Rabu, 05 Februari 2014

UAS Filsafat Ilmu


Soal
1.        Agar pengetahuan menjadi ilmu (pengetahuan ilmiah) diperlukan adanya sarana ilmiah (sarana pengembang ilmu) dan menggunakan metode ilmiah. Jelaskan apa yang dimaksud dengan sarana ilmiah dan bagaimana peran sarana ilmiah tersebut dalam berfikir ilmiah menggunakan metode ilmiah?
Jawaban:
Kegiatan berfikir kita lakukan dalam keseharian dan kegiatan ilmiah. Berpikir merupakan upaya manusia dalam memecahkan masalah. Berfikir ilmiah merupakan berfikir dengan langkah-langkah metode ilmiah seperti perumusan masalah, pengajuan hipotesis, pengkajian literatur, menjugi hipotesis, menarik kesimpulan. Kesemua langkah-langkah berfikir dengan metode ilmiah tersebut harus didukung dengan alat/sarana yang baik sehingga diharapkan hasil dari berfikir ilmiah yang kita lakukan mendapatkan hasil yang baik. Sarana ilmiah pada dasarnya merupakan alat membantu kegiatan ilmiah dalam berbagai langkah yang harus ditempuh. Tujuan mempelajari sarana ilmiah adalah untuk memungkinkan kita melakukan penelaahan ilmiah secara baik, sedangkan tujuan mempelajari ilmu dimaksudkan untuk mendapatkan pengehahuan yang memungkinkan untuk bisa memecahkan masalah sehari-hari. Ditinjau dari pola berfikirnya, maka maka ilmu merupakan gabungan antara pola berfikir deduktif dan berfikir induktif, untuk itu maka penalaran ilmiah menyadarkan diri kepada proses logika deduktif dan logika induktif .Penalaran ilmiah mengharuskan kita menguasai metode penelitian ilmiah yang pada hakekatnya merupakan pengumpulan fakta untuk mendukung atau menolak hipotesis yang diajukan. Kemampuan berfikir ilmiah yang baik harus didukung oleh penguasaan sarana berfikir ini dengan baik pula. Salah satu langkah kearah penguasaan itu adalah mengetahui dengan benar peranan masing-masing sarana berfikir tersebut dalam keseluruhan berfikir ilmiah tersebut. Untuk dapat melakukan kegiatan ilmiah dengan baik, maka diperlukan sarana yang berupa bahasa, logika, matematika dan statistik.
Suriasumantri (1990: 165) Mengemukakan sarana ilmiah pada dasarnya merupakan alat yang membantu kegiatan ilmiah dalam berbagai langkah yang harus ditempuh. Berfikir ilmiah adalah berfikir yang logis dan empiris. Logis adalah masuk akal, dan  empiris adalah dibahas secara mendalam berdasarkan fakta yang dapat dipertanggung jawabkan, selain itu  menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan, memutuskan, dan mengembangkan. Berpikir merupakan sebuah proses yang membuahkan pengetahuan. Proses ini merupakan serangkaian gerak pemikiran dalam mengikuti jalan pemikiran tertentu yang akhirnya sampai pada sebuah kesimpulan yang berupa pengetahuan. Berpikir ilmiah adalah kegiatan akal yang menggabungkan induksi dan deduksi. Induksi adalah cara berpikir yang di dalamnya kesimpulan yang bersifat umum ditarik dari pernyataan-pernyataan atau kasus-kasus yang bersifat khusus, sedangkan, deduksi ialah cara berpikir yang di dalamnya kesimpulan yang bersifat khusus ditarik dari pernyataan-pernyataan yang bersifat umum.
Sarana berfikir ilmiah merupakan alat yang membantu kegiatan ilmiah dalam berbagai langkah yang harus ditempuh tanpa penguasaan sarana berpikir ilmiah kita tidak akan dapat melaksanakan kegiatan berpikir ilmiah yang baik. Mempunyai metode tersendiri yang berbeda dengan metode ilmiah dalam mendapatkan pengetahuannya sebab fungsi sarana berpikir ilmiah adalah membantu proses metode ilmiah.
PERAN BAHASA DALAM SARANA BERFIKIR ILMIAH
Bahasa merupakan alat komunikasi verbal yang dipakai dalam seluruh proses berpikir ilmiah. Definisi bahasa menurut Jujun S. Suriasumantri menyebut bahasa sebagai serangkaian bunyi dan lambang yang membentuk makna. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, diterangkan bahwa bahasa ialah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang dipergunakan oleh para anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri.  Jadi bahasa menekankan pada bunyi, lambang, sistematika, komunikasi.

Adapun ciri-ciri bahasa di antaranya yaitu:
1.        Sistematis artinya memiliki pola dan aturan.
2.        Arbitrer (manasuka) artinya kata sebagai simbol berhubungan secara tidak logis dengan apa yang disimbolkannya.
3.        Ucapan/vokal. Bahasa berupa bunyi
4.        Sebagai symbol yang mengaju pada objeknya dan lain sebagainya.
Kelemahan bahasa dalam menghambat komunikasi ilmiah yaitu:
Bahasa mempunyai multifungsi (ekspresif, konatif, representasional, informatif, deskriptif, simbolik, emotif, afektif) yang dalam praktiknya sukar untuk dipisah-pisahkan. Akibatnya, ilmuwan sukar untuk membuang faktor emotif dan afektifnya ketika mengomunikasikan pengetahuan informatifnya.
Keunikan manusia bukanlah terletak pada kemampuannya berfikir melainkan terletak pada kemampuannya berbahasa. Oleh karena itu, Ernest menyebut manusia sebagai Animal Symbolycum, yaitu makhluk yang mempergunakan symbol. Bahasa Sebagai sarana komunikasi maka segala  yang berkaitan dengan komunikasi tidak terlepas dari bahasa, seperti berfikir sistematis dalam menggapai ilmu dan pengetahuan. Dengan kata lain, tanpa mempunyai kemampuan berbahasa, seseorang tidak dapat melakukan kegiatan berfikir sebagai secara sistematis dan teratur.  Dengan kemampuan kebahasaan akan terbentang luas cakrawala berfikir seseorang dan tiada batas dunia. Yang dimaksud bahasa disini ialah bahasa ilmiah yang merupakan sarana komunikasi ilmiah yang ditujukan untuk menyampaikan informasi yang berupa pengetahuan, syarat-syarat bebas dari unsur emotif, reproduktif, obyektif dan eksplisit.
Bahasa memegang peran penting dan suatu hal yang lazim dalam kehidupan manusia. Kelaziman tersebut membuat manusia jarang memperhatiakan bahasa dan menggapnya sebagai suatu hal yang bisa, seperti bernafas dan berjalan. Padahal bahasa mempunyai pengaruh-pengaruh yang luar biasa dan termasuk yang membedakan manusia dari ciptaan lainnya. Banyak ahli bahasa yang telah memberikan uraiannya tentang pengertiannya tentang pegertian bahasa. Pernyataan tersebut  tentunya  berbeda-beda cara menyampikannya. Seperti pendapat Bloch and Trager mengatakan bahwa : a language is a system of arbitrary vocal symbols by means of which asocial group cooperates (bahasa adalah suatu sistem simbol-simbol bunyi yang arbitrer yang dipergunakan oleh suatu kelompok sosial sebagai alat untuk komunikasi). Peran bahasa disini adalah sebagai alat komunikasi untuk menyampaikan jalan pikiran seluruh proses berpikir ilmiah dan sebagai sarana komunikasi antar manusia tanpa bahasa tiada komunikasi.

Adapun ciri-ciri bahasa ilmiah yaitu:
1.        Informatif yang berarti bahwa bahasa ilmiah mengungkapan informasi atau pengetahuan. Informasi atau pengetahuan ini dinyatakan secara eksplisit dan jelas untuk menghindari kesalah pahaman Informasi.
2.        Reproduktif adalah bahwa pembicara atau penulis menyampaikan informasi yang sama dengan informasi yang diterima oleh pendengar atau pembacanya.
3.        Intersubjektif, yaitu ungkapan-ungkapan yang dipakai mengandung makna-makna yang sama bagi para pemakainya
4.        Antiseptik berarti bahwa bahasa ilmiah itu objektif dan tidak memuat unsur emotif, kendatipun pada kenyataannya unsur emotif ini sulit dilepaskan dari unsur informatif.

Bahasa ilmiah  berfungsi sebagai alat komunikasi untuk menyampaikan jalan pikiran seluruh proses berpikir ilmiah. Yang dimaksud bahasa disini ialah bahasa ilmiah yang merupakan sarana komunikasi  ilmiah yang ditujukan untuk menyampaikan informasi yang berupa pengetahuan dengan syarat-syarat: Bebas dari unsur emotif,  Reproduktif,  Obyektif, Eksplisit.

Bahasa pada hakikatnya mempunyai  dua fungsi utama yakni,
1.        Sebagai sarana komunikasi antar manusia.
2.        Sebagai sarana budaya yang mempersatukan kelompok manusia yang mempergunakan bahasa tersebut.

Bahasa adalah unsur yang berpadu dengan unsur-unsur lain di dalam jaringan kebudayaan. Pada waktu yang sama bahasa merupakan sarana pengungkapan nilai-nilai budaya, pikiran, dan nilai-nilai kehidupan kemasyarakatan. Oleh karena itu, kebijaksanaan nasional yang tegas di dalam bidang kebahasaan harus merupakan bagian yang  integral dari kebijaksanaan nasional yang tegas di dalam bidang kebudayaan. Perkembangan kebudayaan Indonesia ke arah peradaban modern sejalan dengan kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut adanya perkembangan cara berpikir yang ditandai oleh kecermatan, ketepatan, dan kesanggupan menyatakan isi pikiran secara eksplisit.
Berpikir dan mengungkapkan isi pikiran ini harus dipenuhi oleh bahasa Indonesia sebagai sarana komunikasi dan sebagai sarana berpikir ilmiah dalam hubungan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi  serta modernisasi masyarakat Indonesia. Selain itu, mutu dan kemampuan bahasa Indonesia sebagai sarana komunikasi keagamaan perlu pula ditingkatkan.  Bahasa Indonesia harus dibina dan dikembangkan sedemikian  rupa sehingga ia memiliki kesanggupan menyatakan dengan tegas, jelas, dan eksplisit konsep-konsep yang rumit dan abstrak.
Para ahli filsafat bahasa dan psikolinguitik melihat fungsi bahasa  sebagai sarana untuk menyampaikan pikiran,  perasaan, dan emosi. Sedangkan aliran sisiolinguistik berpendapat bahwa fungsi bahasa adalah sarana untuk perubahan masyarakat. Walaupun terdapat perbedaan tetapi pendapat ini saling melengkapi satu sama lainnya. Secara umum dapat dinyatakan bahwa fungsi bahasa adalah :
1.        Koordinator kegiatan-kegiatan dalam masyarakat.
2.        Penetapan pemikiran dan pengungkapan.
3.        Penyampaian pikiran dan perasaan
4.        Penyenangan jiwa
5.        Pengurangan kegonjangan jiwa

Kneller mengemukakan 3 fungsi bahasa yaitu:
1.        Simbolik menonjol dalam komunikasi ilmiah.
2.        Emotif menonjol dalam komunikasi estetik.
3.        Afektif (George F. Kneller dalam jujun, 1990, 175).
Komunikasi dengan mempergunakan bahasa akan mengandung unsur simbolik dan emotif, artinya, kalau kita berbicara maka pada hakikatnya informasi yang kita sampaikan mengandung unsur-unsur emotif, demikian juga kalau kita menyampaikan perasaan maka ekspresi itu mengandung unsur-unsur informatife. Menurut Jujun S. Suriasumantri, 1990, 175, dalam komunikasi ilmiah proses komunikasi itu harus terbebas dari unsur  emotif, agar pesan itu reproduktif, artinya identik dengan pesan yang dikirimkan.

Menurut Halliday sebagaimana yang dikutip oleh Thaimah bahwa fungsi bahasa adalah sebagai berikut:
1.        Instrumental yaitu:  penggunaan bahasa untuk mencapai suatu hal   yang bersifat materi seperti makan, minum, dan sebagainya.
2.        Fungsi Regulatoris yaitu: penggunaan bahasa untuk memerintah dan perbaikan tingkah laku.
3.        Fungsi Interaksional yaitu: penggunaan bahasa untuk saling mencurahkan  perasaan pemikiran antara seseorang dan orang lain.
4.        Fungsi Personal yaitu: seseorang menggunakan bahasa untuk mencurahkan perasaan dan pikiran.
5.        Fungsi Heuristik yaitu : penggunaan bahasa untuk  mengungkap tabir fenomena dan keinginan untuk mempelajarinya.
6.        Fungsi Imajinatif  yaitu: penggunaan bahasa untuk mengungkapkan imajinasi seseorang dan gambaran-gambaran tentang discovery seseorang dan tidak sesuai dengan realita (dunia nyata).
7.        Fungsi Representasional yaitu: penggunaan bahasa untuk menggambarkan pemikiran dan wawasan.
8.        Untuk menelaah bahasa ilmiah perlu dijelaskan tentang pengolongan bahasa.

Ada dua pengolongan bahasa yang umumnya dibedakan yaitu :
1.        Bahasa alamiah yaitu bahasa sehari-hari yang digunakan untuk menyatakan sesuatu, yang tumbuh atas pengaruh alam sekelilingnya. Bahasa alamiah dibagi menjadi dua  yaitu: bahasa isyarat dan bahasa biasa.
2.        Bahasa buatan adalah bahasa yang disusun sedemikian rupa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan akar pikiran untuk maksud tertentu. Bahasa buatan dibedakan menjadi dua bagian yaitu: bahasa istilah dan bahasa antifisial atau bahasa simbolik.

Perbedaan bahasa alamiah dan bahasa buatan adalah sebagai berikut:
  1. Bahasa alamiah antara kata dan makna merupakan satu kesatuan utuh, atas dasar kebiasaan sehari-hari, karena bahasanya secara spontan, bersifat kebiasaan, intuitif (bisikan hati) dan pernyataan langsung.
  2. Bahasa buatan antara istilah dan konsep merupakan satu kesatuan bersifat relatif, atas dasar pemikiran akal karena bahasanya berdasarkan pemikiran, sekehendak hati, diskursif (logika, luas arti) dan pernyataan tidak langsung.
Dari uraian diatas tentang bahasa, bahasa buatan inilah yang dimaksudkan bahasa ilmiah. Dengan demikian bahasa ilmiah dapat dirumuskan, bahasa buatan yang diciptakan para ahli dalam bidangnya dengan mengunakan istilah-istilah atau lambang-lambang untuk mewakili pengertian-pengertian tertentu. Dan bahasa ilmiah inilah pada dasarnya merupakan kalimat-kalimat deklaratif atau suatu pernyataan yang dapat dinilai benar  atau salah, baik mengunakan bahasa biasa sebagai bahasa pengantar untuk mengkomunikasikan karya ilmiah.

PERAN LOGIKA DALAM BERFIKIR ILMIAH
Logika atau kebenaran akal/rasional terdiri dari berfikir dan bernalar. Berfikir adalah proses akal dalam mencari jawaban atas pertanyaan. Sedangkan bernalar merupakan suatu proses berfikir yang menggunakan kaidah/logika/rumus tertentu dan tidak menggunakan intuisi/kata hati sehingga membuahkan pengetahuan agar pengetahuan yang dihasilkan penalaran itu mempunyai dasar kebenaran  maka proses berfikir itu harus dilakukan suatu cara tertentu. Suatu penarikan kesimpulan ini disebut logika, dimana logika secara luas dapat didefinisikan sebagai pengkajian untuk berfikir secara sahih (valid) dan ditarik kesimpulan (Suryasumantri, 1990:46).
Dalam bernalar manusia melakukan proses berpikir untuk berusaha tiba pada pernyataan baru yang merupakan kelanjutan runtut dari pernyataan lain yang telah diketahui. Pernyataan yang telah diketahui disebut pangkal piker (premise), sedang pernyataan baru yang diturunkan dinamakan simpulan (conclusion). Cara penarikan simpulan yang sahih (valid) sesuai dengan cara tertentu disebut logika.
Cara penarikan simpulan dibedakan menjadi dua jenis, yakni:
a.         Logika Induktif
b.        Logika Deduktif.

PERAN MATEMATIKA DALAM BERFIKIR ILMIAH
Untuk melakuakan kegiatan ilmiah secara lebih baik diperlukan sarana berfikir salah satunya adalah Matematika. Sarana tersebut memungkinkan dilakukannya penelahaan ilmiah secara teratur dan cermat. Penguasaan secara berfikir ini ada dasarnya merupakan alat yang membantu kegiatan ilmiah dalam berbagai langkah yang harus ditempuh.  Matematika adalah bahasa yang melambaikan serangkaian makna dari pernyataan yang ingin kita sampaikan. Lambang-lambang matematika bersifat artificial yang baru mempunyai arti setelah sebuah makna diberikan kepadanya. Tanpa itu maka matematika hanya merupakan kumpulan rumus-rumus yang mati.
Matematika merupakan salah satu puncak kegemilangan intelektual. Disamping pengetahuan mengenai matematika itu sendiri, matematika juga memberikan bahasa, proses dan teori yang memberikan ilmu suatu bentuk kekuasaan. Fungsi matematika menjadi sangat penting dalam perkembangan macam-macam ilmu pengetahuan. Matematika dalam perkembangannya memberikan masukan-masukan pada bidang-bidang keilmuan yang lainnya. Konstribusi matematika dalam perkembangan ilmu alam lebih ditandai dengan pengunaan lambang-lambang bilangan untuk menghitung dan mengukur, objek ilmu alam misal gejala-gejalah alam yang dapat diamatidan dilakukan penelaahan secara berulang-ulang. Berbeda dengan ilmu sosial yang memiliki objek penelaahan yang kompleks dan sulit melakukan pengamatan. Disamping objeknya yang tak terulang maka kontribusi matematika tidak mengutamakan pada lambang-lambang bilangan.
Matematika memiliki struktur dengan keterkaitan yang kuat dan jelas satu dengan lainnya serta berpola pikir yang bersifat deduktif dan konsisten. Matematika merupakan alat yang dapat memperjelas dan menyederhanakan suatu keadaan atau situasi melalui abstraksi, idealisasi, atau generalisasi untuk suatu studi ataupun pemecahan masalah. Pentingnya matematika tidak lepas dari perannya dalam segala jenis dimensi kehidupan. Mengkomunikasikan gagasan dengan bahasa matematika justru lebih praktis, sistematis, dan efisien. Begitu pentingnya matematika sehingga bahasa matematika merupakan bagian dari bahasa yang digunakan dalam masyarakat. Hal tersebut menunjukkan pentingnya peran dan fungsi matematika, terutama sebagai sarana untuk memecahkan masalah baik pada matematika maupun dalam bidang.
Peranan Matematika sebagai sarana berfikir ilmiah dapat menggunakan alat-alat yang mempunyai kemampuan sebagai berikut:
1.        Menggunakan algoritma.
2.        Melakukan manupulasi secara matematika.
3.        Mengorganisasikan data.
4.        Memanfaatkan symbol, table dan grafik.
5.        Mengenal dan menenukan pola.
6.        Menarik kesimpulan.
7.        Membuat kalimat atau model matematika.
8.        Membuat interpretasi bangun geometri.
9.        Memahami pengukuran dan satuanya.
10.    Menggunakan alat hitung dan alat bantu lainya dalam matematika, seperti tabel matematika, kalkulator, dan komputer.

Adapun kelebihan dan kekurangan matematika:
1.        Kelebihan matematika adalah: tidak memiliki unsur emotif dan bahasa matematika sangat universal.
2.        Kelemahan dari matematika adalah bahwa matematika tidak mengandung bahasa emosional (tidak mengandung estetika) artinya bahwa matematika penuh dengan simbol yang bersifat artifersial dan berlaku dimana saja.

PERAN STATISTIKA DALAM BERFIKIR ILMIAH
Statistika mempunyai peranan penting dalam berpikir induktif. Konsep statistika sering dikaitkan dengan distribusi variabel yang ditelaah dalam suatu populasi tertentu. Statistika memberikan cara untuk dapat menarik kesimpulan yang bersifat umum dengan jalan mengamati hanya sebagian dari populasi yang bersangkutan. Statistika mampu memberikan secara kuantitatif tingkat ketelitian dari kesimpulan yang ditarik tersebut, yang pada dasarnya didasarkan pada asas yang sangat sederhana, yakni makin besar contoh yang diambil maka makin tinggi tingkat ketelitian tersebut dan sebaliknya
Statistika merupakan  sekumpulan metode dalam memperoleh pengetahuan   untuk mengelolah dan menganalisis data dalam mengambil suatu kesimpulan kegiatan ilmiah. Untuk dapat mengambil suatu keputusan dalam kegiatan ilmiah diperlukan data-data, metode penelitian serta penganalisaan harus akurat. Statistika diterapkan secara luas dan hampir semua pengambilan keputusan dalam bidang manajemen.  Peranan statiska diterapkan dalam penelitian pasar, produksi, kebijaksanaan penanaman modal, kontrol kualitas, seleksi pegawai, kerangka percobaan industri, ramalan ekonomi, auditing, pemilihan resiko dalam pemberian kredit dan lain sebagainya.

Peranan Statistika dalam tahap-tahap metode keilmuan:
1.        Alat untuk menghitung besarnya anggota sampel yang akan diambil dari populas.
2.        Alat untuk menguji validitas dan reliabilitas instrumen..
3.        Teknik untuk menyajikan data-data, sehingga data lebih komunikatif.
4.        Alat untuk analisis data seperti menguji hipotesis penelitian yang diajukan.

Adapun hubungan statiska antara Sarana berfikir Ilmiah Bahasa, Matematika dan Statistika, yaitu sebagaimana yang kita bahas sebelumnya, agar dapat melakukan kegiatan berpikir ilmiah dengan baik, diperlukan sarana bahasa, matematika dan statistika. Bahasa merupakan alat komunikasi verbal yang dipakai dalam kegiatan berpikir ilmiah, dimana bahasa menjadi alat komunikasi untuk menyampaikan jalan pikiran tersebut kepada orang lain. Dan ditinjau dari pola berpikirnya, maka ilmu merupakan gabungan antara berpikir deduktif dan berpikir induktif. Matematika mempunyai peranan yang penting dalam berpikir deduktif, sedangkan statistika mempunyai peranan penting dalam berpikir induktif. Penalaran induktif dimulai dengan mengemukakan pernyataan yang memiliki ruang lingkup yang khas dan terbatas untuk menyusun argumentasi yang diakhiri dengan pernyataan yang bersifat umum. Sedangkan deduktif, merupakan cara berpikir dimana dari pernyataan yang bersifat umum ditarik kesimpulan yang bersifat khusus, dengan memakai pola berpikir silogismus.

Soal
2.        Salah satu bahasan filsafat adalah kebenaran. Banyak teori yang membahas mengenai kebenaran. Tuliskan dua teori kebenaran, uraikan satu persatu dan bandingkan antara keduanya!
Jawaban:
Manusia ingin tahu yang benar. Hanya kebenaran yang memuaskan rasa ingin tahu manusia. Dengan kata lain, tujuan pengetahuan ialah mengetahui yang benar (kebenaran). Tujuan ilmu juga mencapai kebenaran. Dengan kata lain, dalam ilmu manusia ingin memperoleh pengetahuan yang benar. Karena ilmu menupakan pengetahuan yang sistematis, maka pengetahuan dituju ilmu ialah pengetahuan ilmiah. Dalam mengklarifikasi hakikat kebenaran, bukan mencari criteria kebenaran. Dengan kata lain, menjelaskan bagaimana dan dengan cara apa suatu proposisi yang benar berbeda dari proposisi yang tidak benar (palsu), dan bukannya mengidentifikasi kapan suatu proposisi itu benar.
Telah dikatakan bahwa manusia bukan tidak sekedar ingin tahu, tetapi ingin tahu kebenaran. Ia ingin memiliki pengetahuan yang benar. Kebenaran ialah persesuaian antara pengetahuan dan obyeknya. Pengetahuan yang benar adalah pengetahuan yang sesuai obyeknya. Inilah kebenaran obyektif. Seperti dikatakan Poedjawijatna, pengetahuan yang benar adalah pengetahuan yang obyektif.
Kalau saya mengatakan bahwa di luar sedang hujan, proposisi itu benar jika apa yang saya katakana memang sesuai dengan fakta. Jadi, ketika saya mengucapkan kalimat itu, hujan sedang turun. Kalau hujan tidak turun, apalagi sedang panas terik, maka proposisi itu tidak benar.

Teori Kebenaran Korespondensi
Teori Korespondensi (The Correspondence Theory of Thruth) adalah teori yang berpandangan bahwa pernyataan-pernyataan adalah benar jika berkorespondensi terhadap fakta atau pernyataan yang ada di alam atau objek yang dituju pernyataan tersebut. Kebenaran atau suatu keadaan dikatakan benar jika ada kesesuaian antara arti yang dimaksud oleh suatu pendapat dengan fakta. Kebenaran ini seutuhya berpangkal dari keadaan/kenyataan alam yang ada yang dapat dibuktikan secara inderawi oleh responden.
Teori kebenaran korespondensi adalah teori kebenaran yang paling awal, sehingga dapat digolongkan ke dalam teori kebenaran tradisional karena sejak awal (sebelum abad Modern) mensyaratkan kebenaran pengetahuan harus sesuai dengan kenyataan yang diketahuinya. Hal ini dapat diartikan bahwa teori yang diterapkan atau dikemukakan tidak boleh bersimpangan/bersebrangan dengan kenyataan yang menjadi objek.
Dalam teori kebenaran korespondensi tidak berlaku pada objek/bidang non-empiris atau objek yang tidak dapat diinderai. Kebenaran dalam ilmu adalah kebenaran yang sifatnya objektif, ia harus didukung oleh fakta-fakta yang berupa kenyataan dalam pembentukan objektivanya. Kebenaran yang benar-benar lepas dari kenyataan subjek.
Dalam teori ini terdapat tiga kesukaran dalam menentukan kebenaran yang disebabkan karena:
a.         Teori korespondensi memberikan gambaran yang menyesatkan dan yang terlalu sederhana mengenai bagaimana kita menentukan suatu kebenaran atau kekeliruan dari suatu pernyataan. Bahkan seseorang dapat menolak pernyataan sebagai sesuatu yang benar didasarkan dari suatu latar belakang kepercayaannya masing-masing.
b.        Teori korespondensi bekerja dengan idea, “bahwa dalam mengukur suatu kebenaran kita harus melihat setiap pernyataan satu-per-satu, apakah pernyataan tersebut berhubungan dengan realitasnya atau tidak.” Lalu bagaimana jika kita tidak mengetahui realitasnya? Bagaimanapun hal itu sulit untuk dilakukan.
c.         Kelemahan teori kebenaran korespondensi ialah munculnya kekhilafan karena kurang cermatnya penginderaan, atau indera tidak normal lagi sehingga apa yang dijadikan sebagai sebuah kebenaran tidak sesuai dengan apa yang ada di alam.
Sebuah ketelitian dan kesigapan dalam menentukan sebuah kebenaran dalam menentukan teori kebenaran koresponensi sangat diutamakan sebab untuk menghindari kesalahan yang terjadi atas tiga hal tersebut. Maka faktor inderawi yang menjadi alat untuk mengungkap kenyataan alam harus dapat menyatakan yang sebenarnya, mengetahui/menguasai realitas yang ada dan cermat.

Teori Kebenaran Koherensi
Koherensi merupakan pengaturan secara rapi kenyataan dan gagasan, fakta, dan ide menjadi suatu untaian yang logis sehingga mudah memahami pesan yang dihubungkannya.
Teori kebenaran koherensi ini digunagan sebagai sebuah pesan/penarik kepada umum supaya perhatiannya tertuju pada satu titik atau dengar arti lain, teori kebenaran koherensi merupakan teori kebenaran yang didasarkan kepada kriteria koheren atau konsistensi. Suatu pernyataan disebut benar bila sesuai dengan jaringan komprehensif dari pernyataan-pernyataan yang berhubungan secara logis. Pernyataan-pernyataan ini mengikuti atau membawa kepada pernyataan yang lain. Misalnya bila kita menganggap bahwa “semua makhluk hidup pasti mati” adalah pernyataan yang benar, maka pernyataan bahwa “pohon kelapa adalah makhluk hidup dan pohon kelapa pasti akan mati” adalah benar pula, sebab pernyataan kedua konsisten dengan pernyataan pertama.
Teori ini punya banyak kelemahan dan mulai ditinggalkan. Misalnya, astrologi mempunyai sistem yang sangat koheren, tetapi kita tidak menganggap astrologi benar. Kebenaran tidak hanya terbentuk oleh hubungan antara fakta atau realitas saja, tetapi juga hubungan antara pernyataan-pernyataan itu sendiri. Dengan kata lain, suatu pernyataan adalah benar apabila konsisten dengan pernyataan-pernyataan yang terlebih dahulu kita terima dan kita ketahui kebenarannya.
Dua masalah yang didapatkan dari teori koherensi adalah:
a.         Pernyataan yang tidak koheren (melekat satu sama lain) secara otomatis tidak tergolong kepada suatu kebenaran, namun pernyataan yang koheren juga tidak otomatis tergolong kepada suatu kebenaran.
b.        Sama halnya dalam mengecek apakah setiap pernyataan berhubungan dengan realitasnya, kita juga tidak akan mampu mengecek apakah ada koherensi diantara semua pernyataan yang benar.
Dua masalah ini lahir karena adanya pertentangan keyakinan, moral maupun ketidak sanggupan untuk mengecek sebuah pernyataan yang sudah dilontarkan dengan keadaan lapangan atau hal yang dialami sehingga tingkat konsistensinya rendah bahkan berat untuk dipertanggungjawabkan.

Perbandingan Antara Teori Kebenaran Korespondensi dengan Teori Kebenaran Koherensi
Teori kebenaran baik koherensi maupun korespondensi keduanya dipergunakan untuk membangun pola berpikir secara ilmiah. Teori koherensi dipergunakan pada proses penalaran teoritis yang didasarkan pada logika deduktif. Sedangkan teori korespondensi dipergunakan untuk proses pembuktian seara empiris dalam bentuk pengumpulan data-data yang mendukung suatu pernyataan tertentu yang telah dibuat sebelumnya.

Soal
3.        Tuliskan pendapat Anda tentang aksiologi yang merupakan bagian dari filsafat ilmu!
Jawaban:
Aksiologis merupakan istilah yang berasal dari perkataan axios (Yunani) yang berarti bernilai, dan logos yang berarti ilmu atau teori. Aksiologis adalah “teori tentang nilai”. Nilai yang dimaksud  adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai. Aksiologis adalah ilmu pengetahuan yang memiliki hakikat nilai, yang umumnya ditinjau dari segi kefilsafatan. Aksiologis juga menunjukkan kaidah-kaidah apa yang harus kita perhatikan di dalam menerapkan ilmu ke dalam praktis (Susanto, 2011:116).
Aksiologi merupakan cabang filsafat ilmu yang berhubungan macam-macam dan kriteria nilai serta keputusan atau pertimbangan dalam menilai, terutama dalam etika atau nilai-nilai moral dan yang mempertanyakan bagaimana manusia menggunakan ilmunya. Ilmu merupakan sesuatu yang paling penting bagi manusia, karena dengan ilmu semua keperluan dan kebutuhan manusia bisa terpenuhi secara lebih cepat dan lebih mudah. Dengan kemajuan ilmu juga manusia bisa merasakan kemudahan lainnya seperti transportasi, pemukiman, pendidikan, komunikasi, dan lain sebagainya. 
Dasar aksiologi ilmu membahas tentang manfaat yang diperoleh manusia dari pengetahuan yang didapatkannya. Tidak dapat dipungkiri bahwa ilmu telah memberikan kemudahan-kemudahan bagi manusia dalam mengendalikan kekuatan-kekuatan alam. Dengan mempelajari atom kita dapat memanfaatkannya untuk sumber energi bagi keselamatan manusia, tetapi hal ini juga dapat menimbulkan malapetaka bagi manusia, tetapi hal ini juga dapat menimbulkan malapetaka bagi manusia. Penciptaan bom akan meningkatkan kualitas persenjataan dalam perang, sehingga jika senjata itu dipergunakan akan mengancam keselamatan umat manusia.
Terdapat berbagai macam teori tentang nilai dan hal ini sangat bergantung pada titik tolak dan sudut pandang setiap teori dalam menentukan pengertian nilai. Kalangan materialis memandang bahwa hakikat nilai yang tertinggi adalah nilai material, sedangkan kalangan hedonis berpandangan bahwa nilai yang tertinggi adalah nilai kenikmatan. Namun, dari berbagai macam pandangan tentang nilai dapat dikelompokkan pada dua macam sudut pandang, yaitu bahwa sesuatu itu bernilai karena berkaitan dengan sabjek pemberi nilai, yaitu manusia. Hal ini bersifat subjektit. tetapi juga terdapat pandangan bahwa pada hakikatnya nilai sesuatu itu melekat pada dirinya sendiri. Hal ini merupakan pandangan dari paham objektivisme.
Notonagoro memerinci tentang nilai, ada yang bersifat material dan nonmaterial. Dalam hubungan ini, manusia memiliki orientasi nilai yang berbeda bergantung pada pandangan hidup dan filsafat hidup masing-masing. Ada yang mendasarkan pada orientasi nilai material, tetapi ada pula yang sebaliknya, yaitu berorientasi pada nilai yang nonmaterial. Nilai material relatif lebih mudah diukur menggunakan pancaindra ataupun alat pengukur. Akan tetapi, nilai yang bersifat rohaniah sulit diukur, tetapi dapat juga dilakukan dengan hati nurani manusia sebagai alat ukur yang dibantu oleh cipta, rasa, serta karsa dan keyakinan manusia (Kaelan, 2005).
Nilai itu bersifat objektif, tapi kadang-kadang bersifat subjektif. Dikatakan objektif jika nilai-nilai tidak tergantung pada subjek atau kesadaran yang menilai. Tolak ukur suatu gagasan berada pada objeknya, bukan pada subjek yang melakukan penilaian. Kebenaran tidak tergantung pada kebenaran pada pendapat individu melainkan pada objektivitas fakta. Sebaliknya, nilai menjadi subjektif, apabila subjek berperan dalam memberi penilaian; kesadaran manusia menjadi tolak ukur penilaian. Dengan demikian nilai subjektif selalu memperhatikan berbagai pandangan yang dimiliki akal budi manusia, seperti perasaan yang akan mengasah kepada suka atau tidak suka, senang atau tidak senang.

Soal
4.        Kemukakan pendapat Anda tentang  moralitas, ideologi, jati diri, dan pembentukan/pengembangan karakter bangsa dikaitkan dengan aksiologi ilmu?
Jawaban:
Moral berasal dari bahasa Latin mores yang berarti adat kebiasaan, akhlak atau kesusilaan yang mengandungmakna tata tertib batin atau tata tertib nurani yang menjadi pembimbing tingkah laku batin dalam hidup (Poespoprodjo, 1986; BP-7, 1993;Soegito, 2002). Kata moral berasal dari bahasa Yunani sama dengan ethos yang melahirkan etika. Sebagai cabang filsafat, etika sangat menekankan pendekatan yang kritis dalam melihat dan menggumuli nilai (takaran, harga, angka kepandaian, kadar/mutu, sifat-sifat yang penting/berguna) dan moral tersebut serta permasalahan-permasalahan yang timbul dalam kaitan dengan nilai dan moral itu. (Ihsan, 2010: 271).
Istilah ilmu pengetahuan diambil dari kata bahasa Inggris science, yang berasal dari bahasa Latin scientiadari bentuk kata kerja scire yang berarti mempelajari, mengetahui. Menurut The Liang Gie (1987), memberikan pengertian ilmu adalah rangkaian aktivitas penelaahan yang mencari penjelasan suatu metode untuk memperoleh pemahaman secara rasional empiris mengenai dunia dalam berbagai seginya, dan keseluruhan pengetahuan sistematis yang menjelaskan berbagai gejala yang ingin dimengerti.

Aksiologi Ilmu terhadap Moral
Ilmu berupaya mengungkapkan realitas sebagaimana adanya, sedangkan moral pada dasarnya adalah petunjuk tentang apa yang seharusnya dilakukan manusia. Hasil-hasil kegiatan keilmuan memberikan alternatif untuk membuat keputusan politik dengan berkiblat pada pertimbangan moral (Ihsan, 2010: 276).
       Ilmu tidak lagi berfungsi sebagai sarana yang memberikan kemudahan dan berkah kepada kehidupan manusia, melainkan dia berada untuk tujuan eksistensinya sendiri. Sesuatu yang kadang-kadang ironis harus dibayar mahal oleh manusia karena kehilangan sebagian arti dari status kemanusiaannya. Manusia sering dihadapkan dengan situasi yang tidak bersifat manusiawi, terpenjara dalam kisi-kisi teknologi, yang merampas kemanusiaan dan kebahagiaannya (Suriasumantri dalam  Ihsan, 2010: 273).
Dihadapkan dengan masalah moral dalam menghadapi eksis ilmu dan teknologi yang bersifat merusak ini para ilmuwan terbagi ke dalam dua golongan pendapat. Golongan pertama menginginkan bahwa ilmu harus bersifat netral terhadap nilai-nilai baik itu secara ontologis maupun aksiologis.  Dalam hal ini tugas ilmuwan adalah menemukan pengetahuan dan terserah kepada orang lain untuk mempergunakannya. Golongan kedua berpendapat bahwa netralitas ilmu terhadap nilai-nilai hanyalah terbatas pada metafisik keilmuan, sedangkan dalam penggunaannya, bahkan   pemilihan obyek penelitian, maka kegiatan keilmuan harus berlandaskan asas-asas moral. Tahap tertinggi dalam kebudayaan moral manusia, ujar Charles Darwin, adalah ketika kita menyadari bahwa kita seyogyanya mengontrol pikiran kita (Suriasumantri, 2000: 235).

Aksiologi Ilmu terhadap Ideologi
Secara harfiah ideologi berasal dari kata “ide” dan “logis” yang dapat diartikan sebagai aturan/hukum tentang ide, konsep ini berasal dari Plato (Takwim dalam Unsilster : 2009). Pengertian ideologi secara umum adalah sekumpulan ide, gagasan, keyakinan, kepercayaan yang menyeluruh dan sistematis dalam bidang politik, social, ekonomi, budaya, dan keagamaan.

Ciri-ciri ideologi adalah sebagai berikut :
1.        Mempunyai derajat yang tinggi sebagai nilai hidup kebangsaan dan kenegaraan.
2.        Oleh karena itu, mewujudkan suatu asas kerohanian, pandangan dunia, pandangan hidup, pedoman hidup, pegangan hidup yang dipelihara, diamalkan dilestarikan kepada generasi berikutnya, diperjuangkan dan dipertahankan dengan kesediaan berkorban.
Fungsi ideologi menurut beberapa pakar dibidangnya:
1.        Sebagai sarana untuk memformulasikan dan mengisi kehidupan manusia secara individual ( Cahyono : 1986 )
2.        Sebagai jembatan kendali pergeseran kekuasaan  dari generasi tua ( Founding fothers) dengan generasi muda ( Setiardja : 2001 ).
3.        Sebagai kekuatan yang mampu memberikan motivasi dan semangat individu, masyarakat dan bangsa  untuk menjalani kehidupan dalam mencapai tujuan ( Hidayat : 2001 ).
Semangat dan ideologi kebangsaan harus dikembangkan dan dilembagakan di seluruh bidang kehidupan dalam berbangsa dan bernegara seperti sangat perlu dikembangkan nasionalisme ekonomi, nasionalisme politik, nasionalisme budaya, nasionalisme pendidikan, dan sebagainya. Untuk melembagakan semangat dan ideologi kebangsaan Indonesia haruslah dimulai dengan ”pendidikan dan sosialisasi dalam keluarga”. Orang tua hendaknya bersedia memberikan nasehat kepada anak-anak menjelang berangkat ke sekolah dengan pernyataan ”warga negara yang baik adalah warga negara yang memiliki semangat dan ideologi kebangsaan yang kokoh dengan landasan Pancasila”.

Aksiologi Ilmu terhadap Jati Diri
Istilah  jati diri pada dasarnya berasal dari bahasa  Jawa Kuno yang terdiri  dari dua kata  yaitu jati berarti yang sesungguhnya  atau merupakan  realitas  dan  diri berarti tubuh. Jati diri adalah siapa diri kita sesungguhnya, fitrah manusia, atau juga nur Ilahi yang berisikan sifat-sifat dasar manusia yang murni dari Tuhan yang berisikan percikan-percikan sifat Ilahiah dalam batas kemampuan insani diberikan sewaktu lahir. Ini tentunya merupakan potensi yang dapat memancar dan ditumbuhkembangkan selama persyaratannya dipenuhi. Persyaratan tersebut adalah hati yang bersih dan sehat.
Dengan mengaktualkan Jati diri Bangsa di dada setiap warga negara, maka semangat dan ideologi kebangsaan dapat kembali dikembangkan dan dilestarikan. Selama kondisi Jatidiri Bangsa Indonesia terjabik-jabik seperti sekarang masyarakat dan bangsa Indonesia mengalami tantangan dan hambatan besar untuk melembagakan semangat dan ideologi kebangsaan Indonesia.

Aksiologi Ilmu terhadap Pembentukan/Pengembangan Karakter Bangsa
Secara harfiah karakter adalah stempel, atau yang tercetak, yang terbentuk dipengaruhi oleh faktor endogeen/dalam diri dan faktor exogeen/luar diri. Karakter sebagaimana didefinisikan oleh Ryan dan Bohlin, mengandung tiga unsur pokok yaitu: mengetahui kebaikan (knowing the good), mencintai kebaikan (loving the good), dan melakukan kebaikan (doing the good). Ada juga yang menyamakan kata karakter dengan watak, tabiat, perangai atau ahlak. Mengacu ke bahasa Inggris character diberi arti a distinctive differentiating mark, tanda yang membedakan secara tersendiri. Karakter adalah keakuan rohaniah, yang nampak dalam keseluruhan sikap dan perilaku, yang dipengaruhi oleh bakat, atau potensi dalam diri dan lingkungan.
Sebagai contoh rakyat Indonesia semula dikenal bersikap ramah, suka membantu dan peduli terhadap lingkungan, dan sikap baik yang lain. Namun saat ini pengembangan karakter bangsa ada yang menilai karakter bangsa itu telah luntur, terbawah arus global, perubahan pembentukan/pengembangan karakter bangsa berubah menjadi sikap yang kurang terpuji, seperti tidak memiliki rasa malu, mencaci maki pihak lain, banyak sikap dan tindakan jahat dibiarkan berlalu, banyak murid dan mahasiswa yang curang mengikuti ujian, banyak tindakan kejahatan korupsi yang dibiarkan  dengan berbagai alasan dan pembenaran, warga masyarakat atau bangsa Indonesia telah memiliki mental karet, karenanya sangat sukar bertindak tegas.
Karena permasalahan diatas maka penulis mengusulkan untuk mengembangkan kesadaran akan kebangsaan itu haruslah kita mengembangkan pembentukan karakter manusia Indonesia baru.
Pengembangan karakter bangsa/manusia baru Indonesia yang diharapkan ialah karakter-karakter baru sebagai:
1.      Mentalitas keterbukaan akan nilai-nilai baru dan perubahan budaya serta peradaban dunia;
2.      Orientasi yang kuat kemasa depan, bukan masa lampau, karena itu harus ada orientasi mencapai perubahan dan kemajuan;
3.      Karakter demiokrasi yang bebas dari segala bentuk tindakan kekerasan;
4.      Memiliki karakter etos kerja dan kemandirian, serta kepercayaan akan kekuatan sendiri;
5.      Menghargai dan menguasai iptek yang maju;
6.      Karakter disiplin diri dan disiplin sosial yang tinggi;
Dengan berdasarkan pengembangan karakter bangsa di atas maka Pembangunan karakter bangsa bertujuan untuk membina dan mengembangkan karakter warga negara sesuai dengan nilai-nilai pancasila. pembentukan karakter sangatlah dibutuhkan. Karakter berkaitan dengan nilai-nilai spiritual, hubungan antar individu, kelompok maupun Negara. Ia diidentikkan dengan suatu nilai positif yang mempengaruhi sikap dan perilaku, menjadi landasan berpikir bahkan idealisme seseorang. Pembentukan karakter menjadi kebutuhan mendesak mengingat perkembangan zaman yang begitu cepat.

Soal
5.        Salah satu bahasan filsafat ilmu adalah aliran/mazhab filsafat ilmu. Pilih dua aliran/mazhab filsafat ilmu. Jelaskan masing-masing dan bandingkan antara keduanya, serta bagaimana implikasinya terhadap pendidikan!
Jawaban:
Filsafat pendidikan menurut Al-Syaibany (dalam Sadulloh, 2011: 71) adalah:
“Pelaksanaan pandangan falsafah dan kaidah falsafah dalam bidang pendidikan. Filsafat itu mencerminkan satu segi dari segi pelaksanaan falsafah umum dan menitikberatkan kepada pelaksanaan prinsip-prinsip dan kepercayaan-kepercayaan yang menjadi dasar dari falsafah umum dalam menyelesaikan masalah-masalah pendidikan secara praktis”

Filsafat pendidikan bersandarkan pada filsafat formal atau filsafat umum. Dalam arti bahwa masalah-masalah pendidikan merupakan karakter filsafat. Masalah-masalah pendidikan akan berkaitan dengan masalah-masalah filsafat umum, seperti:
a)        Hakikat kehidupan yang baik, karena pendidikan akan berusaha untuk mencapainya
b)        Hakikat manusia, karena manusia merupakan makhluk yang menerima pendidikan
c)        Hakikat masyarakat, karena pendidikan pada dasarnya merupakan suatu proses social
d)       Hakikat realitas akhir, karena semua pengetahuan akan berusaha untuk mencapainya.
Selanjutnya Al-Syaibany (dalam Sadulloh, 2011: 72) berpandangan bahwa filsafat pendidikan, seperti halnya filsafat umum, berusaha mencari yang hak dan hakikat serta masalah yang berkaitan dengan proses pendidikan. Filsafat pendidikan berusaha untuk mendalami konsep-konsep pendidikan dan memahami sebab-sebab yang hakiki dari masalah pendidikan. Filsafat pendidikan berusaha juga membahas tentang segala yang mungkin mengarahkan proses pendidikan.
Kneller (dalam Sadulloh, 2011: 72), filsafat pendidikan merupakan aplikasi filsafat dalam lapangan pendidikan.Seperti halnya filsafat, filsafat pendidikan dapat dikatakan spekulatif, preskiptif, dan analitik.
Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa filsafat pendidikan adalah terapan dari filsafat umum yang dilaksanakan dalam pandangan dan kaidah bidang pendidikan yang berusaha membangun teori-teori hakikat manusia, masyarakat, dan dunia, menentukan tujuan-tujuan yang harus dicapai dalam lapangan pendidikan.

Filsafat Pendidikan Idealisme
Idealisme termasuk aliran filsafat pada abad modern. Idealisme berasal dari bahasa Inggris yaitu Idealism dan kadang juga dipakai istilahnya mentalism atau imaterialisme. Istilah ini pertama kali digunakan secara filosofis oleh Leibnez pada mula awal abad ke-18.Leibniz memakai dan menerapkan istilah ini pada pemikiran Plato, secara bertolak belakang dengan materialisme Epikuros. Idealisme ini merupakan kunci masuk hakekat realitas.
Idealisme diambil dari kata ide yakni sesuatu yang hadir dalam jiwa. Idealisme dapat diartikan sebagai suatu paham atau aliran yang mengajarkan bahwa hakikat dunia fisik hanya dapat dipahami dalam kaitannya dengan jiwa dan roh. Menurut paham ini, objek-objek fisik tidak dapat dipahami terlepas dari spirit.
Ada pendapat lain yang mengatakan, idealisme berasal dari bahasa latin idea, yaitu gagasan, ide. Sesuai asal katanya menekankan gagasan, ide, isi pikiran, dan buah mental. Terdapat aliran filsafat yang beranggapan, yang ada yang sesungguhnya adalah yang ada dalam budi, yang hadir dalam mental. Karena hanya yang berbeda secara  demikian yang sempurna, utuh, tetap, tidak berubah dan jelas. Itu semua adalah idealisme.
William E. Hocking, seorang penganut idealisme modern, mengungkapkan bahwa, sebutan ”ide-isme” kiranya lebih baik dibandingkan dengan idealisme.Hal itu benar, karena idealisme lebih berkaitan dengan konsep-konsep “abadi” (ideas), seperti kebenaran, keindahan, & kemuliaan daripada berkaitan dengan usaha serius dengan orientasi keunggulan yang bisa dimaksudkan ketika kita berucap, “Dia sangat idealistik”.
Idealisme mempunyai pendirian bahwa kenyataan itu terdiri dari atau tersusun atas substansi sebagaimana gagasan-gagasan atau ide-ide. Alam fisik ini tergantung dari jiwa universal atau Tuhan, yang berarti pula bahwa alam adalah ekspresi dari jiwa tersebut.
Inti dari Idealisme adalah suatu penekanan pada realitas ide-gagasan, pemikiran, akal-pikir atau kedirian daripada sebagai suatu penekanan pada objek-objek & daya-daya material. Idealisme menekankan akal pikir (mind) sebagai hal dasar atau lebih dulu ada bagi materi, & bahkan menganggap bahwa akal pikir adalah sesuatu yang nyata, sedangkan materi adalah akibat yang ditimbulkan oleh akal-pikir atau jiwa (mind). Hal itu sangat berlawanan dengan materialisme yang berpendapat bahwa materi adalah nyata ada,  sedangkan akal-pikir (mind) adalah sebuah fenomena pengiring.
Aliran idealisme terbukti cukup banyak  berpengaruh dalam dunia pendidikan. William T. Harris adalah salah satu tokoh aliran pendidikan idealisme yang sangat berpengaruh di Amerika Serikat. Idealisme terpusat tentang keberadaan sekolah. Aliran inilah satu-satunya yang melakukan oposisi secara fundamental terhadap naturalisme. Pendidikan harus terus eksis sebagai lembaga untuk proses pemasyarakatan manusia sebagai kebutuhan spiritual, dan tidak sekedar kebutuhan alam semata.
       Pendidikan idealisme untuk individual antara lain bertujuan agar anak didik bisa menjadi kaya dan memiliki kehidupan yang bermakna, memiliki kepribadian yang harmonis, dan pada akhirnya diharapkan mampu membantu individu lainnya untuk hidup lebih baik. Sedangkan tujuan pendidikan idealisme bagi kehidupan sosial adalah perlunya persaudaraan antar manusia. Sedangkan tujuan secara sintesis dimaksudkan sebagai gabungan antara tujuan individual dengan sosial sekaligus, yang juga terekspresikan dalam kehidupan yang berkaitan dengan Tuhan.
Guru dalam sistem pengajaran menurut aliran idealisme berfungsi sebagai:
1)        Guru adalah personifikasi dari kenyataan anak didik. Artinya, guru merupakan wahana atau fasilitator yang akan mengantarkan anak didik dalam mengenal dunianya lewat materi-materi dalam aktifitas pembelajaran.
2)        Guru harus seorang spesialis dalam suatu ilmu pengetahuan dari siswa. Artinya, seorang guru itu harus mempunyai pengetahuan yang lebih daripadaanakdidik.
3)        Guru haruslah menguasai teknik mengajar secara baik. Artinya, seorang guru harus mempunyai potensi pedagogik yaitu kemampuan untuk mengembangkan suatu model pembelajaran, baik dari segi materidan yang lainnya.
4)        Guru haruslahmenjadi pribadi yang baik, sehingga disegani oleh murid. Artinya, seorang guru harus mempunyai potensi kepribadian yaitu karakter dan kewibawaan yang berbeda dengan guru yang lain.
5)        Guru menjadi teman dari para muridnya. Artinya, seorang guru harus mempunyai potensi sosial yaitu kemampuan dalam hal berinteraksi dengan anak didik.
Kurikulum yang digunakan dalam pendidikan yang beraliran idealisme harus lebih memfokuskan pada isi yang objektif. Pengalaman haruslah lebih banyak daripada pengajaran yang textbook. Agar pengetahuan dan pengalamannya aktual. Sedangkan implikasi Aliran Idealisme dalam Pendidikan yaitu :
1)        Tujuan pendidikan, untuk membentuk karakter, mengembangkan bakat atau kemampuandasar, sertakebaikansosial.
2)        Kurikulum, pendidikan liberal untuk pengembangan kemampuan dan pendidikan praktis untuk memperoleh pekerjaan.
3)        Metode, diutamakan metode dialektika (salingmengaitkanilmu yang satudengan yang lain), tetapi metode lain yang efektif dapat dimanfaatkan.
4)        Peserta didik bebas untuk mengembangkan kepribadian, bakat dan kemampuan dasarnya.
5)        Pendidik bertanggungjawab dalam menciptakan lingkungan pendidikan melalui kerja sama dengan alam.

Implikasi Idealisme dalam Pendidikan:
1)        Pendidikan bukan hanya mengembangkan dan menumbuhkan, tetapi juga harus menuju pada tujuan yaitu dimana nilai telah direalisasikan ke dalam bentuk yang kekal dan tak terbatas.
2)        Pendidikan adalah proses melatih pikiran, ingatan, perasaan. Baik untuk memahami realita, nilai-nilai, kebenaran, maupun sebagai warisan sosial.
3)        Tujuan pendidikan adalah menjaga keunggulan kultural, sosial dan spiritual. Memperkenalkan suatu spirit intelektual guna membangun masyarakat yang ideal.
4)        Pendidikan idealism berusaha agar seseorang dapat mencapai nilai-nilai dan ide-ide yang diperlukan oleh semua manusia secara bersama-sama.
5)        Tujuan pendidikan idealisme adalah ketepatan mutlak. Untuk itu, kurikulum seyogyanya bersifat tetap dan tidak menerima perkembangan.
6)        Peranan pendidik menurut aliran ini adalah memenuhi akal peserta didik dengan hakekat-hakekat dan pengetahuan yang tepat.

Filsafat Pendidikan Realisme
Realisme adalah aliran yang menyatakan bahwa objek-objek pengetahuan yang diketahui adalah nyata dalam dirinya sendiri. (Ihsan, Fuad, 2010:90). Realisme adalah suatu bentuk yang dapat merepresentasikan kenyataan. Realisme terpusat pada pertanyaan tentang representasi, yaitu tentang bagaimana dunia dikonstruksi dan disajikan secara sosial kepada dan oleh diri kita. Inti realisme dapat dipahami sebagai kajian tentang budaya sebagai praktik-praktik pemaknaan dari representasi. Hal ini berarti bahwa kita harus mempelajari asal-usul tekstual dari makna. Hal ini juga menuntut kita untuk meneliti cara-cara tentang bagaimana makna diproduksi dalam beragam konteks.
Dalam pemikiran filsafat, realisme berpandangan bahwa kenyataan tidaklah terbatas pada pengalaman inderawi ataupun gagasan yang tebangun dari dalam. Dengan demikian realisme dapat dikatakan sebagai bentuk penolakan terhadap gagasan ekstrim idealisme dan empirisme. Dalam membangun ilmu pengetahuan, realisme memberikan teori dengan metode induksi empiris. Gagasan utama dari realisme dalam konteks pemerolehan pengetahuan adalah bahwa pengetahuan didapatkan dari dual hal, yaitu observasi dan pengembangan pemikiran baru dari observasi yang dilakukan. Dalam konteks ini, ilmuwan dapat saja menganalisa kategori fenomena-fenomena yang secara teoritis eksis walaupun tidak dapat diobservasi secara langsung.
Aliran realisme berpandangan bahwa hakikat realitas adalah fisik dan ruh, bersifat dualistis. Tujuan pendidikannya membentuk individu yang mampu menyesuaikan diri dalam masyarakat dan memiliki rasa tanggung jawab kepada masyarakat.
Aliran filsafat realisme berpendirian bahwa pengetahuan manusia itu adalah gambaran yang baik dan tepat dari kebenaran. Konsep filsafat menurut aliran realisme adalah:
a)        Metafisika-realisme adalah kenyataan yang sebenarnya hanyalah kenyataan fisik (materialisme) kenyataan material dan imaterial (dualisme), dan kenyataan yang terbentuk dari berbagai kenyataan (pluralisme).
b)        Humanologi-realisme adalah hakekat manusia terletak pada apa yang dapat dikerjakan. Jiwa merupakan sebuah organisme kompleks yang mempunyai kemampuan berpikir.
c)        Epistemologi-realisme; Kenyataan hadir dengan sendirinya tidak tergantung pada pengetahuan dan gagasan manusia, dan kenyataan dapat diketahui oleh pikiran. Pengetahuan dapat diperoleh melalui penginderaan. Kebenaran pengetahuan dapat dibuktikan dengan memeriksa kesesuaiannya dengan fakta.
d)       Aksiologi-realisme; Tingkah laku manusia diatur oleh hukum-hukum alam yang diperoleh melalui ilmu, dan pada taraf yang lebih rendah diatur oleh kebiasaan-kebiasaan atau adat-istiadat yang telah teruji dalam kehidupan.
Menurut Power (1982), implikasi filsafat pendidikan realisme adalah sebagai berikut:
1)      Tujuan pendidikan
·         Menurut realisme Pendidikan merupakan suatu proses untuk meningkatkan diri guna mencapai yang sesuatu yang  abadi, dan juga
penyesuaian hidup dan tanggung jawab sosial.
·         Menurut Realisme klasik, tujuan pendidikan adalah agar anak  menjadi manusia bijaksana, yaitu seorang yang dapat menyesuaikan diri dengan baik terhadap lingkungan fisik dan sosial.
·         Tujuan pendidikan menurut Realisme religius  adalah mendorong siswa memiliki keseimbangan intelektual yang baik, bukan semata-mata penyesuaian terhadap fisik dan sosial saja, namun mempersiapkan individu untuk dunia dan akhiat.
·         Menurut Christian religious realist, tujuan utama pendidikan moral adalah untuk keselamatan jiwa. Anak harus mampu belajar menjaga hati dalam dirinya dan menjauhi dosa. Tuhan akan menawarkan keselmatan bagi makhluknya, dan makhluknya harus bisa menentukan apakah akan menerima atau tidak tawaran tersebut. Hal ini akan menyebabkan kebiasan dalam membuat keputusan yang benar.
2).   Kurikulum
Kurikulum dikembangkan secara komprehensif mencakup semua pengetahuan yang sains, sosial, maupun muatan nilai-nilai. Isi kurikulum lebih efektif diorganisasikan dalam bentuk mata pelajaran karena memiliki kecenderungan berorientasi pada peserta didik (subject centeed)
3).  Kedudukan siswa
·         Dalam konteks realisme, peserta didik dituntut untuk dapat menguasai pengetahuan yang handal dan terpercaya. Dibutuhkan kedisiplinan sebagai metode mencapai esensi dalam belajar. Disiplin mental dan moral dibutuhkan guna memperoleh hasil yang baik.
·         Dalam hal pelajaran, mampu menguasai pengetahuan yang handal, dan dapat dipercaya. Dalam hal disiplin, peraturan yang baik adalah esensial untuk belajar. Disiplin mental dan moral dibutuhkan untuk memperoleh hasil yang baik.
4). Peranan Guru
·         Guru dituntut untuk dapat menguasai pengetahuan, terampil dalam teknik mengajar, dan dengan keras menuntut prestasi peserta didik menguasai
bahan ajar yang sumbernya pengetahuan realistis.
·         Guru merupakan orang yang mewariskan kultur budaya. Dalam hal ini, bahwa yang yang menentukan pokok persoalan (subject matter) atau pelajarn di kelas adalah guru bukan murid. Guru harus mampu menguasai pengetahuan, terampil dalam tenik mengajar, dan dengan teras menuntut prestasi dari siswa sehingga siswa terpuasakan. Kepuasan personal siswa jauh lebih penting daripada hanya sekedar menyapaikan materi.
5).  Metode
Belajar tergantung dari pengalaman, baik langsung atau tidak langsung. Metode penyampaian harus logis dan psikologis. Metode conditioning merupakan metode utama bagi realisme sebagai pengikut behaviorisme.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar