Soal
1.
Agar pengetahuan menjadi ilmu (pengetahuan ilmiah)
diperlukan adanya sarana ilmiah (sarana pengembang ilmu) dan menggunakan metode
ilmiah. Jelaskan apa yang dimaksud dengan sarana ilmiah dan bagaimana peran
sarana ilmiah tersebut dalam berfikir ilmiah menggunakan metode ilmiah?
Jawaban:
Kegiatan berfikir kita lakukan dalam
keseharian dan kegiatan ilmiah. Berpikir merupakan upaya manusia dalam
memecahkan masalah. Berfikir ilmiah merupakan berfikir dengan langkah-langkah
metode ilmiah seperti perumusan masalah, pengajuan hipotesis, pengkajian
literatur, menjugi hipotesis, menarik kesimpulan. Kesemua langkah-langkah
berfikir dengan metode ilmiah tersebut harus didukung dengan alat/sarana yang
baik sehingga diharapkan hasil dari berfikir ilmiah yang kita lakukan
mendapatkan hasil yang baik. Sarana ilmiah pada dasarnya merupakan alat
membantu kegiatan ilmiah dalam berbagai langkah yang harus ditempuh. Tujuan
mempelajari sarana ilmiah adalah untuk memungkinkan kita melakukan penelaahan
ilmiah secara baik, sedangkan tujuan mempelajari ilmu dimaksudkan untuk
mendapatkan pengehahuan yang memungkinkan untuk bisa memecahkan masalah
sehari-hari. Ditinjau dari pola berfikirnya, maka maka ilmu merupakan gabungan
antara pola berfikir deduktif dan berfikir induktif, untuk itu maka penalaran
ilmiah menyadarkan diri kepada proses logika deduktif dan logika induktif
.Penalaran ilmiah mengharuskan kita menguasai metode penelitian ilmiah yang
pada hakekatnya merupakan pengumpulan fakta untuk mendukung atau menolak
hipotesis yang diajukan. Kemampuan berfikir ilmiah yang baik harus didukung
oleh penguasaan sarana berfikir ini dengan baik pula. Salah satu langkah kearah
penguasaan itu adalah mengetahui dengan benar peranan masing-masing sarana
berfikir tersebut dalam keseluruhan berfikir ilmiah tersebut. Untuk dapat
melakukan kegiatan ilmiah dengan baik, maka diperlukan sarana yang berupa bahasa, logika, matematika dan statistik.
Suriasumantri (1990: 165) Mengemukakan sarana ilmiah
pada dasarnya merupakan alat yang membantu kegiatan ilmiah dalam berbagai
langkah yang harus ditempuh.
Berfikir
ilmiah adalah berfikir yang logis dan empiris. Logis adalah masuk akal,
dan empiris adalah dibahas secara
mendalam berdasarkan fakta yang dapat dipertanggung jawabkan, selain itu menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan,
memutuskan, dan mengembangkan. Berpikir merupakan sebuah proses yang membuahkan
pengetahuan. Proses ini merupakan serangkaian gerak pemikiran dalam mengikuti
jalan pemikiran tertentu yang akhirnya sampai pada sebuah kesimpulan yang
berupa pengetahuan. Berpikir ilmiah adalah kegiatan akal yang menggabungkan
induksi dan deduksi. Induksi adalah cara berpikir yang di dalamnya kesimpulan
yang bersifat umum ditarik dari pernyataan-pernyataan atau kasus-kasus yang
bersifat khusus, sedangkan, deduksi ialah cara berpikir yang di dalamnya
kesimpulan yang bersifat khusus ditarik dari pernyataan-pernyataan yang bersifat
umum.
Sarana berfikir ilmiah merupakan alat yang membantu
kegiatan ilmiah dalam berbagai langkah yang harus ditempuh tanpa penguasaan
sarana berpikir ilmiah kita tidak akan dapat melaksanakan kegiatan berpikir
ilmiah yang baik. Mempunyai metode tersendiri yang berbeda dengan metode ilmiah
dalam mendapatkan pengetahuannya sebab fungsi sarana berpikir ilmiah adalah
membantu proses metode ilmiah.
PERAN BAHASA DALAM SARANA BERFIKIR ILMIAH
Bahasa merupakan alat komunikasi verbal
yang dipakai dalam seluruh proses berpikir ilmiah. Definisi bahasa menurut
Jujun S. Suriasumantri menyebut bahasa sebagai serangkaian bunyi dan lambang
yang membentuk makna. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, diterangkan
bahwa bahasa ialah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang dipergunakan oleh
para anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan
mengidentifikasikan diri. Jadi bahasa menekankan pada bunyi, lambang,
sistematika, komunikasi.
Adapun ciri-ciri bahasa di antaranya yaitu:
1.
Sistematis artinya memiliki pola dan aturan.
2.
Arbitrer (manasuka) artinya kata sebagai simbol berhubungan
secara tidak logis dengan apa yang disimbolkannya.
3.
Ucapan/vokal. Bahasa berupa bunyi
4.
Sebagai symbol yang mengaju pada objeknya dan lain
sebagainya.
Kelemahan bahasa dalam menghambat
komunikasi ilmiah yaitu:
Bahasa mempunyai multifungsi (ekspresif, konatif, representasional, informatif, deskriptif, simbolik, emotif, afektif) yang dalam praktiknya sukar untuk dipisah-pisahkan. Akibatnya, ilmuwan sukar untuk membuang faktor emotif dan afektifnya ketika mengomunikasikan pengetahuan informatifnya.
Bahasa mempunyai multifungsi (ekspresif, konatif, representasional, informatif, deskriptif, simbolik, emotif, afektif) yang dalam praktiknya sukar untuk dipisah-pisahkan. Akibatnya, ilmuwan sukar untuk membuang faktor emotif dan afektifnya ketika mengomunikasikan pengetahuan informatifnya.
Keunikan manusia bukanlah terletak pada
kemampuannya berfikir melainkan terletak pada kemampuannya berbahasa. Oleh karena
itu, Ernest menyebut manusia sebagai Animal
Symbolycum, yaitu makhluk yang mempergunakan symbol. Bahasa Sebagai sarana
komunikasi maka segala yang berkaitan dengan komunikasi tidak terlepas
dari bahasa, seperti berfikir sistematis dalam menggapai ilmu dan pengetahuan.
Dengan kata lain, tanpa mempunyai kemampuan berbahasa, seseorang tidak dapat
melakukan kegiatan berfikir sebagai secara sistematis dan teratur. Dengan
kemampuan kebahasaan akan terbentang luas cakrawala berfikir seseorang dan
tiada batas dunia. Yang dimaksud bahasa disini ialah bahasa ilmiah yang
merupakan sarana komunikasi ilmiah yang ditujukan untuk menyampaikan informasi
yang berupa pengetahuan, syarat-syarat bebas dari unsur emotif, reproduktif, obyektif dan eksplisit.
Bahasa memegang peran penting dan suatu
hal yang lazim dalam kehidupan manusia. Kelaziman tersebut membuat manusia
jarang memperhatiakan bahasa dan menggapnya sebagai suatu hal yang bisa,
seperti bernafas dan berjalan. Padahal bahasa mempunyai pengaruh-pengaruh yang
luar biasa dan termasuk yang membedakan manusia dari ciptaan lainnya. Banyak
ahli bahasa yang telah memberikan uraiannya tentang pengertiannya tentang
pegertian bahasa. Pernyataan tersebut tentunya berbeda-beda cara
menyampikannya. Seperti pendapat Bloch and Trager mengatakan bahwa : a
language is a system of arbitrary vocal symbols by means of which asocial group
cooperates (bahasa adalah suatu sistem simbol-simbol bunyi yang
arbitrer yang dipergunakan oleh suatu kelompok sosial sebagai alat untuk komunikasi).
Peran bahasa disini adalah sebagai alat komunikasi untuk menyampaikan jalan
pikiran seluruh proses berpikir ilmiah dan sebagai sarana komunikasi antar
manusia tanpa bahasa tiada komunikasi.
Adapun ciri-ciri bahasa ilmiah yaitu:
1.
Informatif yang berarti bahwa bahasa ilmiah mengungkapan
informasi atau pengetahuan. Informasi atau pengetahuan ini dinyatakan secara
eksplisit dan jelas untuk menghindari kesalah pahaman Informasi.
2.
Reproduktif adalah bahwa pembicara atau penulis menyampaikan
informasi yang sama dengan informasi yang diterima oleh pendengar atau
pembacanya.
3.
Intersubjektif, yaitu ungkapan-ungkapan yang dipakai
mengandung makna-makna yang sama bagi para pemakainya
4.
Antiseptik berarti bahwa bahasa ilmiah itu objektif dan
tidak memuat unsur emotif, kendatipun pada kenyataannya unsur emotif ini sulit
dilepaskan dari unsur informatif.
Bahasa ilmiah berfungsi sebagai
alat komunikasi untuk menyampaikan jalan pikiran seluruh proses berpikir
ilmiah. Yang dimaksud bahasa disini ialah bahasa ilmiah yang merupakan sarana
komunikasi ilmiah yang ditujukan untuk menyampaikan informasi yang berupa
pengetahuan dengan syarat-syarat: Bebas dari unsur emotif, Reproduktif,
Obyektif, Eksplisit.
Bahasa pada hakikatnya mempunyai dua fungsi utama
yakni,
1.
Sebagai sarana komunikasi antar manusia.
2.
Sebagai sarana budaya yang mempersatukan kelompok manusia
yang mempergunakan bahasa tersebut.
Bahasa adalah unsur yang berpadu dengan
unsur-unsur lain di dalam jaringan kebudayaan. Pada waktu yang sama bahasa
merupakan sarana pengungkapan nilai-nilai budaya, pikiran, dan nilai-nilai
kehidupan kemasyarakatan. Oleh karena itu, kebijaksanaan nasional yang tegas di
dalam bidang kebahasaan harus merupakan bagian yang integral dari
kebijaksanaan nasional yang tegas di dalam bidang kebudayaan. Perkembangan
kebudayaan Indonesia ke arah peradaban modern sejalan dengan kemajuan dan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut adanya perkembangan cara
berpikir yang ditandai oleh kecermatan, ketepatan, dan kesanggupan menyatakan
isi pikiran secara eksplisit.
Berpikir dan mengungkapkan isi pikiran
ini harus dipenuhi oleh bahasa Indonesia sebagai sarana komunikasi dan sebagai
sarana berpikir ilmiah dalam hubungan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi serta modernisasi masyarakat Indonesia. Selain itu, mutu dan
kemampuan bahasa Indonesia sebagai sarana komunikasi keagamaan perlu pula
ditingkatkan. Bahasa Indonesia harus dibina dan dikembangkan
sedemikian rupa sehingga ia memiliki kesanggupan menyatakan dengan tegas,
jelas, dan eksplisit konsep-konsep yang rumit dan abstrak.
Para ahli filsafat bahasa dan
psikolinguitik melihat fungsi bahasa sebagai sarana untuk menyampaikan
pikiran, perasaan, dan emosi. Sedangkan aliran sisiolinguistik
berpendapat bahwa fungsi bahasa adalah sarana untuk perubahan masyarakat.
Walaupun terdapat perbedaan tetapi pendapat ini saling melengkapi satu sama
lainnya. Secara umum dapat dinyatakan bahwa fungsi bahasa adalah :
1.
Koordinator kegiatan-kegiatan dalam masyarakat.
2.
Penetapan pemikiran dan pengungkapan.
3.
Penyampaian pikiran dan perasaan
4.
Penyenangan jiwa
5.
Pengurangan kegonjangan jiwa
Kneller mengemukakan 3 fungsi bahasa yaitu:
1.
Simbolik menonjol dalam komunikasi ilmiah.
2.
Emotif menonjol dalam komunikasi estetik.
3.
Afektif (George F. Kneller dalam jujun, 1990, 175).
Komunikasi dengan mempergunakan bahasa
akan mengandung unsur simbolik dan emotif, artinya, kalau kita berbicara maka
pada hakikatnya informasi yang kita sampaikan mengandung unsur-unsur emotif,
demikian juga kalau kita menyampaikan perasaan maka ekspresi itu mengandung
unsur-unsur informatife. Menurut Jujun S. Suriasumantri, 1990, 175, dalam
komunikasi ilmiah proses komunikasi itu harus terbebas dari unsur emotif,
agar pesan itu reproduktif, artinya identik dengan pesan yang dikirimkan.
Menurut Halliday sebagaimana yang
dikutip oleh Thaimah bahwa fungsi bahasa adalah sebagai berikut:
1.
Instrumental yaitu: penggunaan bahasa untuk mencapai
suatu hal yang bersifat materi seperti makan, minum, dan sebagainya.
2.
Fungsi Regulatoris yaitu: penggunaan bahasa untuk memerintah
dan perbaikan tingkah laku.
3.
Fungsi Interaksional yaitu: penggunaan bahasa untuk saling
mencurahkan perasaan pemikiran antara seseorang dan orang lain.
4.
Fungsi Personal yaitu: seseorang menggunakan bahasa untuk
mencurahkan perasaan dan pikiran.
5.
Fungsi Heuristik yaitu : penggunaan bahasa untuk
mengungkap tabir fenomena dan keinginan untuk mempelajarinya.
6.
Fungsi Imajinatif yaitu: penggunaan bahasa untuk
mengungkapkan imajinasi seseorang dan gambaran-gambaran tentang discovery
seseorang dan tidak sesuai dengan realita (dunia nyata).
7.
Fungsi Representasional yaitu: penggunaan bahasa untuk
menggambarkan pemikiran dan wawasan.
8.
Untuk menelaah bahasa ilmiah perlu dijelaskan tentang
pengolongan bahasa.
Ada dua pengolongan bahasa yang umumnya dibedakan yaitu :
1.
Bahasa alamiah yaitu bahasa sehari-hari yang digunakan untuk
menyatakan sesuatu, yang tumbuh atas pengaruh alam sekelilingnya. Bahasa
alamiah dibagi menjadi dua yaitu: bahasa isyarat dan bahasa biasa.
2.
Bahasa buatan adalah bahasa yang disusun sedemikian rupa
berdasarkan pertimbangan-pertimbangan akar pikiran untuk maksud tertentu.
Bahasa buatan dibedakan menjadi dua bagian yaitu: bahasa istilah dan bahasa
antifisial atau bahasa simbolik.
Perbedaan bahasa alamiah dan bahasa buatan adalah sebagai
berikut:
- Bahasa alamiah antara kata dan makna merupakan satu kesatuan utuh, atas dasar kebiasaan sehari-hari, karena bahasanya secara spontan, bersifat kebiasaan, intuitif (bisikan hati) dan pernyataan langsung.
- Bahasa buatan antara istilah dan konsep merupakan satu kesatuan bersifat relatif, atas dasar pemikiran akal karena bahasanya berdasarkan pemikiran, sekehendak hati, diskursif (logika, luas arti) dan pernyataan tidak langsung.
Dari uraian diatas tentang bahasa,
bahasa buatan inilah yang dimaksudkan bahasa ilmiah. Dengan demikian bahasa ilmiah
dapat dirumuskan, bahasa buatan yang diciptakan para ahli dalam bidangnya
dengan mengunakan istilah-istilah atau lambang-lambang untuk mewakili
pengertian-pengertian tertentu. Dan bahasa ilmiah inilah pada dasarnya
merupakan kalimat-kalimat deklaratif atau suatu pernyataan yang dapat dinilai
benar atau salah, baik mengunakan bahasa biasa sebagai bahasa pengantar
untuk mengkomunikasikan karya ilmiah.
PERAN LOGIKA DALAM BERFIKIR ILMIAH
Logika atau
kebenaran akal/rasional terdiri dari berfikir dan bernalar. Berfikir adalah
proses akal dalam mencari jawaban atas pertanyaan. Sedangkan bernalar merupakan
suatu proses berfikir yang menggunakan kaidah/logika/rumus tertentu dan tidak
menggunakan intuisi/kata hati sehingga membuahkan pengetahuan agar pengetahuan
yang dihasilkan penalaran itu mempunyai dasar kebenaran maka proses berfikir itu harus dilakukan
suatu cara tertentu. Suatu penarikan kesimpulan ini disebut logika, dimana
logika secara luas dapat didefinisikan sebagai pengkajian untuk berfikir secara
sahih (valid) dan ditarik kesimpulan (Suryasumantri, 1990:46).
Dalam bernalar manusia melakukan proses berpikir untuk
berusaha tiba pada pernyataan baru yang merupakan kelanjutan runtut dari
pernyataan lain yang telah diketahui. Pernyataan yang telah diketahui disebut
pangkal piker (premise), sedang
pernyataan baru yang diturunkan dinamakan simpulan (conclusion). Cara penarikan simpulan yang sahih (valid) sesuai dengan cara tertentu
disebut logika.
Cara penarikan simpulan dibedakan menjadi dua jenis, yakni:
a.
Logika
Induktif
b.
Logika
Deduktif.
PERAN MATEMATIKA DALAM BERFIKIR ILMIAH
Untuk melakuakan kegiatan ilmiah secara
lebih baik diperlukan sarana berfikir salah satunya adalah Matematika. Sarana
tersebut memungkinkan dilakukannya penelahaan ilmiah secara teratur dan cermat.
Penguasaan secara berfikir ini ada dasarnya merupakan alat yang membantu
kegiatan ilmiah dalam berbagai langkah yang harus ditempuh. Matematika
adalah bahasa yang melambaikan serangkaian makna dari pernyataan yang ingin
kita sampaikan. Lambang-lambang matematika bersifat artificial yang baru
mempunyai arti setelah sebuah makna diberikan kepadanya. Tanpa itu maka
matematika hanya merupakan kumpulan rumus-rumus yang mati.
Matematika merupakan salah satu puncak
kegemilangan intelektual. Disamping pengetahuan mengenai matematika itu
sendiri, matematika juga memberikan bahasa, proses dan teori yang memberikan
ilmu suatu bentuk kekuasaan. Fungsi matematika menjadi sangat penting dalam
perkembangan macam-macam ilmu pengetahuan. Matematika dalam perkembangannya
memberikan masukan-masukan pada bidang-bidang keilmuan yang lainnya.
Konstribusi matematika dalam perkembangan ilmu alam lebih ditandai dengan
pengunaan lambang-lambang bilangan untuk menghitung dan mengukur, objek ilmu
alam misal gejala-gejalah alam yang dapat diamatidan dilakukan penelaahan
secara berulang-ulang. Berbeda dengan ilmu sosial yang memiliki objek
penelaahan yang kompleks dan sulit melakukan pengamatan. Disamping objeknya
yang tak terulang maka kontribusi matematika tidak mengutamakan pada
lambang-lambang bilangan.
Matematika memiliki struktur dengan
keterkaitan yang kuat dan jelas satu dengan lainnya serta berpola pikir yang
bersifat deduktif dan konsisten. Matematika merupakan alat yang dapat
memperjelas dan menyederhanakan suatu keadaan atau situasi melalui abstraksi,
idealisasi, atau generalisasi untuk suatu studi ataupun pemecahan masalah.
Pentingnya matematika tidak lepas dari perannya dalam segala jenis dimensi
kehidupan. Mengkomunikasikan gagasan dengan bahasa matematika justru lebih
praktis, sistematis, dan efisien. Begitu pentingnya matematika sehingga bahasa
matematika merupakan bagian dari bahasa yang digunakan dalam masyarakat. Hal
tersebut menunjukkan pentingnya peran dan fungsi matematika, terutama sebagai
sarana untuk memecahkan masalah baik pada matematika maupun dalam bidang.
Peranan Matematika sebagai sarana berfikir ilmiah dapat
menggunakan alat-alat yang mempunyai kemampuan sebagai berikut:
1.
Menggunakan algoritma.
2.
Melakukan manupulasi secara matematika.
3.
Mengorganisasikan data.
4.
Memanfaatkan symbol, table dan grafik.
5.
Mengenal dan menenukan pola.
6.
Menarik kesimpulan.
7.
Membuat kalimat atau model matematika.
8.
Membuat interpretasi bangun geometri.
9.
Memahami pengukuran dan satuanya.
10.
Menggunakan alat hitung dan alat bantu lainya dalam
matematika, seperti tabel matematika, kalkulator, dan komputer.
Adapun kelebihan dan kekurangan matematika:
1.
Kelebihan matematika adalah: tidak memiliki unsur emotif dan
bahasa matematika sangat universal.
2.
Kelemahan dari matematika adalah bahwa matematika tidak
mengandung bahasa emosional (tidak mengandung estetika) artinya bahwa
matematika penuh dengan simbol yang bersifat artifersial dan berlaku dimana
saja.
PERAN STATISTIKA DALAM BERFIKIR ILMIAH
Statistika mempunyai peranan penting
dalam berpikir induktif. Konsep statistika sering dikaitkan dengan distribusi
variabel yang ditelaah dalam suatu populasi tertentu. Statistika memberikan
cara untuk dapat menarik kesimpulan yang bersifat umum dengan jalan mengamati
hanya sebagian dari populasi yang bersangkutan. Statistika mampu memberikan
secara kuantitatif tingkat ketelitian dari kesimpulan yang ditarik tersebut,
yang pada dasarnya didasarkan pada asas yang sangat sederhana, yakni makin
besar contoh yang diambil maka makin tinggi tingkat ketelitian tersebut dan
sebaliknya
Statistika merupakan sekumpulan
metode dalam memperoleh pengetahuan untuk mengelolah dan
menganalisis data dalam mengambil suatu kesimpulan kegiatan ilmiah. Untuk dapat
mengambil suatu keputusan dalam kegiatan ilmiah diperlukan data-data, metode
penelitian serta penganalisaan harus akurat. Statistika diterapkan secara luas
dan hampir semua pengambilan keputusan dalam bidang manajemen. Peranan
statiska diterapkan dalam penelitian pasar, produksi, kebijaksanaan penanaman modal,
kontrol kualitas, seleksi pegawai, kerangka percobaan industri, ramalan
ekonomi, auditing, pemilihan resiko dalam pemberian kredit dan lain sebagainya.
Peranan Statistika dalam tahap-tahap metode keilmuan:
1.
Alat untuk menghitung besarnya anggota sampel yang akan
diambil dari populas.
2.
Alat untuk menguji validitas dan reliabilitas instrumen..
3.
Teknik untuk menyajikan data-data, sehingga data lebih
komunikatif.
4.
Alat untuk analisis data seperti menguji hipotesis
penelitian yang diajukan.
Adapun hubungan statiska antara Sarana
berfikir Ilmiah Bahasa, Matematika dan Statistika, yaitu sebagaimana yang kita
bahas sebelumnya, agar dapat melakukan kegiatan berpikir ilmiah dengan baik,
diperlukan sarana bahasa, matematika dan statistika. Bahasa merupakan alat
komunikasi verbal yang dipakai dalam kegiatan berpikir ilmiah, dimana bahasa
menjadi alat komunikasi untuk menyampaikan jalan pikiran tersebut kepada orang
lain. Dan ditinjau dari pola berpikirnya, maka ilmu merupakan gabungan antara
berpikir deduktif dan berpikir induktif. Matematika mempunyai peranan yang
penting dalam berpikir deduktif, sedangkan statistika mempunyai peranan penting
dalam berpikir induktif. Penalaran induktif dimulai dengan mengemukakan
pernyataan yang memiliki ruang lingkup yang khas dan terbatas untuk menyusun
argumentasi yang diakhiri dengan pernyataan yang bersifat umum. Sedangkan
deduktif, merupakan cara berpikir dimana dari pernyataan yang bersifat umum
ditarik kesimpulan yang bersifat khusus, dengan memakai pola berpikir
silogismus.
Soal
2.
Salah
satu bahasan filsafat adalah kebenaran. Banyak teori yang membahas mengenai
kebenaran. Tuliskan dua teori kebenaran, uraikan satu
persatu dan bandingkan antara keduanya!
Jawaban:
Manusia ingin tahu yang benar.
Hanya kebenaran yang memuaskan rasa ingin tahu manusia. Dengan kata lain,
tujuan pengetahuan ialah mengetahui yang benar (kebenaran). Tujuan ilmu juga
mencapai kebenaran. Dengan kata lain, dalam ilmu manusia ingin memperoleh
pengetahuan yang benar. Karena ilmu menupakan pengetahuan yang sistematis, maka
pengetahuan dituju ilmu ialah pengetahuan ilmiah. Dalam mengklarifikasi hakikat
kebenaran, bukan mencari criteria kebenaran. Dengan kata lain, menjelaskan bagaimana dan dengan cara apa suatu
proposisi yang benar berbeda dari proposisi yang tidak benar (palsu), dan
bukannya mengidentifikasi kapan suatu
proposisi itu benar.
Telah dikatakan bahwa manusia
bukan tidak sekedar ingin tahu, tetapi ingin tahu kebenaran. Ia ingin memiliki
pengetahuan yang benar. Kebenaran ialah persesuaian antara pengetahuan dan
obyeknya. Pengetahuan yang benar adalah pengetahuan yang sesuai obyeknya.
Inilah kebenaran obyektif. Seperti dikatakan Poedjawijatna, pengetahuan yang
benar adalah pengetahuan yang obyektif.
Kalau saya mengatakan bahwa di
luar sedang hujan, proposisi itu benar jika apa yang saya katakana memang
sesuai dengan fakta. Jadi, ketika saya mengucapkan kalimat itu, hujan sedang
turun. Kalau hujan tidak turun, apalagi sedang panas terik, maka proposisi itu
tidak benar.
Teori Kebenaran Korespondensi
Teori
Korespondensi (The Correspondence Theory of Thruth) adalah teori yang
berpandangan bahwa pernyataan-pernyataan adalah benar jika berkorespondensi
terhadap fakta atau pernyataan yang ada di alam atau objek yang dituju
pernyataan tersebut. Kebenaran
atau suatu keadaan dikatakan benar jika ada kesesuaian antara arti yang
dimaksud oleh suatu pendapat dengan fakta. Kebenaran ini seutuhya berpangkal
dari keadaan/kenyataan alam yang ada yang dapat dibuktikan secara inderawi oleh
responden.
Teori kebenaran
korespondensi adalah teori kebenaran yang paling awal, sehingga dapat
digolongkan ke dalam teori kebenaran tradisional karena sejak awal (sebelum
abad Modern) mensyaratkan kebenaran pengetahuan harus sesuai dengan kenyataan
yang diketahuinya. Hal ini dapat diartikan bahwa teori yang diterapkan atau
dikemukakan tidak boleh bersimpangan/bersebrangan dengan kenyataan yang menjadi
objek.
Dalam teori kebenaran korespondensi tidak
berlaku pada objek/bidang non-empiris atau objek yang tidak dapat diinderai. Kebenaran
dalam ilmu adalah kebenaran yang sifatnya objektif, ia harus didukung oleh
fakta-fakta yang berupa kenyataan dalam pembentukan objektivanya. Kebenaran
yang benar-benar lepas dari kenyataan subjek.
Dalam teori ini
terdapat tiga kesukaran dalam menentukan kebenaran yang disebabkan karena:
a.
Teori
korespondensi memberikan gambaran yang menyesatkan dan yang terlalu sederhana
mengenai bagaimana kita menentukan suatu kebenaran atau kekeliruan dari suatu
pernyataan. Bahkan seseorang dapat menolak pernyataan sebagai sesuatu yang
benar didasarkan dari suatu latar belakang kepercayaannya masing-masing.
b.
Teori
korespondensi bekerja dengan idea, “bahwa dalam mengukur suatu kebenaran kita
harus melihat setiap pernyataan satu-per-satu, apakah pernyataan tersebut
berhubungan dengan realitasnya atau tidak.” Lalu bagaimana jika kita tidak
mengetahui realitasnya? Bagaimanapun hal itu sulit untuk dilakukan.
c.
Kelemahan teori kebenaran korespondensi
ialah munculnya kekhilafan karena kurang cermatnya penginderaan, atau indera
tidak normal lagi sehingga apa yang dijadikan sebagai sebuah kebenaran tidak
sesuai dengan apa yang ada di alam.
Sebuah ketelitian
dan kesigapan dalam menentukan sebuah kebenaran dalam menentukan teori
kebenaran koresponensi sangat diutamakan sebab untuk menghindari kesalahan yang
terjadi atas tiga hal tersebut. Maka faktor inderawi yang menjadi alat untuk
mengungkap kenyataan alam harus dapat menyatakan yang sebenarnya,
mengetahui/menguasai realitas yang ada dan cermat.
Teori Kebenaran Koherensi
Koherensi merupakan pengaturan secara rapi kenyataan dan gagasan, fakta,
dan ide menjadi suatu untaian yang logis sehingga mudah memahami pesan yang
dihubungkannya.
Teori kebenaran
koherensi ini digunagan sebagai sebuah pesan/penarik kepada umum supaya perhatiannya
tertuju pada satu titik atau dengar arti lain, teori kebenaran koherensi
merupakan teori kebenaran yang didasarkan kepada kriteria koheren atau
konsistensi. Suatu
pernyataan disebut benar bila sesuai dengan jaringan komprehensif dari
pernyataan-pernyataan yang berhubungan secara logis. Pernyataan-pernyataan ini
mengikuti atau membawa kepada pernyataan yang lain.
Misalnya bila kita menganggap bahwa “semua makhluk hidup pasti mati” adalah
pernyataan yang benar, maka pernyataan bahwa “pohon kelapa adalah makhluk hidup
dan pohon kelapa pasti akan mati” adalah benar pula, sebab pernyataan kedua
konsisten dengan pernyataan pertama.
Teori ini punya banyak kelemahan dan
mulai ditinggalkan. Misalnya, astrologi mempunyai sistem yang sangat koheren,
tetapi kita tidak menganggap astrologi benar. Kebenaran tidak hanya terbentuk
oleh hubungan antara fakta atau realitas saja, tetapi juga hubungan antara
pernyataan-pernyataan itu sendiri. Dengan kata lain, suatu pernyataan adalah
benar apabila konsisten dengan pernyataan-pernyataan yang terlebih dahulu kita
terima dan kita ketahui kebenarannya.
Dua masalah yang didapatkan dari teori koherensi adalah:
a.
Pernyataan
yang tidak koheren (melekat satu sama lain) secara otomatis tidak tergolong
kepada suatu kebenaran, namun pernyataan yang koheren juga tidak otomatis
tergolong kepada suatu kebenaran.
b.
Sama halnya dalam mengecek apakah
setiap pernyataan berhubungan dengan realitasnya, kita juga tidak akan mampu
mengecek apakah ada koherensi diantara semua pernyataan yang benar.
Dua masalah ini
lahir karena adanya pertentangan keyakinan, moral maupun ketidak sanggupan
untuk mengecek sebuah pernyataan yang sudah dilontarkan dengan keadaan lapangan
atau hal yang dialami sehingga tingkat konsistensinya rendah bahkan berat untuk
dipertanggungjawabkan.
Perbandingan Antara
Teori Kebenaran Korespondensi dengan Teori Kebenaran Koherensi
Teori kebenaran baik koherensi maupun
korespondensi keduanya dipergunakan untuk membangun pola berpikir secara ilmiah.
Teori koherensi dipergunakan pada proses penalaran teoritis yang didasarkan pada logika deduktif. Sedangkan teori korespondensi dipergunakan untuk proses pembuktian seara empiris dalam bentuk pengumpulan
data-data yang mendukung suatu pernyataan tertentu yang telah dibuat
sebelumnya.
Soal
3.
Tuliskan pendapat Anda
tentang aksiologi yang merupakan bagian dari filsafat ilmu!
Jawaban:
Aksiologis merupakan istilah yang berasal dari perkataan axios (Yunani)
yang berarti bernilai, dan logos yang berarti ilmu atau teori.
Aksiologis adalah “teori tentang nilai”. Nilai yang dimaksud adalah
sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa
yang dinilai. Aksiologis adalah ilmu pengetahuan yang memiliki hakikat nilai,
yang umumnya ditinjau dari segi kefilsafatan. Aksiologis juga menunjukkan
kaidah-kaidah apa yang harus kita perhatikan di dalam menerapkan ilmu ke dalam
praktis (Susanto, 2011:116).
Aksiologi
merupakan cabang filsafat ilmu yang berhubungan macam-macam dan kriteria nilai
serta keputusan atau pertimbangan dalam menilai, terutama dalam etika atau
nilai-nilai moral dan yang mempertanyakan bagaimana manusia menggunakan
ilmunya. Ilmu merupakan sesuatu yang paling penting bagi manusia, karena dengan
ilmu semua keperluan dan kebutuhan manusia bisa terpenuhi secara lebih cepat
dan lebih mudah. Dengan kemajuan ilmu juga manusia bisa merasakan kemudahan
lainnya seperti transportasi, pemukiman, pendidikan, komunikasi, dan lain
sebagainya.
Dasar aksiologi
ilmu membahas tentang manfaat yang diperoleh manusia dari pengetahuan yang
didapatkannya. Tidak dapat dipungkiri bahwa ilmu telah memberikan
kemudahan-kemudahan bagi manusia dalam mengendalikan kekuatan-kekuatan alam.
Dengan mempelajari atom kita dapat memanfaatkannya untuk sumber energi bagi
keselamatan manusia, tetapi hal ini juga dapat menimbulkan malapetaka bagi
manusia, tetapi hal ini juga dapat menimbulkan malapetaka bagi manusia.
Penciptaan bom akan meningkatkan kualitas persenjataan dalam perang, sehingga
jika senjata itu dipergunakan akan mengancam keselamatan umat manusia.
Terdapat berbagai macam teori tentang
nilai dan hal ini sangat bergantung pada titik tolak dan sudut pandang setiap teori
dalam menentukan pengertian nilai. Kalangan materialis memandang bahwa hakikat
nilai yang tertinggi adalah nilai material, sedangkan kalangan hedonis
berpandangan bahwa nilai yang tertinggi adalah nilai kenikmatan. Namun, dari
berbagai macam pandangan tentang nilai dapat dikelompokkan pada dua macam sudut
pandang, yaitu bahwa sesuatu itu bernilai karena berkaitan dengan sabjek
pemberi nilai, yaitu manusia. Hal ini bersifat subjektit. tetapi juga terdapat
pandangan bahwa pada hakikatnya nilai sesuatu itu melekat pada dirinya sendiri.
Hal ini merupakan pandangan dari paham objektivisme.
Notonagoro memerinci
tentang nilai, ada yang bersifat material dan nonmaterial. Dalam hubungan ini,
manusia memiliki orientasi nilai yang berbeda bergantung pada pandangan hidup
dan filsafat hidup masing-masing. Ada yang mendasarkan pada orientasi nilai
material, tetapi ada pula yang sebaliknya, yaitu berorientasi pada nilai yang
nonmaterial. Nilai material relatif lebih mudah diukur menggunakan pancaindra
ataupun alat pengukur. Akan tetapi, nilai yang bersifat rohaniah sulit diukur,
tetapi dapat juga dilakukan dengan hati nurani manusia sebagai alat ukur yang
dibantu oleh cipta, rasa, serta karsa dan keyakinan manusia (Kaelan, 2005).
Nilai itu bersifat
objektif, tapi kadang-kadang bersifat subjektif. Dikatakan objektif jika
nilai-nilai tidak tergantung pada subjek atau kesadaran yang menilai. Tolak
ukur suatu gagasan berada pada objeknya, bukan pada subjek yang melakukan
penilaian. Kebenaran tidak tergantung pada kebenaran pada pendapat individu
melainkan pada objektivitas fakta. Sebaliknya, nilai menjadi subjektif, apabila
subjek berperan dalam memberi penilaian; kesadaran manusia menjadi tolak ukur
penilaian. Dengan demikian nilai subjektif selalu memperhatikan berbagai pandangan
yang dimiliki akal budi manusia, seperti perasaan yang akan mengasah kepada
suka atau tidak suka, senang atau tidak senang.
Soal
4.
Kemukakan pendapat Anda
tentang moralitas, ideologi, jati diri, dan pembentukan/pengembangan karakter bangsa dikaitkan dengan aksiologi ilmu?
Jawaban:
Moral
berasal dari bahasa Latin mores yang
berarti adat kebiasaan, akhlak atau kesusilaan yang mengandungmakna tata tertib
batin atau tata tertib nurani yang menjadi pembimbing tingkah laku batin dalam
hidup (Poespoprodjo, 1986; BP-7, 1993;Soegito, 2002). Kata moral berasal dari
bahasa Yunani sama dengan ethos yang
melahirkan etika. Sebagai cabang filsafat, etika sangat menekankan pendekatan
yang kritis dalam melihat dan menggumuli nilai (takaran, harga, angka
kepandaian, kadar/mutu, sifat-sifat yang penting/berguna) dan moral tersebut
serta permasalahan-permasalahan yang timbul dalam kaitan dengan nilai dan moral
itu. (Ihsan, 2010: 271).
Istilah ilmu pengetahuan diambil dari kata bahasa
Inggris science, yang
berasal dari bahasa Latin scientiadari
bentuk kata kerja scire yang
berarti mempelajari, mengetahui. Menurut The Liang Gie (1987), memberikan
pengertian ilmu adalah rangkaian aktivitas penelaahan yang mencari penjelasan
suatu metode untuk memperoleh pemahaman secara rasional empiris mengenai dunia
dalam berbagai seginya, dan keseluruhan pengetahuan sistematis yang menjelaskan
berbagai gejala yang ingin dimengerti.
Aksiologi Ilmu
terhadap Moral
Ilmu
berupaya mengungkapkan realitas sebagaimana adanya, sedangkan moral pada
dasarnya adalah petunjuk tentang apa yang seharusnya dilakukan manusia.
Hasil-hasil kegiatan keilmuan memberikan alternatif untuk membuat keputusan
politik dengan berkiblat pada pertimbangan moral (Ihsan, 2010: 276).
Ilmu tidak lagi berfungsi sebagai
sarana yang memberikan kemudahan dan berkah kepada kehidupan manusia, melainkan
dia berada untuk tujuan eksistensinya sendiri. Sesuatu yang kadang-kadang
ironis harus dibayar mahal oleh manusia karena kehilangan sebagian arti dari
status kemanusiaannya. Manusia sering dihadapkan dengan situasi yang tidak
bersifat manusiawi, terpenjara dalam kisi-kisi teknologi, yang merampas kemanusiaan
dan kebahagiaannya (Suriasumantri dalam Ihsan, 2010: 273).
Dihadapkan
dengan masalah moral dalam menghadapi eksis ilmu dan teknologi yang bersifat
merusak ini para ilmuwan terbagi ke dalam dua golongan pendapat. Golongan
pertama menginginkan bahwa ilmu harus bersifat netral terhadap nilai-nilai baik
itu secara ontologis maupun aksiologis. Dalam hal ini tugas ilmuwan
adalah menemukan pengetahuan dan terserah kepada orang lain untuk
mempergunakannya. Golongan kedua berpendapat bahwa netralitas ilmu terhadap
nilai-nilai hanyalah terbatas pada metafisik keilmuan, sedangkan dalam
penggunaannya, bahkan pemilihan obyek penelitian, maka
kegiatan keilmuan harus berlandaskan asas-asas moral. Tahap tertinggi dalam
kebudayaan moral manusia, ujar Charles Darwin, adalah ketika kita menyadari
bahwa kita seyogyanya mengontrol pikiran kita (Suriasumantri, 2000: 235).
Aksiologi Ilmu terhadap Ideologi
Secara
harfiah ideologi berasal dari kata “ide” dan “logis” yang dapat diartikan
sebagai aturan/hukum tentang ide, konsep ini berasal dari Plato (Takwim dalam
Unsilster : 2009). Pengertian ideologi secara umum adalah sekumpulan ide,
gagasan, keyakinan, kepercayaan yang menyeluruh dan sistematis dalam bidang
politik, social, ekonomi, budaya, dan keagamaan.
Ciri-ciri ideologi adalah sebagai berikut :
1.
Mempunyai
derajat yang tinggi sebagai nilai hidup kebangsaan dan kenegaraan.
2.
Oleh
karena itu, mewujudkan suatu asas kerohanian, pandangan dunia, pandangan hidup,
pedoman hidup, pegangan hidup yang dipelihara, diamalkan dilestarikan kepada
generasi berikutnya, diperjuangkan dan dipertahankan dengan kesediaan
berkorban.
Fungsi ideologi menurut beberapa pakar dibidangnya:
1.
Sebagai
sarana untuk memformulasikan dan mengisi kehidupan manusia secara individual (
Cahyono : 1986 )
2.
Sebagai
jembatan kendali pergeseran kekuasaan dari generasi tua ( Founding
fothers) dengan generasi muda ( Setiardja : 2001 ).
3.
Sebagai
kekuatan yang mampu memberikan motivasi dan semangat individu, masyarakat dan
bangsa untuk menjalani kehidupan dalam mencapai tujuan ( Hidayat : 2001
).
Semangat dan ideologi
kebangsaan harus dikembangkan dan dilembagakan di seluruh bidang kehidupan
dalam berbangsa dan bernegara seperti sangat perlu dikembangkan nasionalisme
ekonomi, nasionalisme politik, nasionalisme budaya, nasionalisme pendidikan,
dan sebagainya. Untuk
melembagakan semangat dan ideologi kebangsaan Indonesia haruslah dimulai dengan
”pendidikan dan sosialisasi dalam keluarga”. Orang tua hendaknya bersedia
memberikan nasehat kepada anak-anak menjelang berangkat ke sekolah dengan pernyataan
”warga negara yang baik adalah warga negara yang memiliki semangat dan ideologi
kebangsaan yang kokoh dengan landasan Pancasila”.
Aksiologi Ilmu terhadap Jati Diri
Istilah
jati diri pada dasarnya berasal dari bahasa Jawa Kuno yang terdiri
dari dua kata yaitu jati berarti yang sesungguhnya atau
merupakan realitas dan diri berarti tubuh. Jati diri
adalah siapa diri kita sesungguhnya, fitrah manusia, atau juga nur Ilahi yang
berisikan sifat-sifat dasar manusia yang murni dari Tuhan yang berisikan
percikan-percikan sifat Ilahiah dalam batas kemampuan insani diberikan sewaktu
lahir. Ini tentunya merupakan potensi yang dapat memancar dan
ditumbuhkembangkan selama persyaratannya dipenuhi. Persyaratan tersebut adalah
hati yang bersih dan sehat.
Dengan
mengaktualkan Jati diri Bangsa di dada setiap warga negara, maka semangat dan
ideologi kebangsaan dapat kembali dikembangkan dan dilestarikan. Selama
kondisi Jatidiri Bangsa Indonesia terjabik-jabik seperti sekarang masyarakat
dan bangsa Indonesia mengalami tantangan dan hambatan besar untuk melembagakan
semangat dan ideologi kebangsaan Indonesia.
Aksiologi Ilmu terhadap Pembentukan/Pengembangan Karakter Bangsa
Secara
harfiah karakter adalah stempel, atau yang tercetak, yang terbentuk dipengaruhi
oleh faktor endogeen/dalam diri dan faktor exogeen/luar diri. Karakter
sebagaimana didefinisikan oleh Ryan dan Bohlin, mengandung tiga unsur pokok
yaitu: mengetahui kebaikan (knowing the
good), mencintai kebaikan (loving the
good), dan melakukan kebaikan (doing
the good). Ada juga yang menyamakan kata karakter dengan watak, tabiat,
perangai atau ahlak. Mengacu ke bahasa Inggris character diberi arti a
distinctive differentiating mark, tanda yang membedakan secara tersendiri.
Karakter adalah keakuan rohaniah, yang nampak dalam keseluruhan sikap dan
perilaku, yang dipengaruhi oleh bakat, atau potensi dalam diri dan lingkungan.
Sebagai contoh rakyat Indonesia semula
dikenal bersikap ramah, suka membantu dan peduli terhadap lingkungan, dan sikap
baik yang lain. Namun saat ini pengembangan karakter bangsa ada yang menilai karakter
bangsa itu telah luntur, terbawah arus global, perubahan
pembentukan/pengembangan karakter bangsa berubah menjadi sikap yang kurang
terpuji, seperti tidak memiliki rasa malu, mencaci maki pihak lain, banyak
sikap dan tindakan jahat dibiarkan berlalu, banyak murid dan mahasiswa yang
curang mengikuti ujian, banyak tindakan kejahatan korupsi yang dibiarkan
dengan berbagai alasan dan pembenaran, warga masyarakat atau bangsa Indonesia
telah memiliki mental karet, karenanya sangat sukar bertindak tegas.
Karena permasalahan diatas maka penulis
mengusulkan untuk mengembangkan kesadaran akan kebangsaan itu haruslah kita
mengembangkan pembentukan karakter manusia Indonesia baru.
Pengembangan karakter bangsa/manusia
baru Indonesia yang diharapkan ialah karakter-karakter baru sebagai:
1. Mentalitas keterbukaan akan
nilai-nilai baru dan perubahan budaya serta peradaban dunia;
2. Orientasi yang kuat kemasa depan,
bukan masa lampau, karena itu harus ada orientasi mencapai perubahan dan
kemajuan;
3. Karakter demiokrasi yang bebas dari
segala bentuk tindakan kekerasan;
4. Memiliki karakter etos kerja dan
kemandirian, serta kepercayaan akan kekuatan sendiri;
5. Menghargai dan menguasai iptek yang
maju;
6. Karakter disiplin diri dan disiplin
sosial yang tinggi;
Dengan
berdasarkan pengembangan karakter bangsa di atas maka Pembangunan karakter bangsa
bertujuan untuk membina dan mengembangkan karakter warga negara sesuai dengan
nilai-nilai pancasila. pembentukan karakter sangatlah dibutuhkan. Karakter
berkaitan dengan nilai-nilai spiritual, hubungan antar individu, kelompok
maupun Negara. Ia diidentikkan dengan suatu nilai positif yang mempengaruhi
sikap dan perilaku, menjadi landasan berpikir bahkan idealisme seseorang.
Pembentukan karakter menjadi kebutuhan mendesak mengingat perkembangan zaman
yang begitu cepat.
Soal
5.
Salah satu bahasan
filsafat ilmu adalah aliran/mazhab filsafat ilmu. Pilih dua aliran/mazhab filsafat ilmu. Jelaskan masing-masing dan bandingkan antara keduanya,
serta bagaimana implikasinya terhadap pendidikan!
Jawaban:
Filsafat
pendidikan menurut Al-Syaibany (dalam Sadulloh, 2011: 71) adalah:
“Pelaksanaan pandangan falsafah dan kaidah falsafah dalam bidang
pendidikan. Filsafat itu mencerminkan satu segi dari segi pelaksanaan falsafah
umum dan menitikberatkan kepada pelaksanaan prinsip-prinsip dan
kepercayaan-kepercayaan yang menjadi dasar dari falsafah umum dalam
menyelesaikan masalah-masalah pendidikan secara praktis”
Filsafat pendidikan bersandarkan pada filsafat
formal atau filsafat umum. Dalam arti bahwa masalah-masalah pendidikan
merupakan karakter filsafat. Masalah-masalah pendidikan akan berkaitan dengan
masalah-masalah filsafat umum, seperti:
a)
Hakikat
kehidupan yang baik, karena pendidikan akan berusaha untuk mencapainya
b)
Hakikat
manusia, karena manusia merupakan makhluk yang menerima pendidikan
c)
Hakikat
masyarakat, karena pendidikan pada dasarnya merupakan suatu proses social
d)
Hakikat
realitas akhir, karena semua pengetahuan akan berusaha untuk mencapainya.
Selanjutnya Al-Syaibany (dalam Sadulloh, 2011: 72)
berpandangan bahwa filsafat pendidikan, seperti halnya filsafat umum, berusaha
mencari yang hak dan hakikat serta masalah yang berkaitan dengan proses
pendidikan. Filsafat pendidikan berusaha untuk mendalami konsep-konsep
pendidikan dan memahami sebab-sebab yang hakiki dari masalah pendidikan.
Filsafat pendidikan berusaha juga membahas tentang segala yang mungkin
mengarahkan proses pendidikan.
Kneller (dalam Sadulloh, 2011: 72), filsafat
pendidikan merupakan aplikasi filsafat dalam lapangan pendidikan.Seperti halnya
filsafat, filsafat pendidikan dapat dikatakan spekulatif, preskiptif, dan
analitik.
Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa
filsafat pendidikan adalah terapan dari filsafat umum yang dilaksanakan dalam
pandangan dan kaidah bidang pendidikan yang berusaha membangun teori-teori
hakikat manusia, masyarakat, dan dunia, menentukan tujuan-tujuan yang harus
dicapai dalam lapangan pendidikan.
Filsafat Pendidikan Idealisme
Idealisme termasuk aliran filsafat pada abad modern. Idealisme
berasal dari bahasa Inggris yaitu Idealism dan kadang juga dipakai
istilahnya mentalism atau imaterialisme. Istilah ini pertama kali
digunakan secara filosofis oleh Leibnez
pada mula awal abad ke-18.Leibniz memakai dan menerapkan istilah ini pada pemikiran
Plato, secara bertolak belakang dengan materialisme Epikuros. Idealisme ini
merupakan kunci masuk hakekat realitas.
Idealisme diambil dari kata ide yakni sesuatu yang hadir dalam jiwa.
Idealisme dapat diartikan sebagai suatu paham atau aliran yang mengajarkan
bahwa hakikat dunia fisik hanya dapat dipahami dalam kaitannya dengan jiwa dan
roh. Menurut paham ini, objek-objek fisik tidak dapat dipahami terlepas dari
spirit.
Ada pendapat lain yang mengatakan, idealisme berasal dari bahasa latin idea,
yaitu gagasan, ide. Sesuai asal katanya menekankan gagasan, ide, isi pikiran,
dan buah mental. Terdapat aliran filsafat yang beranggapan, yang ada yang
sesungguhnya adalah yang ada dalam budi, yang hadir dalam mental. Karena hanya
yang berbeda secara demikian yang sempurna, utuh, tetap, tidak berubah
dan jelas. Itu semua adalah idealisme.
William E. Hocking, seorang penganut idealisme modern, mengungkapkan bahwa,
sebutan ”ide-isme” kiranya lebih baik dibandingkan dengan idealisme.Hal
itu benar, karena idealisme lebih berkaitan dengan konsep-konsep “abadi”
(ideas), seperti kebenaran, keindahan, & kemuliaan daripada berkaitan
dengan usaha serius dengan orientasi keunggulan yang bisa dimaksudkan ketika
kita berucap, “Dia sangat idealistik”.
Idealisme
mempunyai pendirian bahwa kenyataan itu terdiri dari atau tersusun atas
substansi sebagaimana gagasan-gagasan atau ide-ide. Alam fisik ini tergantung
dari jiwa universal atau Tuhan, yang berarti pula bahwa alam adalah ekspresi
dari jiwa tersebut.
Inti dari
Idealisme adalah suatu penekanan pada realitas ide-gagasan, pemikiran,
akal-pikir atau kedirian daripada sebagai suatu penekanan pada objek-objek
& daya-daya material. Idealisme menekankan akal pikir (mind) sebagai hal
dasar atau lebih dulu ada bagi materi, & bahkan menganggap bahwa akal pikir
adalah sesuatu yang nyata, sedangkan materi adalah akibat yang ditimbulkan oleh
akal-pikir atau jiwa (mind). Hal itu sangat berlawanan dengan materialisme yang
berpendapat bahwa materi adalah nyata ada, sedangkan akal-pikir (mind)
adalah sebuah fenomena pengiring.
Aliran idealisme terbukti cukup banyak berpengaruh dalam dunia
pendidikan. William T. Harris adalah salah satu tokoh aliran pendidikan
idealisme yang sangat berpengaruh di Amerika Serikat. Idealisme terpusat
tentang keberadaan sekolah. Aliran inilah satu-satunya yang melakukan oposisi
secara fundamental terhadap
naturalisme. Pendidikan harus terus
eksis sebagai lembaga untuk proses pemasyarakatan manusia sebagai kebutuhan
spiritual, dan tidak sekedar kebutuhan alam semata.
Pendidikan idealisme untuk individual antara lain
bertujuan agar anak didik bisa menjadi kaya dan memiliki kehidupan yang bermakna, memiliki kepribadian yang harmonis, dan
pada akhirnya diharapkan mampu membantu individu lainnya untuk hidup lebih
baik. Sedangkan tujuan pendidikan idealisme bagi kehidupan sosial adalah
perlunya persaudaraan antar manusia. Sedangkan tujuan secara sintesis
dimaksudkan sebagai gabungan antara tujuan individual dengan sosial sekaligus,
yang juga terekspresikan dalam kehidupan yang berkaitan dengan Tuhan.
Guru dalam
sistem pengajaran menurut aliran idealisme berfungsi sebagai:
1)
Guru adalah
personifikasi dari kenyataan anak didik. Artinya, guru merupakan wahana
atau fasilitator yang akan mengantarkan anak didik dalam mengenal dunianya
lewat materi-materi dalam aktifitas pembelajaran.
2)
Guru harus
seorang spesialis dalam suatu ilmu pengetahuan dari siswa. Artinya,
seorang guru itu harus mempunyai pengetahuan yang lebih daripadaanakdidik.
3)
Guru haruslah
menguasai teknik mengajar secara baik. Artinya, seorang guru harus
mempunyai potensi pedagogik yaitu kemampuan untuk mengembangkan suatu model
pembelajaran, baik dari segi materidan yang lainnya.
4)
Guru haruslahmenjadi pribadi yang baik, sehingga
disegani oleh murid. Artinya, seorang guru harus mempunyai potensi kepribadian
yaitu karakter dan kewibawaan yang berbeda dengan guru yang lain.
5)
Guru menjadi
teman dari para muridnya. Artinya, seorang guru harus mempunyai potensi sosial
yaitu kemampuan dalam hal berinteraksi dengan anak didik.
Kurikulum yang digunakan dalam pendidikan yang
beraliran idealisme harus lebih memfokuskan pada isi yang objektif. Pengalaman
haruslah lebih banyak daripada pengajaran yang textbook. Agar
pengetahuan dan pengalamannya aktual. Sedangkan implikasi Aliran Idealisme
dalam Pendidikan yaitu :
1)
Tujuan pendidikan, untuk membentuk karakter,
mengembangkan bakat atau kemampuandasar, sertakebaikansosial.
2)
Kurikulum,
pendidikan liberal untuk pengembangan kemampuan dan pendidikan praktis untuk memperoleh
pekerjaan.
3)
Metode,
diutamakan metode dialektika (salingmengaitkanilmu yang satudengan yang
lain), tetapi metode lain yang efektif dapat
dimanfaatkan.
4)
Peserta didik
bebas untuk mengembangkan kepribadian, bakat dan kemampuan dasarnya.
5)
Pendidik bertanggungjawab dalam menciptakan lingkungan pendidikan melalui
kerja sama dengan alam.
Implikasi Idealisme dalam Pendidikan:
1)
Pendidikan bukan hanya mengembangkan dan menumbuhkan,
tetapi juga harus menuju pada tujuan yaitu dimana nilai telah direalisasikan ke
dalam bentuk yang kekal dan tak terbatas.
2)
Pendidikan adalah proses melatih pikiran, ingatan,
perasaan. Baik untuk memahami realita, nilai-nilai, kebenaran, maupun sebagai
warisan sosial.
3)
Tujuan
pendidikan adalah menjaga keunggulan kultural, sosial dan spiritual. Memperkenalkan
suatu spirit intelektual guna membangun masyarakat yang ideal.
4)
Pendidikan
idealism berusaha agar seseorang dapat mencapai nilai-nilai dan ide-ide yang
diperlukan oleh semua manusia secara bersama-sama.
5)
Tujuan
pendidikan idealisme adalah ketepatan mutlak. Untuk itu, kurikulum seyogyanya
bersifat tetap dan tidak menerima perkembangan.
6)
Peranan
pendidik menurut aliran ini adalah memenuhi akal peserta didik dengan
hakekat-hakekat dan pengetahuan yang tepat.
Filsafat Pendidikan Realisme
Realisme adalah aliran yang menyatakan bahwa
objek-objek pengetahuan yang diketahui adalah nyata dalam dirinya sendiri.
(Ihsan, Fuad, 2010:90). Realisme adalah suatu bentuk yang dapat
merepresentasikan kenyataan. Realisme terpusat pada pertanyaan tentang
representasi, yaitu tentang bagaimana dunia dikonstruksi dan disajikan secara
sosial kepada dan oleh diri kita. Inti realisme dapat dipahami sebagai kajian
tentang budaya sebagai praktik-praktik pemaknaan dari representasi. Hal ini
berarti bahwa kita harus mempelajari asal-usul tekstual dari makna. Hal ini
juga menuntut kita untuk meneliti cara-cara tentang bagaimana makna diproduksi
dalam beragam konteks.
Dalam pemikiran filsafat, realisme berpandangan
bahwa kenyataan tidaklah terbatas pada pengalaman inderawi ataupun gagasan yang
tebangun dari dalam. Dengan demikian realisme dapat dikatakan sebagai bentuk
penolakan terhadap gagasan ekstrim idealisme dan empirisme. Dalam membangun
ilmu pengetahuan, realisme memberikan teori dengan metode induksi empiris.
Gagasan utama dari realisme dalam konteks pemerolehan pengetahuan adalah bahwa
pengetahuan didapatkan dari dual hal, yaitu observasi dan pengembangan
pemikiran baru dari observasi yang dilakukan. Dalam konteks ini, ilmuwan dapat
saja menganalisa kategori fenomena-fenomena yang secara teoritis eksis walaupun
tidak dapat diobservasi secara langsung.
Aliran realisme berpandangan bahwa hakikat realitas adalah fisik dan ruh,
bersifat dualistis. Tujuan pendidikannya membentuk individu yang mampu
menyesuaikan diri dalam masyarakat dan memiliki rasa tanggung jawab kepada
masyarakat.
Aliran filsafat realisme berpendirian bahwa pengetahuan manusia itu adalah
gambaran yang baik dan tepat dari kebenaran. Konsep filsafat menurut aliran
realisme adalah:
a)
Metafisika-realisme
adalah kenyataan yang sebenarnya hanyalah kenyataan fisik (materialisme) kenyataan material dan imaterial (dualisme), dan kenyataan yang terbentuk
dari berbagai kenyataan (pluralisme).
b)
Humanologi-realisme
adalah hakekat manusia terletak pada apa yang dapat dikerjakan. Jiwa merupakan
sebuah organisme kompleks yang mempunyai kemampuan berpikir.
c)
Epistemologi-realisme;
Kenyataan hadir dengan sendirinya tidak tergantung pada pengetahuan dan gagasan
manusia, dan kenyataan dapat diketahui oleh pikiran. Pengetahuan dapat
diperoleh melalui penginderaan. Kebenaran pengetahuan dapat dibuktikan dengan
memeriksa kesesuaiannya dengan fakta.
d)
Aksiologi-realisme; Tingkah laku manusia
diatur oleh hukum-hukum alam yang diperoleh melalui ilmu, dan pada taraf yang
lebih rendah diatur oleh kebiasaan-kebiasaan atau adat-istiadat yang telah
teruji dalam kehidupan.
Menurut Power (1982), implikasi
filsafat pendidikan realisme adalah sebagai berikut:
1)
Tujuan pendidikan
·
Menurut
realisme Pendidikan merupakan suatu proses untuk meningkatkan diri guna
mencapai yang sesuatu yang abadi, dan juga
penyesuaian
hidup dan tanggung jawab sosial.
·
Menurut
Realisme klasik, tujuan pendidikan adalah agar anak menjadi manusia
bijaksana, yaitu seorang yang dapat menyesuaikan diri dengan baik terhadap
lingkungan fisik dan sosial.
·
Tujuan
pendidikan menurut Realisme religius adalah mendorong siswa memiliki
keseimbangan intelektual yang baik, bukan semata-mata penyesuaian terhadap
fisik dan sosial saja, namun mempersiapkan individu untuk dunia dan akhiat.
·
Menurut Christian
religious realist, tujuan utama pendidikan moral adalah untuk keselamatan
jiwa. Anak harus mampu belajar menjaga hati dalam dirinya dan menjauhi dosa.
Tuhan akan menawarkan keselmatan bagi makhluknya, dan makhluknya harus bisa
menentukan apakah akan menerima atau tidak tawaran tersebut. Hal ini akan
menyebabkan kebiasan dalam membuat keputusan yang benar.
2). Kurikulum
Kurikulum dikembangkan secara
komprehensif mencakup semua pengetahuan yang sains, sosial, maupun muatan
nilai-nilai. Isi kurikulum lebih efektif diorganisasikan dalam bentuk mata
pelajaran karena memiliki kecenderungan berorientasi pada peserta didik (subject
centeed)
3). Kedudukan siswa
·
Dalam konteks
realisme, peserta didik dituntut untuk dapat menguasai pengetahuan yang handal
dan terpercaya. Dibutuhkan kedisiplinan sebagai metode mencapai esensi dalam
belajar. Disiplin mental dan moral dibutuhkan guna memperoleh hasil yang baik.
·
Dalam hal
pelajaran, mampu menguasai pengetahuan yang handal, dan dapat dipercaya. Dalam
hal disiplin, peraturan yang baik adalah esensial untuk belajar. Disiplin
mental dan moral dibutuhkan untuk memperoleh hasil yang baik.
4). Peranan Guru
·
Guru dituntut
untuk dapat menguasai pengetahuan, terampil dalam teknik mengajar, dan dengan
keras menuntut prestasi peserta didik menguasai
bahan ajar yang
sumbernya pengetahuan realistis.
·
Guru merupakan
orang yang mewariskan kultur budaya. Dalam hal ini, bahwa yang yang menentukan
pokok persoalan (subject matter) atau pelajarn di kelas adalah guru
bukan murid. Guru harus mampu menguasai pengetahuan, terampil dalam tenik
mengajar, dan dengan teras menuntut prestasi dari siswa sehingga siswa
terpuasakan. Kepuasan personal siswa jauh lebih penting daripada hanya sekedar
menyapaikan materi.
5). Metode
Belajar tergantung dari pengalaman, baik langsung atau tidak langsung.
Metode penyampaian harus logis dan psikologis. Metode conditioning
merupakan metode utama bagi realisme sebagai pengikut behaviorisme.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar