Senin, 17 Maret 2014

Analisis Karakteristik Peserta Didik



1.        Pendahuluan
1.1    Latar Belakang
Keterampilan peserta didik yang ada di dalam kelas acap kali sangat heterogen. Sebagian peserta didik sudah banyak tahu, sebagian lagi belum tahu sama sekali tentang materi yang diajarkan di kelas. Bila pengajar mengikuti kelompok peserta didik yang pertama, kelompok yang kedua merasa ketinggalan kereta, yaitu tidak dapat menangkap pelajaran yang diberikan. Sebaliknya, bila pengajar mengikuti kelompok yang kedua, yaitu mulai dari bawah, kelompok pertama akan merasa tidak belajar apa-apa dan bosan. 
Untuk mengatasi hal ini, ada dua pendekatan yang dapat dipilih. Pertama, peserta didik menyesuaikan dengan materi pelajaran dan kedua, sebaiknya materi pelajaran disesuaikan dengan peserta didik (Suparman, 2012: 178).
Pendekatan pertama, peserta didik menyesuaikan dengan materi pelajaran, dapat dilakukan sebagai berikut.
1          Seleksi Penerimaan Peserta didik
a.         Pada saat pendaftaran peserta didik diwajibkan memiliki latar belakang pendidikan yang relevan dengan program pendidikan yang akan diambilnya;
b.         Setelah memenuhi syarat-syarat pendaftaran di atas, peserta didik mengikuti tes masuk dalam pengetahuan dan keterampilan yang sesuai dengan program pendidikan yang akan ditempuhnya.
Proses seleksi ini sering dilakukan oleh lembaga-lembaga pendidikan formal seperti sekolah dalam menyeleksi calon peserta didik untuk memasuki sekolah-sekolah menengah negeri yang ingin memilih calon peserta didik yang baik.
2          Tes dan Pengelompokan Peserta didik
Setelah melalui seleksi seperti dijelaskan dalam butir 1, masih ada kemungkinan pengajar menghadapi masalah heterogennya peserta didik yang mengambil mata pelajaran tertentu. Karena itu, perlu dilakukan tes sebelum mengikuti pelajaran untuk mengelompokkan peserta didik yang boleh mengikuti mata pelajaran tersebut. Selanjutnya atas dasar hasil tes setiap kelompok tersebut mengikuti tingkat pelajaran tertentu. Tes dan pengelompokan ini biasa dilakukan oleh lembaga-lembaga pengelola kursus bahasa Inggris.
3          Lulus Mata Pelajaran Prasyarat
Alternatif lain untuk butir 2 di atas adalah mengharuskan peserta didik lulus mata pelajaran yang mempunyai prasyarat. Dalam suatu program pendidikan seperti di sekolah menengah pertama terdapat sebagian kecil mata pelajaran yang seperti itu.
Pendekatan kedua, materi pelajaran disesuaikan dengan peserta didik. Pendekatan ini hampir tidak memerlukan seleksi penerimaan peserta didik. Pada dasarnya, siapa saja boleh masuk dan mengikuti pelajaran tersebut.  Peserta didik yang masih belum tahu sama sekali dapat mempelajari materi pelajaran tersebut dari bawah ini karena materi pelajaran memang disediakan dari tingkat itu. Peserta didik yang sudah banyak tahu dapat mulai dari tengah atau atasnya. Bahan pelajaran itu didesain untuk dapat menampung peserta didik dalam tingkat kemampuan awal manapun. Selanjutnya peserta didik dapat maju menurut kecepatan masing-masing, karena bahan tersebut didesain untuk hal tersebut. Walaupun pada dasarnya tidak perlu seleksi, bila mata pelajaran tersebut diberikan dalam rangka program pendidikan formal, seleksi penerimaan peserta didik tetap diadakan. Seleksi ini untuk menerima peserta didik yang dapat memenuhi syarat pendidikan secara formal, misalnya harus mempunyai ijazah SMTA untuk masuk universitas terbuka, atau ijazah SD untuk SMTP terbuka. Seleksi tersebut sangat longgar, karena materi pelajarannya didesain untuk menampung peserta didik yang heterogen. Pendekatan kedua ini belum bisa dilakukan dalam sistem pendidikan di luar pendidikan jarak jauh atau sistem pendidikan yang memberikan pelajaran secara klasikal.
Kedua pendekatan di atas bila dilakukan secara ekstrem, tidak ada yang sesuai untuk mengatasi masalah heterogennya peserta didik dalam sistem pendidikan biasa. Suparman (2012: 180) mengkombinasikan kedua pendekatan di atas, pendekatan ketiga ini mempunyai ciri sebagai berikut:
a.         menyeleksi penerimaan peserta didik atas dasar latar belakang pendidikan atau ijazah. seleksi ini biasanya lebih bersifat administratif.
b.        melaksanakan tes untuk mengetahui kemampuan dan karakteristik awal peserta didik. tes ini tidak digunakan sebagai alat menyeleksi peserta didik, tetapi untuk dijadikan dasar penyusunan bahan pelajaran.
c.         menyusun bahan instruksional yang sesuai dengan kemampuan dan karakteristik awal peserta didik.
d.        menggunakan sistem instruksional yang memungkinkan peserta didik maju menurut kecepatan dan kemampuan masing-masing.
e.         memberikan supervisi kepada peserta didik secara individual.
Dari uraian singkat tersebut diperoleh gambaran bahwa perilaku dan karakteristik awal peserta didik penting karena mempunyai implikasi terhadap penyusunan bahan belajar dan sistem instruksional.

1.2    Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas adapun masalah yang akan dirumuskan pada makalah ini yaitu:
1)        Apa hakikat mengidentifikasi perilaku awal dan karakteristik peserta didik?
2)        Bagaimana cara mengidentifikasi perilaku awal dan karakteristik peserta didik tersebut?
3)         Apa manfaat mengidentifikasi perilaku awal dan karakteristik peserta didik tersebut?

1.3    Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dalam penulisan makalah ini yaitu:
1)        Untuk mengetahui hakikat mengidentifikasi perilaku awal dan karakteristik peserta didik.
2)        Untuk mengetahui cara mengidentifikasi perilaku awal dan karakteristik peserta didik tersebut.
3)        Untuk mengetahui manfaat mengidentifikasi perilaku awal dan karakteristik peserta didik tersebut.

2.        Pembahasan
2.1    Definisi Karakter
Karakter (character) mengacu pada serangkaian sikap (attitudes), perilaku (behaviors), motivasi (motivasitions), dan keterampilan (skills). Karakter meliputi sikap seperti keinginan untuk melakukan hal yang terbaik, kapasitas intelektual seperti berpikir kritis dan alasan moral, perilaku jujur dan bertanggung jawab, mempertahankan prinsip-prinsip moral dalam situasi penuh ketidakadilan, kecakapan interpersonal dan emosional yang memungkinkan seseorang berinteraksi secara efektif dalam berbagai situasi, dan komitmen untuk berkontribusi dengan komunitas dan masyarakatnya. Karakteristik adalah realisasi perkembangan positif sebagai individu (intelektual social, emosional, dan etika). Individu yang berkarakter baik adalah seseorang yang berusaha melakukan hal yang terbaik (Battishtich, 2007: 7)
Karakter menurut Alwisol (2006: 8) diartikan sebagai gambaran tentang tingkah laku yang menonjolkan nilai benar-salah, baik-buruk, baik secara eksplisit maupun implisit. Karakter berbeda dengan kepribadian, karena pengertian kepribadian dibebaskan dari nilai. Meski demikian, baik kepribadian (personality) maupun karakter berwujud tingkah laku yang ditunjukkan ke lingkungan sosial. Keduanya relatif permanen serta menuntun, mengarahkan dan mengorganisasikan aktivitas individu.
Jadi istilah karakter berkenaan dengan personality (kepribadian) seseorang. Seseorang bisa disebut orang berkarakter (a person of character) apabila perilakunya sesuai dengan kaidah moral.

2.2    Definisi Peserta Didik
Secara etimologi peserta didik dalam bahasa arab disebut dengan Tilmidz jamaknya adalah Talamid, yang artinya adalah “murid”, maksudnya adalah “orang-orang yang mengingini pendidikan”. Dalam bahasa arab dikenal juga dengan istilah Thalib, jamaknya adalah Thullab, yang artinya adalah “mencari”, maksudnya adalah “orang-orang yang mencari ilmu”.
Menurut pasal 1 ayat 4 UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan dirinya melalui proses pendidikan pada jalur jenjang dan jenis pendidikan tertentu.
Hakikat peserta didik merupakan sesuatu yang beralasan. Dalam filsafat pendidikan Islam: Pendekatan historis, teoritis dan praktis menyebutkan beberapa diskripsi mengenai hakikat peserta didik sebagai berikut:
a.      Peserta didik bukan miniatur orang dewasa, tetapi ia memiliki dunianya sendiri. Hal ini perlu dipahami, agar perlakuan terhadap mereka dalam proses pendidikan tidak disamakan dengan pendidikan orang dewasa.
b.  Peserta didik adalah manusia yang memiliki perbedaan dalam tahap-tahap perkembangan dan pertumbuhannya. Pemahaman ini perlu diketahui agar aktivitas pendidikan Islam dapat disesuaikan dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan yang umumnya dialami peserta didik.
c.         Peserta didik adalah manusia yang memiliki kebutuhan yang harus dipenuhi, baik menyangkut kebutuhan jasmani maupun rohani. Diantara kebutuhan dasarnya adalah kebutuhan biologis, kasih sayang, rasa aman, harga diri dan aktualisasi diri. Hal ini perlu dipahami agar proses pendidikan dapat berjalan lancar.
d.  Peserta didik adalah makhluk Allah yang memiliki berbagai perbedaan individual (individual differentiations), baik yang disebabkan karena faktor bawaan maupun lingkungan tempat ia tinggal. Hal ini perlu dipahami agar proses pendidikan dilakukan dengan memerhatikan perbedaan-perbedaan tersebut tanpa harus mengorbankan salah satu pihak atau kelompok.
e.    Peserta didik merupakan makhluk yang terdiri dari dua unsur utama: jasmaniah dan rohaniah. Unsur jasmani berkaitan dengan daya fisik yang dikembangkan melalui proses pembiasaan dan latihan. Sementara unsur rohani berkaitan dengn daya akal dan daya rasa. Daya akal dapat dikembangkan melalui proses intelektualisme yang menekankan pada ilmu-ilmu rasional, dan daya rasa dapat dikembangkan melalui pendidikan ibadah dan akhlak. Pemahaman ini merupakan hal yang perlu agar proses pendidikan Islam memandang peserta didik secara utuh, yakni tidak mengutamakan salah satu daya saja, tapi semua daya dikembangkan dan diarahkan secara integral dan harmonis.
f.       Peserta didik adalah makhluk Allah yang telah dibekali berbagai potensi (fitrah) yang perlu dikembangkan secara terpadu. Fungsi penddikan dalam hal ini adalah membantu dan membimbing peserta didik agar dapat mengembangkan dan megarahkan potensi yang dimilikinya, sesuai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan, tanpa harus mengabaikan fungsi-fungsi kemanusiannya.

2.3    Hakikat Mengidentifikasi Perilaku dan Karakteristik Awal Peserta didik
Kegiatan menganalisis perilaku dan karakteristik awal peserta didik dalam pengembangan pembelajaran merupakan pendekatan yang menerima peserta didik apa adanya dan menyusun sistem pembelajaran atas dasar keadaan peserta didik tersebut. Karena itu, kegiatan menganalisis perilaku dan karakteristik awal peserta didik merupakan proses untuk mengetahui perilaku yang dikuasai peserta didik sebelum mengikuti proses pembelajaran, bukan untuk menentukan perilaku prasyarat dalam rangka menyeleksi peserta didik sebelum mengikuti pelatihan. Konsekuensi dari digunakannya cara ini adalah: titik mulai suatu kegiatan pembelajaran tergantung kepada perilaku awal peserta didik. Jadi, mengidentifikasi perilaku dan karakteristik awal peserta didik adalah bertujuan untuk menentukan garis batas antara perilaku yang tidak perlu diajarkan dan perilaku yang harus diajarkan kepada peserta didik. Perilaku yang akan diajarkan ini kemudian dirumuskan dalam bentuk tujuan instruksional khusus atau TIK itu.
Karakteristik peserta didik merupakan salah satu variabel dari kondisi pengajaran. Variabel ini didefinisikan sebagai aspek-aspek atau kualitas perseorangan peserta didik. Aspek-aspek ini bisa berupa bakat, minat, sikap, motivasi peserta didik, gaya belajar, kemampuan berpikir dan kemampuan awal (hasil belajar) yang telah dimilikinya. Karakteristik peserta didik akan amat berpengaruh dalam pemilihan strategi pengelolaan, yang berkaitan dengan bagaimana menata pengajaran, khususnya komponen-komponen strategi pengajaran, agar sesuai dengan karakteristik perseorangan peserta didik. Untuk melakukan kegiatan indentifikasi perilaku dan karakteristik awal peserta didik, maka kita harus mengetahui sumber yang dapat memberikan informasi kepada pendesain instruksional yang antara lain adalah:
1)        peserta didik atau calon peserta didik.
2)        orang yang mengetahui kondisi peserta didik seperti pendidik atau atasannya.
3)        pengelola program pendidikan yang biasa mengajarkan mata pelajaran.
Berawal dari informasi-informasi tersebut, maka tingkat kemampuan populasi sasaran dalam perilaku-perilaku khusus yang diperoleh dari analisis instruksional, itu perlu diidentifikasi agar pengembang instruksional dapat menentukan mana perilaku khusus yang sudah dikuasai peserta didik untuk diajarkan. Dengan demikian pengembang instruksional dapat menentukan pembelajaran yang akan dilakukan yang relevan dan sesuai bagi peserta didik misalnya:
1)        Latar belakang pendidikan dan pengalaman sebelumnya mengandung kompetensi yang telah dikuasainya.
2)        Motivasi belajar yang mengandung pengertian dorongan dan semangat serta rasa ingin tahu yang dimiliki untuk mempelajari bahan pembelajaran tesebut, akan memudahkannya dalam proses pembelajaran.
3)        Akses terhadap sumber belajar yang relevan dengan materi yang sedang dipelajari.
4)        Kebiasaaan belajar melalui pembelajaran tatap muka atau mandiri.
5)        Domisili tempat tinggal yang diukur dengan jarak tempuh ke pusat kegiatan belajar atau lembaga penyelenggara pendidikan.
6)        Aksesnya terhadap saluran komunikasi dan media pembelajaran untuk digunakan dalam pembelajaran.
7)        Kebiasaan dan disiplin dalam mengatur waktu belajar secara teratur.
8)        Kebiasaan belajar secara sistematik.
9)        Kebiasaan belajar sambil berpikir untuk menerapkan hasilnya dalam kehidupan atau pekerjaan.

2.4    Cara Mengidentifikasi Perilaku dan Karakteristik Awal Peserta didik
2.3.1        Perilaku Awal Peserta didik
Identifikasi perilaku peserta didik dilakukan dengan memberikan pree-testing yakni tes awal yang dilakukan sebelum dimulai pembelajaran, yang dimaksudkan untuk menguji entry-behavior (kemampuan awal) peserta didik berkenaan dengan tujuan pembelajaran tertentu yang harus dikuasai peserta didik. Identifikasi perilaku dan karakteristik awal peserta didik juga dilakukan berkenaan dengan program pembelajaran sebuah mata pelajaran atau sebuah lembaga pendidikan tertentu. (Syahidah, 2012: 1)
Untuk mengungkap kemampuan awal, dapat dilakukan dengan pemberian tes dari tingkat bawah atau tes yang berkaitan dengan materi ajar sesuai dengan panduan kurikulum. Sedangkan minat, motivasi, kemampuan berfikir, gaya belajar dan lain-lainnya dapat dilakukan dengan bantuan tes baku yang telah dirancang oleh para ahli. (Abdurrohim, 2011: 2)
Siapa kelompok sasaran, populasi sasaran, atau sasaran didik kegiatan instruksional itu? Istilah itu digunakan untuk menanyakan dua hal tentang perilaku peserta didik: Pertama, menanyakan peserta didik yang mana atau peserta didik sekolah apa. Kedua, menanyakan sejauh mana pengetahuan dan keterampilan yang telah mereka miliki sehingga dapat mengikuti pelajaran tersebut.
Pertanyaaan di atas sangat penting dijawab oleh pengembang instruksional sehingga sejak permulaan kegiatan instruksional telah dapat disesuaikan dengan peserta didik yang akan mengikutinya. Jawaban itu merupakan pula suatu batasan bagi peserta didik yang bermaksud mengikuti pelajaran tersebut, sehingga bila mempunyai  perilaku awal tersebut, peserta didik  sebaiknya tidak mengikuti pelajaran tersebut.
Suparman (2012: 181) menjelaskan populasi sasaran dirumuskan secara spesifik seperti contoh di bawah ini:
a.         mata pelajaran ini disediakan bagi peserta didik yang memenuhi syarat sebagai berikut:
1)        pendaftaran pada sekolah ini pada tahun ajaran atau semester ini;
2)        setelah lulus mata pelajaran A.
b.        Pelajaran ini disusun bagi peserta didik kelas XI SMA yang mempunyai minat dalam kelompok bidang studi A1 (IPA kalau sekarang).
c.         Kursus ini disediakan bagi karyawan pemerintah atau perusahaan swasta yang memenuhi syarat sebagai berikut:
1)        mempunyai ijazah minimal sarjana muda dalam bidang x atau setaraf;
2)        telah pernah mengikuti dan lulus dalam kursus y;
3)        menguasai bahasa Inggris minimal secara pasif untuk membaca dan mendengarkan kuliah dalam bahasa Inggris.
Perumusan populasi sasaran seperti contoh tersebut di atas memang dapat membantu kelancaran penyelenggaraan kegiatan instruksional. Perumusan populasi ini biasanya diterapkan oleh lembaga pendidikan yang menyelenggarakan program pendidikan. Tetapi seorang pengembang instruksional masih perlu mencari informasi lebih jauh tentang kemampuan populasi sasaran yang dimaksud dalam menguasai setiap perilaku khusus yang telah dirumuskan dalam analisis instruksional. Anda masih ingat bukan? Perilaku-perilaku khusus itu tersusun secara hierarkikal, prosedural, pengelompokan, atau kombinasi kegiatannya atau dua di antaranya tingkat kemampuan populasi sasaran dalam perilaku-perilaku khusus itu perlu diidentifikasi agar pengembang instruksional dapat menentukan mana perilaku khusus yang sudah dikuasai peserta didik sehingga perlu diajarkan kembali, dan mana yang belum dikuasai peserta didik untuk diajarkan. Dengan demikian, pengembang instruksional dapat pula menentukan titik berangkat yang sesuai bagi peserta didik (Suparman, 2012: 181)
Suparman (2012: 182) menyebutkan ada tiga macam sumber yang dapat memberikan informasi kepada pendesain instruksional, yaitu:
1)        peserta didik atau calon peserta didik; 
2)        orang yang mengetahui kemampuan peserta didik atau calon peserta didik dari dekat seperti pendidik atau atasannya;   
3)        pengelola program pendidikan yang biasa mengajar mata pelajaran tersebut.
Teknik yang digunakan dalam mengidentifikasi kebutuhan instruksional yaitu kuisioner, interview dan observasi, serta tes. Teknik tersebut dapat pula digunakan untuk mengidentifikasi perilaku awal peserta didik. Subjek yang memberikan informasi diminta untuk mengidentifikasi seberapa jauh tingkat penguasaan peserta didik atau calon peserta didik dalam setiap perilaku khusus melalui skala penilaian (rating scales).
Teknik yang dapat menghasilkan data yang lebih keras adalah tes penampilan peserta didik dan observasi terhadap pelaksanaan pekerjaan peserta didik serta tes tertulis untuk mengetahui tingkat pengetahuan peserta didik. Tetapi, bila tes seperti itu tidak tepat dilakukan karena dirasakan kurang etis, kesulitan teknik pelaksanaan, atau tidak mungkin dilakukan karena sebab yang lain, penggunaan skala penilaian cukup memadai. Skala penilaian tersebut diisi oleh orang-orang yang tahu secara dekat terhadap kemampuan peserta didik dan diisi oleh peserta didik sebagai self-report
Berdasarkan masukan ini, dapat ditetapkan. Titik berangkat atau permulaaan perjalanan yang harus diberikan pada peserta didik. Titik itu adalah perilaku khusus di atas garis batas yang telah dikuasi peserta didik atau calon peserta didik.
Apa beda kegiatan ini dengan proses mengidentifikasi kebutuhan instruksional? Pertama, kebutuhan instruksional untuk mengidentifikasi benar tidaknya masalah yang dihadapi harus diselesaikan dengan menyelenggarakan kegiatan instruksional. Sedangkan mengidentifikasi perilaku awal tidak berhubungan dengan masalah tersebut. Kedua, kebutuhan intruksional untuk mengidentifikasi perilaku umum yang akan dijadikan tujuan instruksional umum. Sedangkan kegiatan mengidentifikasi  perilaku awal untuk mengidentifikasi perilaku khusus yang telah dikuasai peserta didik. Hasil akhir dari kegiatan mengidentifikasi perilaku awal ini akan dijadikan pedoman untuk menetapkan perilaku-perilaku khusus yang tidak perlu diajarkan lagi dan perilaku-perilaku khusus yang masih harus diajarkan. Dengan demikian hasil kegiatan tersebut dapat pula digunakan  untuk menetapkan titik berangkat dalam mengajar. (Suparman, 2012: 183)
Informasi yang diperoleh dari peserta didik, masyarakat, dan pendidik tidak selalu sejalan. Pengetahuan dan keterampilan yang dirasakan telah cukup dikuasai oleh peserta didik, adakalanya dinilai sebaliknya oleh sumber informasi yang lain. Demikian pula pengetahuan atau keterampilan yang dianggap tidak penting dan tidak relevan oleh peserta didik, mungkin dianggap sebaliknya oleh pendidik. Dalam hal seperti itu pengembang instruksional yang melakukan kegiatan identifikasi perilaku awal peserta didik menafsirkan data dengan lebih hati-hati. Walaupun pada dasarnya pengembang instruksional harus lebih memusatkan perhatian pada informasi yang diperoleh dari peserta didik, data dari sumber lain tidak dapat diabaikan begitu saja. Untuk data yang sulit ditafsirkan karena perbedaan pendapat berbagai pihak seperti yang digambarkan tadi, perlu diadakan pendekatan seminar atau pertemuan kecil yang diikuti berbagai pihak yang bersangkutan dan pengembang program agar dapat ditarik kesimpulan yang lebih tepat.

2.3.2        Karakteristik Awal Peserta didik
Di samping mengidentifikasi perilaku awal peserta didik, pengembang instruksional harus pula mengidentifikasi karakteristik peserta didik yang berhubungan dengan keperluan pengembangan instruksional. Minat peserta didik pada umumnya, misalnya pada olahraga, karena sebagian besar peserta didik adalah penggemar olahraga, dapat dijadikan bahan dalam memberi-kan contoh dalam rangka penjelasan materi pelajaran. Kemampuan peserta didik yang kurang dalam membaca bahasa Inggris merupakan masukan pula bagi pengembang instruksional untuk memilih bahan-bahan pelajaran yang tidak berbahasa Inggris atau menerjemahkan-nya terlebih dahulu ke dalam bahasa Indonesia.
Demikian pula bila peserta didik senang dengan lelucon, pendesain instruksional sebaiknya mempertimbangkan penggunaan lelucon dalam strategi instruksionalnya. Bila peserta didik sebagian besar tidak mempunyai video di rumah, pedesain instruksional tidak dapat membuat program video untuk dipelajari peserta didik di rumah. Informasi di atas perlu dicari oleh pengembang instruksional sehingga ia dapat mengembangkan sistem instruksional yang sesuai dengan karakteristik peserta didik tersebut.
Teknik yang dapat digunakan dalam mengidentifikasi karakteristik awal peserta didik sama dengan teknik yang digunakan dalam mengidentifikasi perilaku awal, yaitu kuesioner, interview, observasi, dan tes. Tujuan untuk mengetahui karakteristik awal peserta didik adalah untuk mengukur apakah peserta didik akan mampu mencapai tujuan belajarnya atau tidak; sampai dimana minat peserta didik terhadap pelajaran yang akan dipelajari. Bila peserta didik mampu , hal-hal apa yang memperkuat, dan bila tidak mampu, hal-hal apa yang menjadi penghambat. Hal-hal yang perlu diketahui dari peserta didik bukan hanya dilihat faktor-faktor akademisnya, akan tetapi juga dilihat faktor-faktor sosialnya, sebab kedua hal tersebut sangat mempengaruhi proses belajar peserta didik.
Informasi yang dikumpulkan terbatas kepada karakteristik peserta didik yang ada manfaatnya dalam proses pengembangan instruksional.

2.5    Manfaat Mengidentifikasi Perilaku dan Karakteristik Awal Peserta didik
Mengidentifikasi perilaku awal dan karakteristik peserta didik dalam pengembangan program pembelajaran sangat perlu dilakukan, yaitu untuk mengetahui kualitas perseorangan sehingga dapat dijadikan petunjuk dalam mendeskripsikan strategi pengelolaan pembelajaran. Aspek-aspek yang diungkap dalam kegiatan ini bisa berupa bakat, motivasi peserta didik, gaya belajar. Kemampuan berfikir, minat, atau kemampuan awal.
Hasil kegiatan mengidentifikasi perilaku dan karakteristik awal peserta didik akan merupakan salah satu dasar dalam mengembangkan sistem instruksional yang sesuai untuk peserta didik. Dengan melaksanakan kegiatan tersebut, masalah heterogen peserta didik dalam kelas dapat diatasi, setidak-tidaknya banyak dikurangi.

3.    Penutup
3.1    Simpulan
Mengidentifikasi perilaku dan karakteristik awal peserta didik adalah pendekatan yang menerima peserta didik apa adanya dan menyusun sistem pembelajaran atas dasar keadaan peserta didik tersebut yang bertujuan untuk menentukan garis batas antara perilaku yang tidak perlu diajarkan dan perilaku yang harus diajarkan kepada peserta didik. Perilaku yang akan diajarkan ini kemudian dirumuskan dalam bentuk tujuan instruksional khusus atau TIK itu.
Cara melaksanakan kegiatan ini adalah sebagai berikut:
a.         dilakukan di waktu awal sebelum menyusun instruksional pengajaran;
b.        teknik yang digunakan dapat dengan tes, interview, observasi, dan kuisioner;
c.         dapat dilakukan oleh pendidik mata pelajaran atau orang-orang yang dianggap paham dengan kemampuan peserta didik.
Kegiatan ini memberi manfaat:
a.         untuk mengetahui kualitas perseorangan sehingga dapat dijadikan petunjuk dalam mendeskripsikan strategi pengelolaan pembelajaran;
b.        hasil kegiatan mengidentifikasi perilaku dan karakteristik awal peserta didik akan merupakan salah satu dasar dalam mengembangkan sistem instruksional yang sesuai untuk peserta didik.


3.2    Saran
Pendidik dapat memahami pengetahuan mengenai kegiatan mengidentifikasi perilaku dan karakteristik awal peserta didik, serta dapat memanfaatkannya dalam menerapkan selaku seorang perencana/ perancang instruksional pengajaran

DAFTAR RUJUKAN

Abdurrohim, D. 2011. Melakukan Analisis Pembelajaran. http://dudungabdu.wordpress.com/2011/12/09/2-melakukan-analisis-pembelajaran/. Diunduh 03 Februari 2014.

Alwisol. 2006. Psikologi Kepribadian. Malang: UMM.

Battistich, Victor. 2007. Character Education, Prevention, and Positif Youth Development.   Illinois: University of Missouri, St Louis.

Suparman, Atwi. 2012. Desain Instruksional Modern. Jakarta: Erlangga.

Syahidah, I. 2012. Analisis Pembelajaran dan Identifikasi Perilaku dan Karakteristik Siswa. http://syahidahidah81.blogspot.com/2012/01/analisis-pembelajaran-dan-identifikasi.html. Diunduh 03 Februari 2014


2 komentar: