1.
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Keterampilan peserta didik yang ada
di dalam kelas acap kali sangat heterogen. Sebagian peserta didik sudah banyak
tahu, sebagian lagi belum tahu sama sekali tentang materi yang diajarkan di
kelas. Bila pengajar mengikuti kelompok peserta didik yang pertama, kelompok
yang kedua merasa ketinggalan kereta, yaitu tidak dapat menangkap pelajaran yang
diberikan. Sebaliknya, bila pengajar mengikuti kelompok yang kedua, yaitu mulai
dari bawah, kelompok pertama akan merasa tidak belajar apa-apa dan bosan.
Untuk mengatasi hal ini, ada dua
pendekatan yang dapat dipilih. Pertama, peserta didik menyesuaikan dengan
materi pelajaran dan kedua, sebaiknya materi pelajaran disesuaikan dengan peserta
didik (Suparman, 2012: 178).
Pendekatan pertama, peserta didik
menyesuaikan dengan materi pelajaran, dapat dilakukan sebagai berikut.
1
Seleksi
Penerimaan Peserta didik
a.
Pada saat pendaftaran peserta didik diwajibkan memiliki
latar belakang pendidikan yang relevan dengan program pendidikan yang akan
diambilnya;
b.
Setelah memenuhi syarat-syarat pendaftaran di atas, peserta
didik mengikuti tes masuk dalam pengetahuan dan keterampilan yang sesuai dengan
program pendidikan yang akan ditempuhnya.
Proses seleksi ini sering dilakukan oleh lembaga-lembaga
pendidikan formal seperti sekolah dalam menyeleksi calon peserta didik untuk
memasuki sekolah-sekolah menengah negeri yang ingin memilih calon peserta didik
yang baik.
2
Tes dan Pengelompokan Peserta didik
Setelah melalui seleksi seperti dijelaskan dalam butir 1,
masih ada kemungkinan pengajar menghadapi masalah heterogennya peserta didik
yang mengambil mata pelajaran tertentu. Karena itu, perlu dilakukan tes sebelum
mengikuti pelajaran untuk mengelompokkan peserta didik yang boleh mengikuti
mata pelajaran tersebut. Selanjutnya atas dasar hasil tes setiap kelompok
tersebut mengikuti tingkat pelajaran tertentu. Tes dan pengelompokan ini biasa
dilakukan oleh lembaga-lembaga pengelola kursus bahasa Inggris.
3
Lulus Mata Pelajaran Prasyarat
Alternatif lain untuk butir 2 di atas adalah mengharuskan peserta
didik lulus mata pelajaran yang mempunyai prasyarat. Dalam suatu program
pendidikan seperti di sekolah menengah pertama terdapat sebagian kecil mata
pelajaran yang seperti itu.
Pendekatan kedua, materi pelajaran disesuaikan dengan peserta
didik. Pendekatan ini hampir tidak memerlukan seleksi penerimaan peserta didik.
Pada dasarnya, siapa saja boleh masuk dan mengikuti pelajaran tersebut. Peserta didik yang masih belum tahu sama
sekali dapat mempelajari materi pelajaran tersebut dari bawah ini karena materi
pelajaran memang disediakan dari tingkat itu. Peserta didik yang sudah banyak tahu
dapat mulai dari tengah atau atasnya. Bahan pelajaran itu didesain untuk dapat
menampung peserta didik dalam tingkat kemampuan awal manapun. Selanjutnya peserta
didik dapat maju menurut kecepatan masing-masing, karena bahan tersebut
didesain untuk hal tersebut. Walaupun pada dasarnya tidak perlu seleksi, bila
mata pelajaran tersebut diberikan dalam rangka program pendidikan formal,
seleksi penerimaan peserta didik tetap diadakan. Seleksi ini untuk menerima peserta
didik yang dapat memenuhi syarat pendidikan secara formal, misalnya harus
mempunyai ijazah SMTA untuk masuk universitas terbuka, atau ijazah SD untuk
SMTP terbuka. Seleksi tersebut sangat longgar, karena materi pelajarannya
didesain untuk menampung peserta didik yang heterogen. Pendekatan kedua ini
belum bisa dilakukan dalam sistem pendidikan di luar pendidikan jarak jauh atau
sistem pendidikan yang memberikan pelajaran secara klasikal.
Kedua pendekatan di atas bila dilakukan secara ekstrem,
tidak ada yang sesuai untuk mengatasi masalah heterogennya peserta didik dalam
sistem pendidikan biasa. Suparman (2012: 180) mengkombinasikan kedua pendekatan
di atas, pendekatan ketiga ini mempunyai ciri sebagai berikut:
a.
menyeleksi penerimaan peserta didik atas dasar latar
belakang pendidikan atau ijazah. seleksi ini biasanya lebih bersifat
administratif.
b.
melaksanakan tes untuk mengetahui kemampuan dan
karakteristik awal peserta didik. tes ini tidak digunakan sebagai alat
menyeleksi peserta didik, tetapi untuk dijadikan dasar penyusunan bahan
pelajaran.
c.
menyusun bahan instruksional yang sesuai dengan kemampuan
dan karakteristik awal peserta didik.
d.
menggunakan sistem instruksional yang memungkinkan peserta
didik maju menurut kecepatan dan kemampuan masing-masing.
e.
memberikan supervisi kepada peserta didik secara individual.
Dari uraian singkat tersebut diperoleh gambaran bahwa
perilaku dan karakteristik awal peserta didik penting karena mempunyai
implikasi terhadap penyusunan bahan belajar dan sistem instruksional.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas adapun masalah yang
akan dirumuskan pada makalah ini yaitu:
1)
Apa hakikat
mengidentifikasi perilaku
awal dan karakteristik peserta didik?
2)
Bagaimana cara mengidentifikasi perilaku awal dan
karakteristik peserta didik tersebut?
3)
Apa manfaat mengidentifikasi perilaku awal dan
karakteristik peserta didik tersebut?
1.3 Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di
atas, maka tujuan dalam penulisan makalah ini yaitu:
1)
Untuk mengetahui hakikat
mengidentifikasi perilaku awal dan karakteristik peserta didik.
2)
Untuk mengetahui cara
mengidentifikasi perilaku awal dan karakteristik peserta didik tersebut.
3)
Untuk mengetahui
manfaat mengidentifikasi perilaku awal dan karakteristik peserta didik tersebut.
2.
Pembahasan
2.1 Definisi
Karakter
Karakter (character) mengacu pada
serangkaian sikap (attitudes), perilaku (behaviors), motivasi (motivasitions),
dan keterampilan (skills). Karakter meliputi sikap seperti keinginan
untuk melakukan hal yang terbaik, kapasitas intelektual seperti berpikir kritis
dan alasan moral, perilaku jujur dan bertanggung jawab, mempertahankan
prinsip-prinsip moral dalam situasi penuh ketidakadilan, kecakapan
interpersonal dan emosional yang memungkinkan seseorang berinteraksi secara
efektif dalam berbagai situasi, dan komitmen untuk berkontribusi dengan
komunitas dan masyarakatnya. Karakteristik adalah realisasi perkembangan
positif sebagai individu (intelektual social, emosional, dan etika). Individu
yang berkarakter baik adalah seseorang yang berusaha melakukan hal yang terbaik
(Battishtich, 2007: 7)
Karakter menurut Alwisol (2006: 8) diartikan sebagai gambaran tentang tingkah laku
yang menonjolkan nilai benar-salah, baik-buruk, baik secara eksplisit maupun
implisit. Karakter berbeda dengan kepribadian, karena pengertian kepribadian
dibebaskan dari nilai. Meski demikian, baik kepribadian (personality)
maupun karakter berwujud tingkah laku yang ditunjukkan ke lingkungan sosial.
Keduanya relatif permanen serta menuntun, mengarahkan dan mengorganisasikan
aktivitas individu.
Jadi istilah karakter berkenaan dengan personality
(kepribadian) seseorang. Seseorang bisa disebut orang berkarakter (a
person of character) apabila perilakunya sesuai dengan kaidah moral.
2.2 Definisi
Peserta Didik
Secara etimologi peserta
didik dalam bahasa arab disebut dengan Tilmidz
jamaknya adalah Talamid, yang artinya
adalah “murid”, maksudnya adalah “orang-orang yang mengingini pendidikan”.
Dalam bahasa arab dikenal juga dengan istilah Thalib, jamaknya adalah Thullab,
yang artinya adalah “mencari”, maksudnya adalah “orang-orang yang mencari
ilmu”.
Menurut pasal 1 ayat 4 UU RI
No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, peserta didik adalah
anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan dirinya melalui proses
pendidikan pada jalur jenjang dan jenis pendidikan tertentu.
Hakikat peserta didik
merupakan sesuatu yang beralasan. Dalam filsafat pendidikan Islam: Pendekatan
historis, teoritis dan praktis menyebutkan beberapa diskripsi mengenai hakikat
peserta didik sebagai berikut:
a. Peserta didik bukan miniatur orang dewasa, tetapi ia memiliki dunianya
sendiri. Hal ini perlu dipahami, agar perlakuan terhadap mereka dalam proses
pendidikan tidak disamakan dengan pendidikan orang dewasa.
b. Peserta didik adalah manusia yang memiliki perbedaan dalam tahap-tahap
perkembangan dan pertumbuhannya. Pemahaman ini perlu diketahui agar aktivitas
pendidikan Islam dapat disesuaikan dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan
yang umumnya dialami peserta didik.
c.
Peserta didik adalah manusia yang memiliki kebutuhan yang harus dipenuhi,
baik menyangkut kebutuhan jasmani maupun rohani. Diantara kebutuhan dasarnya
adalah kebutuhan biologis, kasih sayang, rasa aman, harga diri dan aktualisasi
diri. Hal ini perlu dipahami agar proses pendidikan dapat berjalan lancar.
d. Peserta didik adalah makhluk Allah yang memiliki berbagai perbedaan
individual (individual differentiations), baik yang disebabkan
karena faktor bawaan maupun lingkungan tempat ia tinggal. Hal ini perlu
dipahami agar proses pendidikan dilakukan dengan memerhatikan
perbedaan-perbedaan tersebut tanpa harus mengorbankan salah satu pihak atau
kelompok.
e. Peserta didik merupakan makhluk yang terdiri dari dua unsur utama:
jasmaniah dan rohaniah. Unsur jasmani berkaitan dengan daya fisik yang
dikembangkan melalui proses pembiasaan dan latihan. Sementara unsur rohani
berkaitan dengn daya akal dan daya rasa. Daya akal dapat dikembangkan melalui
proses intelektualisme yang menekankan pada ilmu-ilmu rasional, dan daya rasa
dapat dikembangkan melalui pendidikan ibadah dan akhlak. Pemahaman ini
merupakan hal yang perlu agar proses pendidikan Islam memandang peserta didik
secara utuh, yakni tidak mengutamakan salah satu daya saja, tapi semua daya
dikembangkan dan diarahkan secara integral dan harmonis.
f. Peserta didik adalah makhluk Allah yang telah dibekali berbagai potensi
(fitrah) yang perlu dikembangkan secara terpadu. Fungsi penddikan dalam hal ini
adalah membantu dan membimbing peserta didik agar dapat mengembangkan dan
megarahkan potensi yang dimilikinya, sesuai tujuan pendidikan yang telah
ditetapkan, tanpa harus mengabaikan fungsi-fungsi kemanusiannya.
2.3 Hakikat
Mengidentifikasi Perilaku dan Karakteristik Awal Peserta didik
Kegiatan menganalisis perilaku dan
karakteristik awal peserta didik dalam pengembangan pembelajaran merupakan
pendekatan yang menerima peserta didik apa adanya dan menyusun sistem
pembelajaran atas dasar keadaan peserta didik tersebut. Karena itu, kegiatan
menganalisis perilaku dan karakteristik awal peserta didik merupakan proses
untuk mengetahui perilaku yang dikuasai peserta didik sebelum mengikuti proses
pembelajaran, bukan untuk menentukan perilaku prasyarat dalam rangka menyeleksi
peserta didik sebelum mengikuti pelatihan. Konsekuensi dari digunakannya cara
ini adalah: titik mulai suatu kegiatan pembelajaran tergantung kepada perilaku
awal peserta didik. Jadi, mengidentifikasi perilaku dan karakteristik awal
peserta didik adalah bertujuan untuk menentukan garis batas antara perilaku
yang tidak perlu diajarkan dan perilaku yang harus diajarkan kepada peserta didik. Perilaku yang akan
diajarkan ini kemudian dirumuskan dalam bentuk tujuan instruksional khusus atau
TIK itu.
Karakteristik peserta didik
merupakan salah satu variabel dari kondisi pengajaran. Variabel ini
didefinisikan sebagai aspek-aspek atau kualitas perseorangan peserta didik.
Aspek-aspek ini bisa berupa bakat, minat, sikap, motivasi peserta didik, gaya belajar,
kemampuan berpikir dan kemampuan awal (hasil belajar) yang telah dimilikinya.
Karakteristik peserta didik akan amat berpengaruh dalam pemilihan strategi
pengelolaan, yang berkaitan dengan bagaimana menata pengajaran, khususnya
komponen-komponen strategi pengajaran, agar sesuai dengan karakteristik
perseorangan peserta didik. Untuk melakukan kegiatan indentifikasi perilaku dan
karakteristik awal peserta didik, maka kita harus mengetahui sumber yang dapat
memberikan informasi kepada pendesain instruksional yang antara lain adalah:
1)
peserta
didik atau calon peserta didik.
2)
orang
yang mengetahui kondisi peserta didik seperti pendidik atau atasannya.
3)
pengelola
program pendidikan yang biasa mengajarkan mata pelajaran.
Berawal dari informasi-informasi
tersebut, maka tingkat kemampuan populasi sasaran dalam perilaku-perilaku
khusus yang diperoleh dari analisis instruksional, itu perlu diidentifikasi
agar pengembang instruksional dapat menentukan mana perilaku khusus yang sudah
dikuasai peserta didik untuk diajarkan. Dengan demikian pengembang instruksional
dapat menentukan pembelajaran yang akan dilakukan yang
relevan dan sesuai
bagi peserta didik misalnya:
1)
Latar belakang pendidikan dan pengalaman sebelumnya
mengandung kompetensi yang telah dikuasainya.
2)
Motivasi belajar yang mengandung pengertian dorongan dan
semangat serta rasa ingin tahu yang dimiliki untuk mempelajari bahan
pembelajaran tesebut, akan memudahkannya dalam proses pembelajaran.
3)
Akses terhadap sumber belajar yang relevan dengan materi
yang sedang dipelajari.
4)
Kebiasaaan belajar melalui pembelajaran tatap muka atau
mandiri.
5)
Domisili tempat tinggal yang diukur dengan jarak tempuh ke
pusat kegiatan belajar atau lembaga penyelenggara pendidikan.
6)
Aksesnya terhadap saluran komunikasi dan media pembelajaran
untuk digunakan dalam pembelajaran.
7)
Kebiasaan dan disiplin dalam mengatur waktu belajar secara
teratur.
8)
Kebiasaan belajar secara sistematik.
9)
Kebiasaan belajar sambil berpikir untuk menerapkan hasilnya
dalam kehidupan atau pekerjaan.
2.4
Cara Mengidentifikasi Perilaku dan Karakteristik Awal Peserta
didik
2.3.1
Perilaku Awal Peserta didik
Identifikasi perilaku peserta didik
dilakukan dengan memberikan pree-testing yakni tes awal yang dilakukan
sebelum dimulai pembelajaran, yang dimaksudkan untuk menguji entry-behavior
(kemampuan awal) peserta didik berkenaan dengan tujuan pembelajaran tertentu
yang harus dikuasai peserta didik. Identifikasi perilaku dan karakteristik awal
peserta didik juga dilakukan berkenaan dengan program pembelajaran sebuah mata
pelajaran atau sebuah lembaga pendidikan tertentu. (Syahidah, 2012: 1)
Untuk mengungkap kemampuan awal, dapat dilakukan dengan
pemberian tes dari tingkat bawah atau tes yang berkaitan dengan materi ajar
sesuai dengan panduan kurikulum. Sedangkan minat, motivasi, kemampuan berfikir,
gaya belajar dan lain-lainnya dapat dilakukan dengan bantuan tes baku yang
telah dirancang oleh para ahli. (Abdurrohim, 2011: 2)
Siapa kelompok sasaran, populasi sasaran, atau sasaran didik
kegiatan instruksional itu? Istilah itu digunakan untuk menanyakan dua hal
tentang perilaku peserta didik: Pertama, menanyakan peserta didik yang mana
atau peserta didik sekolah apa. Kedua, menanyakan sejauh mana pengetahuan dan
keterampilan yang telah mereka miliki sehingga dapat mengikuti pelajaran
tersebut.
Pertanyaaan di atas sangat penting dijawab oleh pengembang
instruksional sehingga sejak permulaan kegiatan instruksional telah dapat
disesuaikan dengan peserta didik yang akan mengikutinya. Jawaban itu merupakan
pula suatu batasan bagi peserta didik yang bermaksud mengikuti pelajaran
tersebut, sehingga bila mempunyai
perilaku awal tersebut, peserta didik
sebaiknya tidak mengikuti pelajaran tersebut.
Suparman (2012: 181) menjelaskan populasi sasaran dirumuskan
secara spesifik seperti contoh di bawah ini:
a.
mata pelajaran ini disediakan bagi peserta didik yang
memenuhi syarat sebagai berikut:
1)
pendaftaran pada sekolah ini pada tahun ajaran atau semester
ini;
2)
setelah lulus mata pelajaran A.
b.
Pelajaran ini disusun bagi peserta didik kelas XI SMA yang
mempunyai minat dalam kelompok bidang studi A1 (IPA kalau sekarang).
c.
Kursus ini disediakan bagi karyawan pemerintah atau
perusahaan swasta yang memenuhi syarat sebagai berikut:
1)
mempunyai ijazah minimal sarjana muda dalam bidang x atau
setaraf;
2)
telah pernah mengikuti dan lulus dalam kursus y;
3)
menguasai bahasa Inggris minimal secara pasif untuk membaca
dan mendengarkan kuliah dalam bahasa Inggris.
Perumusan populasi sasaran seperti contoh tersebut di atas
memang dapat membantu kelancaran penyelenggaraan kegiatan instruksional.
Perumusan populasi ini biasanya diterapkan oleh lembaga pendidikan yang
menyelenggarakan program pendidikan. Tetapi seorang pengembang instruksional
masih perlu mencari informasi lebih jauh tentang kemampuan populasi sasaran
yang dimaksud dalam menguasai setiap perilaku khusus yang telah dirumuskan
dalam analisis instruksional. Anda masih ingat bukan? Perilaku-perilaku khusus
itu tersusun secara hierarkikal, prosedural, pengelompokan, atau kombinasi
kegiatannya atau dua di antaranya tingkat kemampuan populasi sasaran dalam
perilaku-perilaku khusus itu perlu diidentifikasi agar pengembang instruksional
dapat menentukan mana perilaku khusus yang sudah dikuasai peserta didik
sehingga perlu diajarkan kembali, dan mana yang belum dikuasai peserta didik
untuk diajarkan. Dengan demikian, pengembang instruksional dapat pula
menentukan titik berangkat yang sesuai bagi peserta didik (Suparman, 2012: 181)
Suparman (2012: 182) menyebutkan ada tiga macam sumber yang
dapat memberikan informasi kepada pendesain instruksional, yaitu:
1)
peserta didik atau calon peserta didik;
2)
orang yang mengetahui kemampuan peserta didik atau calon peserta
didik dari dekat seperti pendidik atau atasannya;
3)
pengelola program pendidikan yang biasa mengajar mata
pelajaran tersebut.
Teknik yang digunakan dalam mengidentifikasi kebutuhan
instruksional yaitu kuisioner, interview dan observasi, serta tes. Teknik
tersebut dapat pula digunakan untuk mengidentifikasi perilaku awal peserta
didik. Subjek yang memberikan informasi diminta untuk mengidentifikasi seberapa
jauh tingkat penguasaan peserta didik atau calon peserta didik dalam setiap
perilaku khusus melalui skala penilaian (rating
scales).
Teknik yang dapat menghasilkan data yang lebih keras adalah
tes penampilan peserta didik dan observasi terhadap pelaksanaan pekerjaan peserta
didik serta tes tertulis untuk mengetahui tingkat pengetahuan peserta didik.
Tetapi, bila tes seperti itu tidak tepat dilakukan karena dirasakan kurang
etis, kesulitan teknik pelaksanaan, atau tidak mungkin dilakukan karena sebab
yang lain, penggunaan skala penilaian cukup memadai. Skala penilaian tersebut
diisi oleh orang-orang yang tahu secara dekat terhadap kemampuan peserta didik
dan diisi oleh peserta didik sebagai self-report.
Berdasarkan masukan ini, dapat ditetapkan. Titik berangkat
atau permulaaan perjalanan yang harus diberikan pada peserta didik. Titik itu
adalah perilaku khusus di atas garis batas yang telah dikuasi peserta didik
atau calon peserta didik.
Apa beda kegiatan ini dengan proses mengidentifikasi
kebutuhan instruksional? Pertama, kebutuhan instruksional untuk
mengidentifikasi benar tidaknya masalah yang dihadapi harus diselesaikan dengan
menyelenggarakan kegiatan instruksional. Sedangkan mengidentifikasi perilaku
awal tidak berhubungan dengan masalah tersebut. Kedua, kebutuhan intruksional
untuk mengidentifikasi perilaku umum yang akan dijadikan tujuan instruksional
umum. Sedangkan kegiatan mengidentifikasi
perilaku awal untuk mengidentifikasi perilaku khusus yang telah dikuasai
peserta didik. Hasil akhir dari kegiatan mengidentifikasi perilaku awal ini
akan dijadikan pedoman untuk menetapkan perilaku-perilaku khusus yang tidak
perlu diajarkan lagi dan perilaku-perilaku khusus yang masih harus diajarkan.
Dengan demikian hasil kegiatan tersebut dapat pula digunakan untuk menetapkan titik berangkat dalam
mengajar. (Suparman, 2012: 183)
Informasi yang diperoleh dari peserta didik, masyarakat, dan
pendidik tidak selalu sejalan. Pengetahuan dan keterampilan yang dirasakan
telah cukup dikuasai oleh peserta didik, adakalanya dinilai sebaliknya oleh
sumber informasi yang lain. Demikian pula pengetahuan atau keterampilan yang
dianggap tidak penting dan tidak relevan oleh peserta didik, mungkin dianggap
sebaliknya oleh pendidik. Dalam hal seperti itu pengembang instruksional yang
melakukan kegiatan identifikasi perilaku awal peserta didik menafsirkan data
dengan lebih hati-hati. Walaupun pada dasarnya pengembang instruksional harus
lebih memusatkan perhatian pada informasi yang diperoleh dari peserta didik,
data dari sumber lain tidak dapat diabaikan begitu saja. Untuk data yang sulit
ditafsirkan karena perbedaan pendapat berbagai pihak seperti yang digambarkan
tadi, perlu diadakan pendekatan seminar atau pertemuan kecil yang diikuti
berbagai pihak yang bersangkutan dan pengembang program agar dapat ditarik
kesimpulan yang lebih tepat.
2.3.2
Karakteristik Awal Peserta didik
Di samping mengidentifikasi perilaku
awal peserta didik, pengembang instruksional harus pula mengidentifikasi
karakteristik peserta didik yang berhubungan dengan keperluan pengembangan
instruksional. Minat peserta didik pada umumnya, misalnya pada olahraga, karena
sebagian besar peserta didik adalah penggemar olahraga, dapat dijadikan bahan
dalam memberi-kan contoh dalam rangka penjelasan materi pelajaran. Kemampuan peserta
didik yang kurang dalam membaca bahasa Inggris merupakan masukan pula bagi
pengembang instruksional untuk memilih bahan-bahan pelajaran yang tidak
berbahasa Inggris atau menerjemahkan-nya terlebih dahulu ke dalam bahasa
Indonesia.
Demikian pula bila peserta didik
senang dengan lelucon, pendesain instruksional sebaiknya mempertimbangkan
penggunaan lelucon dalam strategi instruksionalnya. Bila peserta didik sebagian
besar tidak mempunyai video di rumah, pedesain instruksional tidak dapat
membuat program video untuk dipelajari peserta didik di rumah. Informasi di
atas perlu dicari oleh pengembang instruksional sehingga ia dapat mengembangkan
sistem instruksional yang sesuai dengan karakteristik peserta didik tersebut.
Teknik yang dapat digunakan dalam
mengidentifikasi karakteristik awal peserta didik sama dengan teknik yang
digunakan dalam mengidentifikasi perilaku awal, yaitu kuesioner, interview, observasi, dan tes. Tujuan
untuk mengetahui karakteristik awal peserta didik adalah untuk mengukur apakah peserta
didik akan mampu mencapai tujuan belajarnya atau tidak; sampai dimana minat peserta
didik terhadap pelajaran yang akan dipelajari. Bila peserta didik mampu ,
hal-hal apa yang memperkuat, dan bila tidak mampu, hal-hal apa yang menjadi
penghambat. Hal-hal yang perlu diketahui dari peserta didik bukan hanya dilihat
faktor-faktor akademisnya, akan tetapi juga dilihat faktor-faktor sosialnya,
sebab kedua hal tersebut sangat mempengaruhi proses belajar peserta didik.
Informasi yang dikumpulkan terbatas
kepada karakteristik peserta didik yang ada manfaatnya dalam proses
pengembangan instruksional.
2.5
Manfaat Mengidentifikasi Perilaku dan Karakteristik Awal Peserta didik
Mengidentifikasi perilaku awal dan karakteristik peserta
didik dalam pengembangan program pembelajaran sangat perlu dilakukan, yaitu
untuk mengetahui kualitas perseorangan sehingga dapat dijadikan petunjuk dalam
mendeskripsikan strategi pengelolaan pembelajaran. Aspek-aspek yang diungkap
dalam kegiatan ini bisa berupa bakat, motivasi peserta didik, gaya belajar.
Kemampuan berfikir, minat, atau kemampuan awal.
Hasil kegiatan mengidentifikasi perilaku dan karakteristik
awal peserta didik akan merupakan salah satu dasar dalam mengembangkan sistem
instruksional yang sesuai untuk peserta didik. Dengan melaksanakan kegiatan
tersebut, masalah heterogen peserta didik dalam kelas dapat diatasi, setidak-tidaknya
banyak dikurangi.
3. Penutup
3.1
Simpulan
Mengidentifikasi perilaku dan
karakteristik awal peserta didik adalah pendekatan yang menerima peserta didik
apa adanya dan menyusun sistem pembelajaran atas dasar keadaan peserta didik
tersebut yang bertujuan untuk menentukan garis batas antara perilaku yang tidak
perlu diajarkan dan perilaku yang harus diajarkan kepada peserta didik.
Perilaku yang akan diajarkan ini kemudian dirumuskan dalam bentuk tujuan
instruksional khusus atau TIK itu.
Cara melaksanakan kegiatan ini adalah sebagai berikut:
a.
dilakukan di waktu awal sebelum menyusun instruksional
pengajaran;
b.
teknik yang digunakan dapat dengan tes, interview,
observasi, dan kuisioner;
c.
dapat dilakukan oleh pendidik mata pelajaran atau
orang-orang yang dianggap paham dengan kemampuan peserta didik.
Kegiatan ini memberi manfaat:
a.
untuk mengetahui kualitas perseorangan sehingga dapat
dijadikan petunjuk dalam mendeskripsikan strategi pengelolaan pembelajaran;
b.
hasil kegiatan mengidentifikasi perilaku dan karakteristik
awal peserta didik akan merupakan salah satu dasar dalam mengembangkan sistem
instruksional yang sesuai untuk peserta didik.
3.2
Saran
Pendidik dapat memahami pengetahuan
mengenai kegiatan mengidentifikasi perilaku dan karakteristik awal peserta
didik, serta dapat memanfaatkannya dalam menerapkan selaku seorang perencana/ perancang instruksional pengajaran
DAFTAR
RUJUKAN
Abdurrohim,
D. 2011. Melakukan Analisis Pembelajaran.
http://dudungabdu.wordpress.com/2011/12/09/2-melakukan-analisis-pembelajaran/. Diunduh
03 Februari 2014.
Alwisol. 2006. Psikologi Kepribadian. Malang: UMM.
Battistich, Victor. 2007. Character Education, Prevention, and Positif
Youth Development. Illinois: University of Missouri, St Louis.
Suparman, Atwi. 2012. Desain Instruksional Modern. Jakarta: Erlangga.
Syahidah,
I. 2012. Analisis Pembelajaran dan Identifikasi
Perilaku dan Karakteristik Siswa. http://syahidahidah81.blogspot.com/2012/01/analisis-pembelajaran-dan-identifikasi.html.
Diunduh 03
Februari 2014
Mohon izin untuk downlod
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus