhadap ada nya suatu inovasi
serta ingin mengetahui bagaimana fungsi inovasi tersebut.
2) Tahap
Bujukan (Persuasion), Tahap ini berlangsung ketika seseorang membentuk sikap menyenangi atau tidak
menyenangi terhadap inovasi.
3) Tahap
Keputusan (Decision), Tahap ini berlangsung ketika seseorang atau unit
mengambil keputusan yang lain, melakukan aktifitas yang mengarah kepenatan
untuk memutuskan menerima atau menolak inovasi.
4) Tahap
Impelementasi (Implementation), tahap ini berlangsung ketika seseorang atau
unit pengambil keputusan yang lain. Menerapkan atau menggunakan inovasi.
5) Tahap
Konfirmasi (Konfirmation), tahap ini berlangsung ketika sesorang atau unit
pengambil keputusan yang lain, mencari penguatan terhadap keputusan inovasi
yang telah dibuatnya. Pengambil keputusan dapat menarik kembali keputusannya
jika ternyata diperoleh informasi tentang inovasi yang bertentangan dengan
informasi yang diterima terdahulu.
Berikut Kelima
langkah ini dapat digambarkan seperti di bawah ini :
Setelah
kita ketahui model keputusan inovasi yang menunjukan urutan kelima terhadap
proses keputusaan inovasi, maka berikut ini akan dijelaskan setiap secara
terinci.
1)
Tahap Pengetahuan
Proses
keputusan inovasi dimulai dengan tahap pengetahuan, yaitu tahap pada saat
seseorang menyadari adanya suatu inovasi dan ingin tahu bagaimana fungsi
inovasi tersebut. Pengertian menyadari dalam hal ini bukan memahami tetapi
membuka diri untuk mengetahui inovasi.
Seseorang
menyadari atau membuka diri terhadap suatu inovasi tentu dilakukan secara aktif
bukan secara pasif. Misalnya pada acara siaran televise disebut berbagai macam
acara, salah satu menyebutkan bahwa jam 19.30 akan ada siaran tentang metode
baru cara mengajar berhitung di Taman Kanak-kanak. Guru A mendengar dan melihat
acara tersebut kemudian sadar bahwa ada metode baru serta membuka dirinya untuk
mengetahui apa dan bagaimana metode tersebut, maka pada guru A tersebut sudah
mulai proses keputusan inovasi pada tahap pengetahuan. Sedangkan guru B
walaupun mendengar dan melihat acara TV, tidak ada keinginan untuk tahu, maka
belum terjadi proses keputusan inovasi.
Seseorang
menyadari perlunya mengetahui inovasi biasanya tentu berdasarkan pengamatannya
tentang inovasi itu sesuai dengan kebutuhannya, minatnya atau mungkin juga
kepercayaannya. Seperti contoh Guru A tersebut, berarti ia ingin tahu metode
baru berhitung karena ia memerlukannya.
Adanya inovasi memumbuhkan kebutuhan. Karena kebetulan ia merasa butuh.
Tetapi mungkin juga terjadi bahwa karena seseorang butuh seseuatu untuk
memenuhinya diadakan inovasi. Dalam kenyataan dimasyarakat hal yang kedua ini
jarang terjadi karena banya orang tidak tahu apa yang diperlukan. Apalagi dalam
bidang pendidikan, yang dapat merasakan perlunya adanya perubahan biasanya
orang yang ahli, sedangkan guru sendiri belum tentu mau menerima perubahan atau
inovasi yang sebenernya diperlukan untuk mengefektifkan pelaksanaan tugasnya.
Sebagaimana hal yang menurut dokter, kita perlu makan vitamin, tetapi kita
tidak menginginkannya, dan sebaliknya sebenernya kita ingin sate tetapi menurut
dokter justru sate membahayakan kita.
Setelah
seseorang menyadari ada nya inovasi dan membuku dirinya untuk mengetahui
inovasi, maka keaktifan untuk memenuhi kebutuhan ingin tahu tentang inovasi itu
bukan hanya berlangsung pada tahap pengetahuan saja tetapi juga pada tahap yang
lain bahkan sampai tahap komfirmasi masih ada keinginan untuk mengetahui
aspek-aspek tertentu dari inovasi.
Pada
permulaannya ingin tahu tentang apa, mengapa dan bagaimana cara bekerjanya.
Pada tahap persuasi ingin tahu lebih jauh lagi tentang bagaimana cara
menggunakannya yang besar. Syarat-syarat yang diperlukan dan sebagainya. Makin
koplek suatu inovasi maka makin banyak dari
komplek juga harus diketahui. Kemudian dapat berkembang lebih mendalami
lagi yang ingin diketahui yaitu bagaimana prinsip-prinsip penggunaannya. Dalam
hal ini ada kaitannya dengan dasar teorinya. Makin jelas dan makin dalam
seseorang mengetahui inovasi akan makin kuat landasan untuk menerima atau
menolak suatu inovasi.
Berkaitan
dengan pengetahuan tentang inovasi, ada generalisasi (prinsip-prinsip umum)
tentang orang yang awal mengetahui tentang inovasi:
a)
Orang
yang lebih awal tahu tentang inovasi lebih tinggi status sosialnya
daripada
yang akhir.
b)
Orang
yang lebih awal tahu tentang inovasi lebih tinggi status sosial ekonominya
daripada yang akhir.
c)
Orang
yang lebih awal tahu tentang inovasi lebih terbuka terhadap media masa dari
pada yang akhir.
d)
Orang
yang lebih awal tahu tentang inovasi terbuka terhadap komunikasi interpersonal,
dari pada yang akhir.
e)
Orang
yang lebih awal tahu tentang inovasi lebih banyak kontak dengan agen pembaharu
dari pada yang akhir.
f)
Orang
yang lebih awal tahu tentang inovasi lebih banyak berpartissipasi dalam sistem
sosial daripada yang akhir.
g)
Orang
yang lebih awal tahu tentang inovasi lebih cosmopolitan dari pada yang akhir.
Perlu
diketahui juga bahwa tahu tentang inovasi tidak sama dengan melaksanakan atau
menerapkan inovasi. Banyak orang yang tahu tetapi tidak melaksanakan, dengan
bagaimana kemungkinan penyebabnya.
2)
Tahap Bujukan (persuasi).
Pada
tahap persuasi dari proses keputusan inovasi, seseorang membentuk sikap
menyenangi atau tidak menyenangi terhadap inovasi. Jika pada tahap pengetahuan
proses kegiatan mental yang utama bidang kognitif, maka pada tahap persuasi
yang berperan yang berperan utama bidang afektif atau perasaan. Seseorang tidak
dapat menyenangi inovasi sebelum ia tahu lebih dulu tentang inovasi.
Dalam
tahap persuasi ini lebih banyak keaktifan mental yang memegang peran. Seseorang
akan berusaha mengetahui lebih banyak tentang inovasi, dan menafsirkan
informasi yang diterimanya. Pada tahap ini berlangsung seleksi informasi
disesuaikan dengan kondisi dan sifat
pribadinya. Di sinilah peranan karakteristik inovasi dalam mempengaruhi
proses kebutuhan inovasi.
Dalam
tahap persuasi ini juga sangat penting peran kemampuan untuk mengantisipasi
kemungkinan penerapan inovasi di masa datang. Perlu ada kemampuan untuk
memproyeksikan penerapan inovasi dalam pemikiran berdasarkan kondisi dan
situasi yang ada. Untuk mempermudah proses mental ini, perlu adanya gambaran
yang jelas tentang bagaimana pelaksanaan inovasi , jika mungkin sampai pada
konsekuensi inovasi.
Hasil
dari tahap persuasi yang utama ialah adanya penentuan menyenangi atau tidak
menyenangi inovasi. Diharapkan hasil taahap persuasi akan mengarahkan proses
keputusan inovasi atau dengan kata lain kecenderungan kesesuaian antara
menyenangi inovasi dan menerapkan inovasi. Namun perlu diketahui bahwa
sebenarnya antara sikap dan aktivitas masih ada jarak. Orang menyenangi inovasi
belum tentu ia menerapkan inovasi. Ada jarak atau kesenjangan antara
pengetahuan-sikap dan penerapan (praktik). Misalnya seorang guru tahu tentang
metode diskusi, tahu cara menggunakannya, dan senang seandainya menggunakan,
tetapi ia tidak pernah menggunakan, karena beberapa faktor seperti tempat
duduknya tidak memungkinkan, jumlah siswanya terlalu besar, dan takut bahan
pelajarannya tidak akan dapat disajikan sesuai dengan batas waktu yang
ditentukan. Perlu ada bantuan pemecahan masalah.
Dalam
penerapan inovasi ada pula yang disebut preventive
innovation (inovasi preventif) yaitu seseorang menerapkan inovasi karena
ingin terhindar dari sesuatu yang tidak diinginkan di kemudian hari. Misalnya
keluarga berencana, penggunaan helm, mengikuti asuransi, dan sebagainya.
3)
Tahap Keputusan
Tahap
keputusan dari proses keputusan inovasi, berlangsung jika seseorang melakukan
kegiatan yang mengarah untuk menetapkan menerima atau menolak inovasi. Menerima
inovasi berarti sepenuhnya akan menerapkan inovasi. Menolak inovasi berarti
tidak akan menerapkan inovasi.
Sering
terjadi seseorang akan menerima inovasi setelah ia mencoba lebih dahulu. Bahkan
jika mungkin mencoba sebagian kecil lebih dahulu, baru kemudian dilanjutkan
secara keseluruhan jika sudah terbukti berhasil sesuai dengan yang diharapkan.
Tetapi tidak semua inovasi dapat dicoba dengan dipecah menjadi beberapa bagian.
Inovasi yang dapat dicoba bagian demi bagian akan lebih cepat diterima.
Dapat
juga terjadi percobaan cukup dilakukan sekelompok orang, dan yang lain cukup
mempercayai dengan hasil percobaan temannya. Perlu diperhatikan bahwa dalam kenyataannya pada setiap tahap
dalam proses keputusan inovasi dapat terjadi penolakan inovasi. Misalnya
penolakan dapat terjadi pada awal tahap pengetahuan, dapat juga terjadi pada
tahap persuasi, mungkin juga terjadi setelah konfirmasi, dan sebagainya.
Ada
dua macam penolakan inovasi yaitu:
a)
Penolakan
aktif artinya penolakan inovasi setelah melalui proses mempertimbangkan untuk
menerima inovasi atau mungkin sudah mencoba lebih dahulu, tetapi keputusan
akhir menolak inovasi.
b)
Penolakan
pasif artinya penolakan inovasi dengan tanpa pertimbangan sama sekali.
Dalam
pelaksanaan difusi inovasi antara: pengetahuan, persuasi dan keputusan inovasi
sering berjalan bersamaan. Satu dengan yang lain saling berkaitan. Bahkan untuk
jenis inovasi tertentu dan dalam kondisi tertentu dapat terjadi urutan: pengetahuan-keputusan inovasi-baru
persuasi.
4)
Tahap Implementasi.
Tahap
implementasi dari proses keputusan inovasi terjadi apabila seseorang menerapkan
inovasi. Dalam tahap implementasi ini berlangsung keaktifan baik mental maupun
perbuatan. Keputusan penerimaan gagasan atau ide baru dibuktikan dalam praktik.
Pada umumnya implementasi tentu mengikuti hasil keputusan inovasi. Tetapi dapat
juga terjadi karena sesuatu hal sudah memutuskan menerima inovasi tidak diikuti
implementasi. Biasanya hal ini terjadi karena fasilitas penerapan yang tidak
tersedia.
Kapan
tahap implementasi berakhir? Mungkin tahap ini berlangsung dalam waktu yang
sangat lama, tergantung dari keadaan inovasi itu sendiri. Tetapi biasanya suatu
tanda bahwa taraf implementasi inovasi berakhir jika penerapan inovasi itu
sudah melembaga atau sudah menjadi hal-hal yang bersifat rutin. Sudah tidak
merupakan hal yang baru lagi.
Dalam
tahap implementasi dapat terjadi hal yang disebut reinvention (invensi kembali) yaitu penerapan inovasi dengan
mengadakan perubahan atau modifikasi. Jadi penerapan inovasi tidak sesuai
dengan aslinya. Reinvensi bukan berarti hal yang tidak baik, tetapi terjadinya
re-invensi dapat merupakan kebijakan dalam pelaksanaan atau penerapan inovasi,
dengan mengingat kondisi dan situasi yang ada.
Hal-hal
yang memungkinkan terjadinya re-invensi antara lain: inovasi yang sangat
komplek dan sulit dimengerti, penerima inovasi kurang dapat memahami inovasi
karena sulit untuk menemui agen pembaharu, inovasi yang memungkinkan berbagai
kemungkinan aplikasi, apabila inovasi diterapkan untuk memecahkan masalah yang
sangat luas, kebanggaan akan inovasi yang dimiliki oleh suatu daerah tertentu
juga dapat menimbulkan re-invensi.
5)
Tahap Konfirmasi
Dalam
tahap konfirmasi ini seseorang mencari penguatan terhadap keputusan yang telah
diambilnya, dan ia dapat menarik kembali keputusannya jika memang diperoleh
informasi yang bertentangan dengan informasi semula. Tahap konfirmasi ini
sebenarnya berlangsung secara berkelanjutan sejak terjadi keputusan menerima
atau menolak inovasi, yang berlangsung dalam waktu yang tak terbatas. selama
dalam tahap konfirmasi sesorang berusaha menghindari terjadinya disonansi atau
paling tidak berusaha menguranginya.
Terjadinya
perubahan tingkah laku seseorang antara lain disebabkan karena terjadinya
ketidakseimbangan internal. Orang itu merasa dalam dirinya ada sesuatu yang
tidak sesuai atau tidak selaras yang disebut disonansi, sehingga orang itu
merasa tidak enak. Jika seseorang merasa dalam dirinya terjadi disonansi, maka
ia akan berusaha untuk menghilangkannya atau paling tidak menguranginya dengan
cara mengubah pengetahuannya, sikap atau perbuatannya. Dalam hubungannya dengan
difusi inovasi, usaha mengurangi disonansi dapat terjadi:
a)
Apabila
seseorang menyadari akan sesuatu kebutuhan dan berusaha mencari sesuatu untuk
memenuhi kebutuhan misalnya dengan mencari informasi tentang inovasi. Hal ini
terjadi pada tahap pengetahuan dalam proses keputusan inovasi.
b)
Apabila
seseorang tahu tentang inovasi dan telah bersikap menyenangi inovasi tersebut,
tetapi belum menetapkan keputusan untuk menerima inovasi. Maka ia akan berusaha
untuk menerimanya, guna mengurangi adanya disonansi antara apa yang disenangi
dan diyakini dengan apa yang dilakukan. Hal ini terjadi pada tahap keputusan
inovasi, dan tahap implementasi dalam proses keputusan inovasi.
c)
Setelah
seseorang menetapkan menerima dan menerapkan inovasi, kemudian diajak untuk
melolaknya. Maka disonansi ini dapat dikurangi dengan cara tidak melanjutkan
penerimaan dan penerapan inovasi (discontinuing).
Ada kemungkinan lagi seseorang telah menetapkan untuk menolak inovasi, kemudian
diajak untuk menerimanya. Maka usaha mengurangi disonansi dengan cara menerima
inovasi (mengubah keputusan semula). Perubahan ini terjadi (tidak meneruskan
inovasi atau mengikuti inovasi terlambat) pada tahap konfirmasi dari proses
keputusan inovasi.
Ketiga
cara mengurangi disonansi tersebut, berkaitan dengan perubahan tingkah laku
seseorang sehingga antara sikap, perasaan, pikiran, perbuatan yang sangat erat
hubungannya bahkan sulit dipisahkan karena saling mempengaruhi. Sehingga dalam
kenyataan kadang-kadang sulit orang akan mengubah keputusan yang sudah
terlanjur mapan dan disenangi, walaupun secara rasional diketahui ada
kelemahannya. Oleh sebab itu untuk menhindari timbulnya disonansi, maka ia
hanya berusaha mencari informasi yang dapat memperkuat keputusannya. Dengan
kata lain orang itu melakukan seleksi informasi dalam tahap konfirmasi (selective exposure).
Untuk
menghindari terjadinya drop out dalam penerimaan dan implementasi inovasi (discontinue) peranan agen pembaharu
saangat dominan. Tanpa ada monitoring dan penguatan orang akan mudah
terpengaruh pada informasi negatif mengenai inovasi.
Demikianlah
uraian dari kelima tahap dari proses keputusan inovasi opsional, yang terjadi
pada individu atau unit pengambil keputusan. Proses ini terutama terjadi dalam
proses difusi inovasi yang sasaran utamanya adalah anggota system sosial secara
pribadi (perorangan) bukan sebagai kesatuan organisasi. Misalnya untuk difusi inovasi
pendidikan yaitu penggunaan pendekatan keterampilan proses dalam mengajar, maka
sasaran utamanya adalah guru-guru. Selain dalam bidang pendidikan dapat juga
dipakai dalam lapangan pertanian sebagai bahan pemikiran atau perbandingan
dalam pelaksanaan difusi inovasi pendidikan, karena pola proses terjadinya
perubahan pada tiap individu tetap sama, hanya perbedaannya kalau inovasi
pertanian mungkin setiap petani dapat membuat perbedaan keputusan yang ada
yaitu menolak atau menerima tetapi kalau guru tentu semuanya menerima dan mau
melaksanakan, karena terikat kedinasan, tetapi secara pribadi tetap dapat
berlaku tahap-tahap proses keputusan inovasi.
2.4 Tipe
Keputusan Inovasi
Inovasi
dapat diterima atau ditolak oleh seseorang (individu) sebagai anggota sistem sosial, atau oleh
keseluruhan anggota sistem sosial, yang menentukan
untuk menerima inovasi berdasarkan keputusan bersama atau berdasarkan paksaan (kekuasaan). Dengan dasar kenyataan tersebut
maka dapat dibedakan adanya beberapa
tipe keputusan inovasi:
1)
Keputusan
inovasi opsional, yaitu pemilihan menerima atau menolak inovasi, berdasarkan
keputusan yang ditentukan oleh individu (seseorang) secara mandiri tanpa
tergantung atau terpengaruh dorongan anggota system sosial yang lain. Meskipun
dalam hal ini individu mengambil keputusan itu berdasarkan norma sistem sosial
atau hasil komunikasi interpersonal dengan anggota sistem sosial yang lain.
Jadi hakekat pengertian keputusan inovasi opsional ialah individu yang berperan
sebagai pengambil keputusan untuk menerima atau menolak suatu inovasi.
2)
Keputusan
inovasi kolektif, ialah pemilihan untuk menerima atau menolak inovasi,
berdasarkan keputusan yang dibuat secara bersama-sama berdasarkan kesepakatan
anatar anggota sistem sosial. Semua anggota sistem sosial harus mentaati
keputusan bersama yang telah dinuatnya. Misalnya, atas kesepakatan waraga
masyarakat di setipa RT untuk tidak membuang sampah di sungai, yang kemudian
disahkan pada rapat antar ketua RT dalam satu wialyah RW. Maka konsekuensinya
semua warga RW tersebut harus mentaati keputusan yang telah dibuat tersebut, walaupun
mungkin secara pribadi masih ada beberapa individu yang masih berkeberatan.
3)
Keputusan
inovasi otoritas, ialah pemilihan untuk menerima atau menolak inovasi,
berdasarkan keputusan yang dibuat oleh seseorang atau sekelompok orang yang
mempunyai kedudukan, status, wewenang atau kemampuan yang lebih tinggi daripada
anggota yang lain dalam suatu sistem sosial. Para anggota sama sekali tidak
mempunyai pengaruh atau peranan dalam membuat keputusan inovasi. Para anggota
sistem sosial tersebut hanya melaksanakan apa yang telah diputuskan oleh unit pengambil
keputusan. Misalnya seorang pimpinan perusahaan memutuskan agar sejak tanggal 1
Januari semua pegawai harus memakai seragam biru putih. Maka semua pegawai
sebagai anggota sistem sosial di perusahaan itu harus tinggal melaksanakan apa
yang telah diputuskan oleh atasannya.
Ketiga
tipe keputusan inovasi tersebut merupakan rentangan (continuum) dari
keputusan opsional (individu dengan penuh tanggung jawab secara mandiri mengambil keputusan), dilanjutkan dengan keputusan
kolektif (individu memperoleh
sebagian wewenang untuk mengambil keputusan), dan yang terakhir keputusan otoritas (individu sama sekali tidak
mempunyai hak untuk ikut mengambil
keputusan). Keputusan kolektif dan otoritas banyak digunakan dalam organisasi formal, seperti peruasahaan, sekaolah,
perguruan tinggi, organisasi
pemerintahan, dan sebagainya. Sedangkan keputusan opsional sering digunakan dalam penyebaran inovasi kepada petani, konsumen, atau inovasi yang sasarannya
anggota masyarakat sebagai individu bukan
sebagai anggota organisasi tertentu.
Biasanya
yang paling cepat diterimanya inovasi dengan menggunakan tipe keputusan otoritas, tetapi masih juga tergantung pada
bagaimana pelaksanaannya. Sering
terjadi juga kebohongan dalam pelaksanaan keputusan otoritas. Dapat juga terjadi bahawa keputusan opsional lebih cepat
dari keputusan kolektif, jika
ternyata untuk membuat kesepakatan dalam
musyawarah antara anggota sistem sosial mengalami kesukaran. Cepat lambatnya difusi inovasi tergantung
pada berbagai faktor.
Tipe
keputusan yang digunakan untuk menyebarluaskan suatu inovasi dapat juga berubah dalam waktu
tertentu. Rogers memberi contoh inovasi penggunaan
tali pengaman bagi pengendara mobil (automobil
seat belts). Pada mulanya
pemasangan seatbelt di mobil diserahkan kepada pemiliki kendaraan yang mampu membiayai pemasangannya.
Jadi menggunakan keputusan opsional.
Kemudian pada tahun berikutnya peraturan pemerintah mempersyaratkan semua mobil baru harus dilengkapi dengan tali
pengaman. Jadi keputusan inovasi
pemasangan tali pengaman dibuat secara kolektif. Kemudian banyak reaksi terhadap peraturan ini, sehingga pemerintah
kembali kepada peraturan lama
keputusan menngunakan tali pengaman diserahkan kepada tiap individu (tipe keputusan opsional).
4)
Keputusan
inovasi kontingensi (contingent) yaitu pemilihan menerima atau menolak suatu
inovasi, baru dapat dilakukan hanya setelah ada keputusan inovasi yang
mendahuluinya. Misalnya di sebuah perguruan tinggi, seorang dosen tidak mungkin
untuk memutuskan secara opsional untuk memakai komputer sebelum didahului
keputusan oleh pimpinan fakultasnya untuk melengkapi peralatan fakultas dengan
komputer. Jadi ciri pokok dari keputusan inovasi kontingen ialah digunakannya
dua atau lebih keputusan inovasi secara bergantian untuk menangani suatu difusi
inovasi, terserah yang mana yang akan digunakan dapat keputusan opsional,
kolektif atau otoritas. Sistem sosial terlibat secara langsung dalam proses
keputusan inovasi kolektif, otoritas dan kontingen, dan mungkin tidak secara langsung
terlibat dalam keputusan inovasi opsional.
3. Penutup
3.1
Simpulan
Proses keputusan inovasi ialah proses
yang dilalui (dialami) oleh individu (unit pengambil keputusan yang lain), mulai
dari pertama kali tahu adanya inovasi, kemudian dilanjutkan dengan keputusan
sikap terhadap inovasi, penetapan keputusan menerima atau menolak inovasi,
implementasi inovasi, dan konfirmasi terhadap keputusan inovasi yang telah
diambilnya.
Model keputusan inovasi terdiri dari tahap
pengetahuan, tahap bujukan, tahap keputusan, tahap implementasi dan tahap konfirmasi.
Tahap Pengetahuan (Knowledge), tahap ini berlangsung, bila seseorang atau unit
pengemabil keputusan yang lain, membuka diri terhadap ada nya suatu inovasi
serta ingin mengetahui bagaimana fungsi inovasi tersebut. Tahap Bujukan berlangsung ketika seseorang atau unit
mengambil keputusan yang lain, melakukan aktifitas yang mengarah kepenatan
untuk memutuskan menerima atau menolak inovasi. Tahap
Impelementasi
berlangsung ketika seseorang atau
unit pengambil keputusan yang lain. Menerapkan atau menggunakan inovasi. Tahap Konfirmasi berlangsung
ketika sesorang atau unit pengambil keputusan yang lain, mencari penguatan
terhadap keputusan inovasi yang telah dibuatnya. Pengambil keputusan dapat
menarik kembali keputusannya jika ternyata diperoleh informasi tentang inovasi
yang bertentangan dengan informasi yang diterima terdahulu.
DAFTAR
RUJUKAN
Ibrahim.
(1988). Inovasi pendidikan. Jakarta:
Depdikbud Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek Pengembangan Lembaga
Pendidikan Tenaga Kependidikan
Rogers, E. M. (1983). Diffusion of innovation. New York: The
Free Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar