Senin, 17 Maret 2014

Proses Keputusan Inovasi Pendidikan



1.        Pendahuluan
1.1    Latar Belakang
Konsep dasar proses keputusan inovasi merupakan proses mental dimana seseorang atau lembaga melewati serangkaian proses yang diperlukan, mulai dari pengetahuan awal tentang suatu inovasi sampai membentuk sebuah sikap terhadap inovasi tersebut, membuat keputusan apakah menerima atau menolak inovasi tersebut, mengimplementasikan gagasan baru tersebut, dan mengkonfirmasi keputusan ini. Seseorang akan mencari informasi pada berbagai tahap dalam proses keputusan inovasi untuk mengurangi ketidakyakinan tentang akibat/dampak atau hasil dari inovasi tersebut. Proses keputusan inovasi ini adalah sebuah model teoritis dari tahapan pembuatan keputusan tentang pengadopsian suatu inovasi teknologi baru. Proses ini merupakan sebuah contoh aksioma yang mendasari pendekatan psikologi sosial yang menjelaskan perubahan sikap dan perilaku yang dinamakan hierarchy-of-effect principle
Proses keputusan inovasi dibuat melalui sebuah cost-benefit analysis yang mana rintangan terbesarnya adalah ketidakpastian (uncertainty). Orang akan mengadopsi suatu inovasi jika mereka merasa percaya bahwa inovasi tersebut akan memenuhi kebutuhan mereka. Jadi mereka harus percaya bahwa inovasi tersebut akan memberikan keuntungan relatif pada hal apa yang digantikannya. Lalu bagaimana mereka merasa yakin bahwa inovasi tersebut akan memberikan keuntungan dari berbagai segi, seperti : dari segi biaya, apakah inovasi tersebut membutuhkan biaya yang besar tetapi dengan tingkat ketidakpastian yang besar? Apakah inovasi tersebut akan mengganggu segi kehidupan sehari-hari? Apakah sesuai dengan kebiasaan dan nilai-nilai yang ada? Apakah sulit untuk digunakan?

1.2    Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas adapun masalah yang akan dirumuskan pada makalah ini yaitu:
1)        Apakah Definisi Proses Keputusan Inovasi?
2)        Bagaimana Model Proses Keputusan Inovasi?
3)        Bagaimana Tahapan dalam Proses Keputusan Inovasi?
4)        Bagaimana Tipe Keputusan Inovasi?
1.3    Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dalam penulisan makalah ini yaitu:
1)        Untuk Mengetahui Definisi Proses Keputusan Inovasi
2)        Untuk Mengetahui Model Proses Keputusan Inovasi
3)        Untuk Mengetahui Tahapan dalam Proses Keputusan Inovasi
4)        Untuk Mengetahui Tipe Keputusan Inovasi

2.        Pembahasan
2.1    Proses Keputusan Inovasi
Proses keputusan inovasi ialah proses yang dilalui (dialami) oleh individu (unit pengambil keputusan yang lain), mulai dari pertama kali tahu adanya inovasi, kemudian dilanjutkan dengan keputusan sikap terhadap inovasi, penetapan keputusan menerima atau menolak inovasi, implementasi inovasi, dan konfirmasi terhadap keputusan inovasi yang telah diambilnya. Proses keputusan inovasi bukan kegiatan yang dapat berlangsung seketika, tetapi merupakan serangkaian kegiatan yang berlangsung dalam jangka waktu tertentu, sehingga individu atau organisasi dapat menilai gagasan yang baru itu sebagai bahan pertimbangan untuk selanjutnya akan menolak atau menerima inovasi dan menerapkannya. Ciri pokok keputusan inovasi yang merupakan perbedaannya dengan tipe keputusan yang lain ialah dimulai dengan adanya ketidaktentuan (uncertainty) tentang suatu inovasi.
Misalnya kita harus mengambil keputusan antara menghadiri rapat atau bermain olah raga, maka kita sudah tahu apa yang akan dilakukan jika olah raga begitu pula apa yang akan dilakukan jika menghadiri rapat. Rapat dan olah raga bukan hal yang baru. Pertimbangan dalam mengambil keputusan mana yang paling menguntungkan sesuai dengan kondisi saat itu. Keputusan ini bukan  keputusan inovasi.
Tetapi jika kita haarus mengambil keputusan untuk mengganti penggunaan kompor minyak dengan kompor gas, yang sebelumnya belum pernah tahu tentang kompor gas, maka keputusan ini adalah keputusan inovasi. Proses pengambilan keputusan mau atau tidak mau menggunakan kompor gas, dimulai dengan adanya serba ketidak tentuan tentang kompor gas. Masih terbuka bebagai alternatif, mungkin lebih bersih, lebih hemat, lebih tahan lama, tetapi juga mungkin berbahaya, dan sebagainya. Untuk sampai pada keputusan yang mantap menerima atau menolak kompor gas perlu informasi. Dengan kejelasan informasi akan mengurangi ketidak tentuan dan berani mengambil keputusan.

2.2    Model Proses Keputusan Inovasi
Menurut Rogers (1971: 164), proses keputusan inovasi terdiri dari 5 tahap yaitu:
1)      Tahap Pengetahuan (Knowledge), tahap ini berlangsung, bila seseorang atau unit pengemabil keputusan yang lain, membuka diri terhadap ada nya suatu inovasi serta ingin mengetahui bagaimana fungsi inovasi tersebut.
2)      Tahap Bujukan (Persuasion), Tahap ini berlangsung ketika seseorang membentuk sikap menyenangi atau tidak menyenangi terhadap inovasi.
3)      Tahap Keputusan (Decision), Tahap ini berlangsung ketika seseorang atau unit mengambil keputusan yang lain, melakukan aktifitas yang mengarah kepenatan untuk memutuskan menerima atau menolak inovasi.
4)      Tahap Impelementasi (Implementation), tahap ini berlangsung ketika seseorang atau unit pengambil keputusan yang lain. Menerapkan atau menggunakan inovasi.
5)      Tahap Konfirmasi (Konfirmation), tahap ini berlangsung ketika sesorang atau unit pengambil keputusan yang lain, mencari penguatan terhadap keputusan inovasi yang telah dibuatnya. Pengambil keputusan dapat menarik kembali keputusannya jika ternyata diperoleh informasi tentang inovasi yang bertentangan dengan informasi yang diterima terdahulu.

Berikut Kelima langkah ini dapat digambarkan seperti di bawah ini :


2.3    Lima Tahap Proses Keputusan Inovasi
Setelah kita ketahui model keputusan inovasi yang menunjukan urutan kelima terhadap proses keputusaan inovasi, maka berikut ini akan dijelaskan setiap secara terinci.
1)        Tahap Pengetahuan
Proses keputusan inovasi dimulai dengan tahap pengetahuan, yaitu tahap pada saat seseorang menyadari adanya suatu inovasi dan ingin tahu bagaimana fungsi inovasi tersebut. Pengertian menyadari dalam hal ini bukan memahami tetapi membuka diri untuk mengetahui inovasi.
Seseorang menyadari atau membuka diri terhadap suatu inovasi tentu dilakukan secara aktif bukan secara pasif. Misalnya pada acara siaran televise disebut berbagai macam acara, salah satu menyebutkan bahwa jam 19.30 akan ada siaran tentang metode baru cara mengajar berhitung di Taman Kanak-kanak. Guru A mendengar dan melihat acara tersebut kemudian sadar bahwa ada metode baru serta membuka dirinya untuk mengetahui apa dan bagaimana metode tersebut, maka pada guru A tersebut sudah mulai proses keputusan inovasi pada tahap pengetahuan. Sedangkan guru B walaupun mendengar dan melihat acara TV, tidak ada keinginan untuk tahu, maka belum terjadi proses keputusan inovasi.
Seseorang menyadari perlunya mengetahui inovasi biasanya tentu berdasarkan pengamatannya tentang inovasi itu sesuai dengan kebutuhannya, minatnya atau mungkin juga kepercayaannya. Seperti contoh Guru A tersebut, berarti ia ingin tahu metode baru berhitung karena ia memerlukannya.  Adanya inovasi memumbuhkan kebutuhan. Karena kebetulan ia merasa butuh. Tetapi mungkin juga terjadi bahwa karena seseorang butuh seseuatu untuk memenuhinya diadakan inovasi. Dalam kenyataan dimasyarakat hal yang kedua ini jarang terjadi karena banya orang tidak tahu apa yang diperlukan. Apalagi dalam bidang pendidikan, yang dapat merasakan perlunya adanya perubahan biasanya orang yang ahli, sedangkan guru sendiri belum tentu mau menerima perubahan atau inovasi yang sebenernya diperlukan untuk mengefektifkan pelaksanaan tugasnya. Sebagaimana hal yang menurut dokter, kita perlu makan vitamin, tetapi kita tidak menginginkannya, dan sebaliknya sebenernya kita ingin sate tetapi menurut dokter justru sate membahayakan kita.
Setelah seseorang menyadari ada nya inovasi dan membuku dirinya untuk mengetahui inovasi, maka keaktifan untuk memenuhi kebutuhan ingin tahu tentang inovasi itu bukan hanya berlangsung pada tahap pengetahuan saja tetapi juga pada tahap yang lain bahkan sampai tahap komfirmasi masih ada keinginan untuk mengetahui aspek-aspek tertentu dari inovasi.
Pada permulaannya ingin tahu tentang apa, mengapa dan bagaimana cara bekerjanya. Pada tahap persuasi ingin tahu lebih jauh lagi tentang bagaimana cara menggunakannya yang besar. Syarat-syarat yang diperlukan dan sebagainya. Makin koplek suatu inovasi maka makin banyak dari  komplek juga harus diketahui. Kemudian dapat berkembang lebih mendalami lagi yang ingin diketahui yaitu bagaimana prinsip-prinsip penggunaannya. Dalam hal ini ada kaitannya dengan dasar teorinya. Makin jelas dan makin dalam seseorang mengetahui inovasi akan makin kuat landasan untuk menerima atau menolak suatu inovasi.
Berkaitan dengan pengetahuan tentang inovasi, ada generalisasi (prinsip-prinsip umum) tentang orang yang awal mengetahui tentang inovasi:
a)        Orang yang lebih awal tahu tentang inovasi lebih tinggi status sosialnya
daripada yang akhir.
b)        Orang yang lebih awal tahu tentang inovasi lebih tinggi status sosial ekonominya daripada yang akhir.
c)        Orang yang lebih awal tahu tentang inovasi lebih terbuka terhadap media masa dari pada yang akhir.
d)       Orang yang lebih awal tahu tentang inovasi terbuka terhadap komunikasi interpersonal, dari pada yang akhir.
e)        Orang yang lebih awal tahu tentang inovasi lebih banyak kontak dengan agen pembaharu dari pada yang akhir.
f)         Orang yang lebih awal tahu tentang inovasi lebih banyak berpartissipasi dalam sistem sosial daripada yang akhir.
g)        Orang yang lebih awal tahu tentang inovasi lebih cosmopolitan dari pada yang akhir.
Perlu diketahui juga bahwa tahu tentang inovasi tidak sama dengan melaksanakan atau menerapkan inovasi. Banyak orang yang tahu tetapi tidak melaksanakan, dengan bagaimana kemungkinan penyebabnya.

2)        Tahap Bujukan (persuasi).
Pada tahap persuasi dari proses keputusan inovasi, seseorang membentuk sikap menyenangi atau tidak menyenangi terhadap inovasi. Jika pada tahap pengetahuan proses kegiatan mental yang utama bidang kognitif, maka pada tahap persuasi yang berperan yang berperan utama bidang afektif atau perasaan. Seseorang tidak dapat menyenangi inovasi sebelum ia tahu lebih dulu tentang inovasi.
Dalam tahap persuasi ini lebih banyak keaktifan mental yang memegang peran. Seseorang akan berusaha mengetahui lebih banyak tentang inovasi, dan menafsirkan informasi yang diterimanya. Pada tahap ini berlangsung seleksi informasi disesuaikan dengan kondisi  dan sifat pribadinya. Di sinilah peranan karakteristik inovasi dalam mempengaruhi proses  kebutuhan inovasi.
Dalam tahap persuasi ini juga sangat penting peran kemampuan untuk mengantisipasi kemungkinan penerapan inovasi di masa datang. Perlu ada kemampuan untuk memproyeksikan penerapan inovasi dalam pemikiran berdasarkan kondisi dan situasi yang ada. Untuk mempermudah proses mental ini, perlu adanya gambaran yang jelas tentang bagaimana pelaksanaan inovasi , jika mungkin sampai pada konsekuensi inovasi.
Hasil dari tahap persuasi yang utama ialah adanya penentuan menyenangi atau tidak menyenangi inovasi. Diharapkan hasil taahap persuasi akan mengarahkan proses keputusan inovasi atau dengan kata lain kecenderungan kesesuaian antara menyenangi inovasi dan menerapkan inovasi. Namun perlu diketahui bahwa sebenarnya antara sikap dan aktivitas masih ada jarak. Orang menyenangi inovasi belum tentu ia menerapkan inovasi. Ada jarak atau kesenjangan antara pengetahuan-sikap dan penerapan (praktik). Misalnya seorang guru tahu tentang metode diskusi, tahu cara menggunakannya, dan senang seandainya menggunakan, tetapi ia tidak pernah menggunakan, karena beberapa faktor seperti tempat duduknya tidak memungkinkan, jumlah siswanya terlalu besar, dan takut bahan pelajarannya tidak akan dapat disajikan sesuai dengan batas waktu yang ditentukan. Perlu ada bantuan pemecahan masalah.
Dalam penerapan inovasi ada pula yang disebut preventive innovation (inovasi preventif) yaitu seseorang menerapkan inovasi karena ingin terhindar dari sesuatu yang tidak diinginkan di kemudian hari. Misalnya keluarga berencana, penggunaan helm, mengikuti asuransi, dan sebagainya.

3)        Tahap Keputusan
Tahap keputusan dari proses keputusan inovasi, berlangsung jika seseorang melakukan kegiatan yang mengarah untuk menetapkan menerima atau menolak inovasi. Menerima inovasi berarti sepenuhnya akan menerapkan inovasi. Menolak inovasi berarti tidak akan menerapkan inovasi.
Sering terjadi seseorang akan menerima inovasi setelah ia mencoba lebih dahulu. Bahkan jika mungkin mencoba sebagian kecil lebih dahulu, baru kemudian dilanjutkan secara keseluruhan jika sudah terbukti berhasil sesuai dengan yang diharapkan. Tetapi tidak semua inovasi dapat dicoba dengan dipecah menjadi beberapa bagian. Inovasi yang dapat dicoba bagian demi bagian akan lebih cepat diterima.
Dapat juga terjadi percobaan cukup dilakukan sekelompok orang, dan yang lain cukup mempercayai dengan hasil percobaan temannya. Perlu diperhatikan bahwa dalam kenyataannya pada setiap tahap dalam proses keputusan inovasi dapat terjadi penolakan inovasi. Misalnya penolakan dapat terjadi pada awal tahap pengetahuan, dapat juga terjadi pada tahap persuasi, mungkin juga terjadi setelah konfirmasi, dan sebagainya.
Ada dua macam penolakan inovasi yaitu:
a)        Penolakan aktif artinya penolakan inovasi setelah melalui proses mempertimbangkan untuk menerima inovasi atau mungkin sudah mencoba lebih dahulu, tetapi keputusan akhir menolak inovasi.
b)        Penolakan pasif artinya penolakan inovasi dengan tanpa pertimbangan sama sekali.
Dalam pelaksanaan difusi inovasi antara: pengetahuan, persuasi dan keputusan inovasi sering berjalan bersamaan. Satu dengan yang lain saling berkaitan. Bahkan untuk jenis inovasi tertentu dan dalam kondisi tertentu dapat terjadi  urutan: pengetahuan-keputusan inovasi-baru persuasi.
4)        Tahap Implementasi.
Tahap implementasi dari proses keputusan inovasi terjadi apabila seseorang menerapkan inovasi. Dalam tahap implementasi ini berlangsung keaktifan baik mental maupun perbuatan. Keputusan penerimaan gagasan atau ide baru dibuktikan dalam praktik. Pada umumnya implementasi tentu mengikuti hasil keputusan inovasi. Tetapi dapat juga terjadi karena sesuatu hal sudah memutuskan menerima inovasi tidak diikuti implementasi. Biasanya hal ini terjadi karena fasilitas penerapan yang tidak tersedia.
Kapan tahap implementasi berakhir? Mungkin tahap ini berlangsung dalam waktu yang sangat lama, tergantung dari keadaan inovasi itu sendiri. Tetapi biasanya suatu tanda bahwa taraf implementasi inovasi berakhir jika penerapan inovasi itu sudah melembaga atau sudah menjadi hal-hal yang bersifat rutin. Sudah tidak merupakan hal yang baru lagi.
Dalam tahap implementasi dapat terjadi hal yang disebut reinvention (invensi kembali) yaitu penerapan inovasi dengan mengadakan perubahan atau modifikasi. Jadi penerapan inovasi tidak sesuai dengan aslinya. Reinvensi bukan berarti hal yang tidak baik, tetapi terjadinya re-invensi dapat merupakan kebijakan dalam pelaksanaan atau penerapan inovasi, dengan mengingat kondisi dan situasi yang ada.
Hal-hal yang memungkinkan terjadinya re-invensi antara lain: inovasi yang sangat komplek dan sulit dimengerti, penerima inovasi kurang dapat memahami inovasi karena sulit untuk menemui agen pembaharu, inovasi yang memungkinkan berbagai kemungkinan aplikasi, apabila inovasi diterapkan untuk memecahkan masalah yang sangat luas, kebanggaan akan inovasi yang dimiliki oleh suatu daerah tertentu juga dapat menimbulkan re-invensi.
5)        Tahap Konfirmasi
Dalam tahap konfirmasi ini seseorang mencari penguatan terhadap keputusan yang telah diambilnya, dan ia dapat menarik kembali keputusannya jika memang diperoleh informasi yang bertentangan dengan informasi semula. Tahap konfirmasi ini sebenarnya berlangsung secara berkelanjutan sejak terjadi keputusan menerima atau menolak inovasi, yang berlangsung dalam waktu yang tak terbatas. selama dalam tahap konfirmasi sesorang berusaha menghindari terjadinya disonansi atau paling tidak berusaha menguranginya.
Terjadinya perubahan tingkah laku seseorang antara lain disebabkan karena terjadinya ketidakseimbangan internal. Orang itu merasa dalam dirinya ada sesuatu yang tidak sesuai atau tidak selaras yang disebut disonansi, sehingga orang itu merasa tidak enak. Jika seseorang merasa dalam dirinya terjadi disonansi, maka ia akan berusaha untuk menghilangkannya atau paling tidak menguranginya dengan cara mengubah pengetahuannya, sikap atau perbuatannya. Dalam hubungannya dengan difusi inovasi, usaha mengurangi disonansi dapat terjadi:
a)        Apabila seseorang menyadari akan sesuatu kebutuhan dan berusaha mencari sesuatu untuk memenuhi kebutuhan misalnya dengan mencari informasi tentang inovasi. Hal ini terjadi pada tahap pengetahuan dalam proses keputusan inovasi.
b)        Apabila seseorang tahu tentang inovasi dan telah bersikap menyenangi inovasi tersebut, tetapi belum menetapkan keputusan untuk menerima inovasi. Maka ia akan berusaha untuk menerimanya, guna mengurangi adanya disonansi antara apa yang disenangi dan diyakini dengan apa yang dilakukan. Hal ini terjadi pada tahap keputusan inovasi, dan tahap implementasi dalam proses keputusan inovasi.
c)        Setelah seseorang menetapkan menerima dan menerapkan inovasi, kemudian diajak untuk melolaknya. Maka disonansi ini dapat dikurangi dengan cara tidak melanjutkan penerimaan dan penerapan inovasi (discontinuing). Ada kemungkinan lagi seseorang telah menetapkan untuk menolak inovasi, kemudian diajak untuk menerimanya. Maka usaha mengurangi disonansi dengan cara menerima inovasi (mengubah keputusan semula). Perubahan ini terjadi (tidak meneruskan inovasi atau mengikuti inovasi terlambat) pada tahap konfirmasi dari proses keputusan inovasi.
Ketiga cara mengurangi disonansi tersebut, berkaitan dengan perubahan tingkah laku seseorang sehingga antara sikap, perasaan, pikiran, perbuatan yang sangat erat hubungannya bahkan sulit dipisahkan karena saling mempengaruhi. Sehingga dalam kenyataan kadang-kadang sulit orang akan mengubah keputusan yang sudah terlanjur mapan dan disenangi, walaupun secara rasional diketahui ada kelemahannya. Oleh sebab itu untuk menhindari timbulnya disonansi, maka ia hanya berusaha mencari informasi yang dapat memperkuat keputusannya. Dengan kata lain orang itu melakukan seleksi informasi dalam tahap konfirmasi (selective exposure).
Untuk menghindari terjadinya drop out dalam penerimaan dan implementasi inovasi (discontinue) peranan agen pembaharu saangat dominan. Tanpa ada monitoring dan penguatan orang akan mudah terpengaruh pada informasi negatif mengenai inovasi.
Demikianlah uraian dari kelima tahap dari proses keputusan inovasi opsional, yang terjadi pada individu atau unit pengambil keputusan. Proses ini terutama terjadi dalam proses difusi inovasi yang sasaran utamanya adalah anggota system sosial secara pribadi (perorangan) bukan sebagai kesatuan organisasi. Misalnya untuk difusi inovasi pendidikan yaitu penggunaan pendekatan keterampilan proses dalam mengajar, maka sasaran utamanya adalah guru-guru. Selain dalam bidang pendidikan dapat juga dipakai dalam lapangan pertanian sebagai bahan pemikiran atau perbandingan dalam pelaksanaan difusi inovasi pendidikan, karena pola proses terjadinya perubahan pada tiap individu tetap sama, hanya perbedaannya kalau inovasi pertanian mungkin setiap petani dapat membuat perbedaan keputusan yang ada yaitu menolak atau menerima tetapi kalau guru tentu semuanya menerima dan mau melaksanakan, karena terikat kedinasan, tetapi secara pribadi tetap dapat berlaku tahap-tahap proses keputusan inovasi.

2.4    Tipe Keputusan Inovasi
Inovasi dapat diterima atau ditolak oleh seseorang (individu) sebagai anggota sistem sosial, atau oleh keseluruhan anggota sistem sosial, yang menentukan untuk menerima inovasi berdasarkan keputusan bersama atau berdasarkan paksaan (kekuasaan). Dengan dasar kenyataan tersebut maka dapat dibedakan adanya beberapa tipe keputusan inovasi:
1)        Keputusan inovasi opsional, yaitu pemilihan menerima atau menolak inovasi, berdasarkan keputusan yang ditentukan oleh individu (seseorang) secara mandiri tanpa tergantung atau terpengaruh dorongan anggota system sosial yang lain. Meskipun dalam hal ini individu mengambil keputusan itu berdasarkan norma sistem sosial atau hasil komunikasi interpersonal dengan anggota sistem sosial yang lain. Jadi hakekat pengertian keputusan inovasi opsional ialah individu yang berperan sebagai pengambil keputusan untuk menerima atau menolak suatu inovasi.
2)        Keputusan inovasi kolektif, ialah pemilihan untuk menerima atau menolak inovasi, berdasarkan keputusan yang dibuat secara bersama-sama berdasarkan kesepakatan anatar anggota sistem sosial. Semua anggota sistem sosial harus mentaati keputusan bersama yang telah dinuatnya. Misalnya, atas kesepakatan waraga masyarakat di setipa RT untuk tidak membuang sampah di sungai, yang kemudian disahkan pada rapat antar ketua RT dalam satu wialyah RW. Maka konsekuensinya semua warga RW tersebut harus mentaati keputusan yang telah dibuat tersebut, walaupun mungkin secara pribadi masih ada beberapa individu yang masih berkeberatan.
3)        Keputusan inovasi otoritas, ialah pemilihan untuk menerima atau menolak inovasi, berdasarkan keputusan yang dibuat oleh seseorang atau sekelompok orang yang mempunyai kedudukan, status, wewenang atau kemampuan yang lebih tinggi daripada anggota yang lain dalam suatu sistem sosial. Para anggota sama sekali tidak mempunyai pengaruh atau peranan dalam membuat keputusan inovasi. Para anggota sistem sosial tersebut hanya melaksanakan apa yang telah diputuskan oleh unit pengambil keputusan. Misalnya seorang pimpinan perusahaan memutuskan agar sejak tanggal 1 Januari semua pegawai harus memakai seragam biru putih. Maka semua pegawai sebagai anggota sistem sosial di perusahaan itu harus tinggal melaksanakan apa yang telah diputuskan oleh atasannya.
Ketiga tipe keputusan inovasi tersebut merupakan rentangan (continuum) dari keputusan opsional (individu dengan penuh tanggung jawab secara mandiri mengambil keputusan), dilanjutkan dengan keputusan kolektif (individu memperoleh sebagian wewenang untuk mengambil keputusan), dan yang terakhir keputusan otoritas (individu sama sekali tidak mempunyai hak untuk ikut mengambil keputusan). Keputusan kolektif dan otoritas banyak digunakan dalam organisasi formal, seperti peruasahaan, sekaolah, perguruan tinggi, organisasi pemerintahan, dan sebagainya. Sedangkan keputusan opsional sering digunakan dalam penyebaran inovasi kepada petani, konsumen, atau inovasi yang sasarannya anggota masyarakat sebagai individu bukan sebagai anggota organisasi tertentu.
Biasanya yang paling cepat diterimanya inovasi dengan menggunakan tipe keputusan otoritas, tetapi masih juga tergantung pada bagaimana pelaksanaannya. Sering terjadi juga kebohongan dalam pelaksanaan keputusan otoritas. Dapat juga terjadi bahawa keputusan opsional lebih cepat dari keputusan kolektif, jika ternyata untuk membuat kesepakatan dalam musyawarah antara anggota sistem sosial mengalami kesukaran. Cepat lambatnya difusi inovasi tergantung pada berbagai faktor.
Tipe keputusan yang digunakan untuk menyebarluaskan suatu inovasi dapat juga berubah dalam waktu tertentu. Rogers memberi contoh inovasi penggunaan tali pengaman bagi pengendara mobil (automobil seat belts). Pada mulanya pemasangan seatbelt di mobil diserahkan kepada pemiliki kendaraan yang mampu membiayai pemasangannya. Jadi menggunakan keputusan opsional. Kemudian pada tahun berikutnya peraturan pemerintah mempersyaratkan semua mobil baru harus dilengkapi dengan tali pengaman. Jadi keputusan inovasi pemasangan tali pengaman dibuat secara kolektif. Kemudian banyak reaksi terhadap peraturan ini, sehingga pemerintah kembali kepada peraturan lama keputusan menngunakan tali pengaman diserahkan kepada tiap individu (tipe keputusan opsional).
4)        Keputusan inovasi kontingensi (contingent) yaitu pemilihan menerima atau menolak suatu inovasi, baru dapat dilakukan hanya setelah ada keputusan inovasi yang mendahuluinya. Misalnya di sebuah perguruan tinggi, seorang dosen tidak mungkin untuk memutuskan secara opsional untuk memakai komputer sebelum didahului keputusan oleh pimpinan fakultasnya untuk melengkapi peralatan fakultas dengan komputer. Jadi ciri pokok dari keputusan inovasi kontingen ialah digunakannya dua atau lebih keputusan inovasi secara bergantian untuk menangani suatu difusi inovasi, terserah yang mana yang akan digunakan dapat keputusan opsional, kolektif atau otoritas. Sistem sosial terlibat secara langsung dalam proses keputusan inovasi kolektif, otoritas dan kontingen, dan mungkin tidak secara langsung terlibat dalam keputusan inovasi opsional.
3.    Penutup
3.1    Simpulan
Proses keputusan inovasi ialah proses yang dilalui (dialami) oleh individu (unit pengambil keputusan yang lain), mulai dari pertama kali tahu adanya inovasi, kemudian dilanjutkan dengan keputusan sikap terhadap inovasi, penetapan keputusan menerima atau menolak inovasi, implementasi inovasi, dan konfirmasi terhadap keputusan inovasi yang telah diambilnya.
Model keputusan inovasi terdiri dari tahap pengetahuan, tahap bujukan, tahap keputusan, tahap implementasi dan tahap konfirmasi. Tahap Pengetahuan (Knowledge), tahap ini berlangsung, bila seseorang atau unit pengemabil keputusan yang lain, membuka diri terhadap ada nya suatu inovasi serta ingin mengetahui bagaimana fungsi inovasi tersebut. Tahap Bujukan berlangsung ketika seseorang atau unit mengambil keputusan yang lain, melakukan aktifitas yang mengarah kepenatan untuk memutuskan menerima atau menolak inovasi. Tahap Impelementasi berlangsung ketika seseorang atau unit pengambil keputusan yang lain. Menerapkan atau menggunakan inovasi. Tahap Konfirmasi berlangsung ketika sesorang atau unit pengambil keputusan yang lain, mencari penguatan terhadap keputusan inovasi yang telah dibuatnya. Pengambil keputusan dapat menarik kembali keputusannya jika ternyata diperoleh informasi tentang inovasi yang bertentangan dengan informasi yang diterima terdahulu.

DAFTAR RUJUKAN

Ibrahim. (1988). Inovasi pendidikan. Jakarta: Depdikbud Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan

Rogers, E. M. (1983). Diffusion of innovation. New York: The Free Press. 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar