Kamis, 01 Mei 2014

Inovasi dalam Organisasi

1.        Pendahuluan
1.1    Latar Belakang
Hal-hal tentang inovasi dengan berorientasi pada sasaran individual merupakan yang diharapkan menerima dan menerapkan inovasi adalah anggota sistem sosial sebagai pribadi pada makalah ini akan dibicarakan inovasi dalam organisasi artinya diharapkan diterima dan diterapkan inovasi oleh organisasi. Namun demikian tetap harus kita ingat bahwa pada hakikatnya yang menjadi sasaran menerima dan menerapkan inovasi juga individu atau pribadi tetapi sebagai anggota organisasi. Dengan demikian maka pemahaman proses keputusan inovasi yang berorientasi pada individu tetap merupakan dasar untuk memahami proses inovasi dalam organisasi.
Dengan memahami proses divusi inovasi dalam organisasi akan mudah untuk memahami proses divusi inovasi pendidikan, karena pada dasarnya pelaksana pendidikan formal adalah suatu organisasi. Pelaksana pendidikan formal secara nasional (makro) adalah organisasi departemen pendidikan dan kebudayaan beserta komponen-komponenya, sedangkan pelaksana pendidikan formal secara mikro di sekolah (organisasi sekolah).
Agar dapat memperoleh gambaran yang jelas bagaimana pelaksanaan inovasi pendidikan dan kaitannya dengan inovasi dalam organisasi, maka pada makalah ini, berturut-turut dijelaskan tentang: pengertian organisasi, kepekaan organisasi terhadap inovasi, tipe-tipe keputusan inovasi dalam organisasi, dan proses inovasi dalam organisasi

1.2    Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas adapun masalah yang akan dirumuskan pada makalah ini yaitu:
1)        Apa pengertian Organisasi?
2)        Bagaimanakah kepekaan organisasi terhadap inovasi?
3)        Bagaimanakah keputusan inovasi dalam organisasi?
4)        Bagaimanakah proses inovasi dalam organisasi?


1.3    Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dalam penulisan makalah ini yaitu:
1)        Untuk mengetahui apa pengertian Organisasi
2)        Untuk mengetahui bagaimanakah kepekaan organisasi terhadap inovasi
3)        Untuk mengetahui bagaimanakah keputusan inovasi dalam organisasi
4)        Untuk mengetahui bagaimanakah proses inovasi dalam organisasi

2.        Pembahasan
2.1    Pengertian Inovasi dalam Organisasi
Organisasi menurut pendapat Rogers adalah suatu sistem yang stabil, yang merupakan perwujudan kerjasama antara individu-individu, untuk mencapai tujuan bersama, dengan mengadakan jenjang dan pembagian tugas tertentu. (Ibrahim, 1988: 129). Orang membuat organisasi agar dapat mengerjakan tugas rutin dalam keadaan stabil (mantap). Adapun syarat-syarat organisasi adalah sebagai berikut:
1)        Memiliki tujuan yang dirumuskan dengan jelas. Dengan rumusan tujuan yang jelas, akan mempermudah untuk menentukan struktur dan fungsi organisasi tersebut.
2)        Memiliki pembagian tugas yang jelas. Suatu organisasi pasti terdiri dari beberapa posisi yang semuanya mempunyai tanggungjawab dan tugas yang jelas. Meski memungkinkan adanya pergantian orang dalam suatu organisasi, namun tugas dan fungsi masing-masing posisi itu tidak berubah dan tetap pada tujuan organisasi.
3)        Memiliki kejelasan struktur otoritas (kewenangan). Tidak semua posisi dalam organisasi memiliki kewenangan yang sama. Dan dalam pengaturan kewenangannya diperjelas tentang pertanggung jawaban setiap posisi.
4)        Memiliki aturan dasar/ umum (tujuan, syarat susunan pengurus dll.) dan aturan khusus (perincian kegiatan, cara pembentukan pengurus dll.) atau biasa disebut dengan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga.
5)        Pola hubungan informal. Organisasi yang sangat ketat, penuh dengan birokrasi kaku dan sangat formal akan menghilangkan unsur manusiawi dalam kinerja antar anggotanya. Maka suatu organisasi haruslah menggunakan pola informal dalam hubungan antar anggotanya untuk menghilangkan ketegangan dan bisa lebih akrab namun tetap bertanggung jawab satu sama lain.
Organisasi merupakan sesuatu yang telah melekat dalam kehidupan kita, karena kita adalah makhluk sosial. Kita hidup di dunia tidaklah sendirian, melainkan sebagai manifestasi makhluk sosial, kita hidup berkelompok, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Organisasi yang selama ini kita kenal merupakan sesuatu yang tidak berwujud atau abstrak yang sulit dilihat tetapi bisa kita rasakan manfaatnya. Keberadaan organisasi dalam kehidupan bermasyarakat dapat kita rasakan, walaupun organisasinya sendiri tidak bisa kita lihat maupun kita raba. Untuk menjadi kongkret maka organisasi tersebut memiliki nama jenis tertentu seperti Universitas Sriwijaya. Organisasi Universitas Sriwijaya tidak bisa kita lihat atau raba, tetapi kita bisa merasakan adanya bermacam-macam peraturan seperti keharusan memiliki Kartu Tanda Mahasiswa (KTM) bagi mahasiswa yang menempuh pendidikan di Universitas Sriwijaya, adanya peraturan akademik yang mengatur sistem pembelajaran, dan menunjukkan adanya organisasi yang melingkupi dan mengatur kehidupan akademik civitas akademika.
Sedangkan pengertian inovasi itu sendiri adalah suatu ide, barang, kejadian, metode, yang dirasakan atau diamati sebagai suatu hal yang baru bagi seseorang atau sekelompok orang (masyarakat), baik itu berupa hasil invention maupun diskoveri. Dengan melihat secara singkat apa pengertian organisasi dan pengertian inovasi, maka kita dapat memperoleh gambaran bahwa di dalam sebuah organisasi juga memungkinkan terjadinya sebuah inovasi. Oleh karena itu dapat kita simpulkan bahwa inovasi dalam organisasi adalah sesuatu hal yang baru yang berupa apapun yang terjadi di dalam sebuah organisasi baik formal maupun organisasi informal. Inovasi yang terjadi dalam sebuah organisasi merupakan proses kemajuan organisasi tersebut, namun berbagai hambatan dan rintangan akan terjadi saat inovasi itu mulai memasuki organisasi. Dengan memahami proses inovasi dalam organisasi setidaknya akan dapat mengurangi kegoncangan organisasi dalam melaksanakan difusi inovasi.

2.2    Kepekaan Organisasi Terhadap Inovasi
Pada mulanya penelitian difusi inovasi berorientasi pada sasaran individual seperti petani, warga masyarakat, dan sebagainya. Tetapi kemudian ketika pola penelitian ini dikembangkan untuk meneliti dokter di rumah sakit, guru di sekolah, maka muncul pemikiran bahwa sebenarnya dokter dirumah sakit dan guru di sekolah merupakan anggota dari suatu organisasi. Maka mulai tahun 1960 diadakan penelitian tentang difusi inovasi dengan sasaran organisasi. Di antara hasil penelitian itu maka dikemukakan adanya kepekaan organisasi terhadap inovasi, artinya organisasi yang bagaimana yang lebih peka terhadap inovasi (lebih cepat menerima inovasi).
Kepekaan sebuah organisasi terhadap munculnya inovasi dipengaruhi oleh beberapa variabel berikut ini (Ibrahim, 1988: 131):
1)        Ukuran suatu organisasi. Makin besar ukuran suatu organisasi makin cepat menerima inovasi.
2)        Karakteristik struktur organisasi, yang mencakup:
a.    Sentralisasi. Kewenangan dan kekuasaan dalam organisasi dikendalikan oleh beberapa orang tertentu. Hal ini mempunyai hubungan negatif terhadap kepekaan organisasi.
b.    Kompleksitas. Artinya suatu organisasi terdiri dari orang-orang yang memiliki keahlian dan pengetahuan yang tinggi. Hal ini mempunyai
hubungan positif terhadap kepekaan organisasi.
c.    Formalitas. Artinya organisasi ini selalu menekankan pada prosedur dan aturan-aturan baku dalam berogranisasi. Hal ini mempunyai hubungan negatif terhadap kepekaan organisasi. Makin formal sebuah organisasi, makin sulit menerima inovasi.
d.   Keakraban hubungan antar anggota. Hal ini juga jelas mempunyai hubungan positif terhadap kepekaan organisasi. Makin akrab hubungan antaranggota, maka makin cepat organisasi itu menerima inovasi.
e.    Kelenturan organisasi. Artinya sejauh mana organisasi mau menerima sumber dari luar yang tidak ada kaitannya secara formal. Hal ini mempunyai hubungan positif terhadap kepekaan organisasi. Makin lentur organisasi, makin cepat organisasi itu menerima inovasi.
3)        Karakteristik perorangan (pemimpin). Sikap pimpinan terhadap inovasi memiliki hubungan positif dengan kepekaan organisasi terhadap inovasi. Ketika seorang pemimpin memiliki sikap yang terbuka terhadap inovasi maka semakin cepat organisasi itu menerima inovasi.
4)        Karakteristik eksternal organisasi. Hal ini berkaitan dengan sistem yang di anut oleh organisasi. Apabila organisasi tersebut menganut sistem terbuka dalam arti mau menerima pengaruh dari luar sistem, maka organisasi tersebut akan cepat menerima inovasi.
Selain itu, ada beberapa faktor yang mempengaruhi organisasi dalam mengimplementasikan sebuah inovasi :
a.         Life Cycle
Seperti halnya manusia, suatu organisasi juga mengalami siklus hidup dengan berbagai tingkatan dan perkembangan (Sperry, Mickelson, dan Hunsaker, 1977). Tingkat perkembangan organisasi pada saat inovasi diajukan akan mempengaruhi nilai perubahan organisasi.
b.        Culture
Semua organisasi memiliki budaya masing-masing. Kebudayaan yang ada akan mempengaruhi bagaimana penerimaan terhadap inovasi. Walaupun terkadang tidak selalu inovasi dan kebudayaan yang ada pada organisasi
cocok.
c.         Strategic Plan
Salah satu aspek yang mendukung implementasi inovasi adalah adanya rencana strategis organisasi. Ketika inovasi selaras dengan rencana strategi organisasi, maka pelaksana inovasi mempunyai tambahan argument kuat untuk mendapatkan dukungan manajemen dan meyakinkan kelompok user.
d.        External Conditions
Akan selalu ada kondisi eksternal yang mempengaruhi organisasi. Hal-hal
semacam ini harus juga dipertimbangkan ketika mengaplikasikan sebuah inovasi. Karena hal tersebut akan memberikan pengaruh yang signifikan secara tidak langsung terhadap jalannya inovasi dan organisasi.

2.3    Keputusan Inovasi dalam Organisasi
Pengambilan keputusan dalam sebuah organisasi memiliki peran yang sangat penting, karena dampak pemilihan keputusan tersebut akan mempengaruhi keberlangsungan organisasi tersebut. Pengambilan keputusan yang tepat akan berpengaruh positif bagi organisasi tersebut, sebaliknya, jika pengambilan keputusan salah, maka justru akan merugikan organisasi itu.
Pengambilan keputusan inovasi berbeda dengan pengambilan keputusan bukan inovasi. Pada umumnya, pengambilan keputusan bukan inovasi memerlukan empat langkah, yaitu:
1)        Tersedianya berbagai alternatif tantangan kegiatan yang harus dilakukan atau berbagai tindakan yang harus diambil.
2)        Tersedia rangkaian konsekuensi dari setiap alternatif kegiatan atau tindakan yang harus diambil atau dipilih.
3)        Menyusun urutan atau ranking konsekuensi dari setiap alternatif, berdasarkan kemanfaatannya bagi organisasi.
4)        Memilih salah satu alternatif yang paling menguntungkan dan paling mudah dilaksanakan. Dalam proses keputusan tersebut, para pembuat keputusan sudah memahami berbagai alternatif dengan segala konsekuensinya, tinggal pertimbangannya mana yang paling tepat untuk dipilih dengan dasar dapat
dilaksanakannya dan menguntungkan bagi organisasi.
Sedangkan keputusan inovasi berbeda dengan pola tersebut, karena pada saat akan mengambil keputusan, para pengambil keputusan dihadapkan pada berbagai kemungkinan. Mungkin mereka telah mengetahui dengan pasti tentang inovasi yang dihadapi serta telah mengetahui segala informasi. Tapi hal ini jarang terjadi, karena yang dikatakan inovasi adalah sesuatu yang dirasakan atau diamati baru bagi seseorang. Artinya, mereka telah mengetahui dengan jelas segala kemungkinan yang akan terjadi dengan berbagai alternatif, tetapi belum mencoba, sehingga harus berani mengambil resiko. Kemungkinan terakhir dan banyak terjadi adalah mereka dalam kondisi serba belum pasti terhadap inovasi. Untuk menghilangkan kondisi yang serba tak tentu, maka mereka harus mencari informasi tentang apa, mengaoa, bagaiamana inovasi yang dihadapi. Sehingga, letak perbedaan antara keputusan inovasi dan keputusan bukan inovasi adalah dimulai dengan adanya serba tak tentu (uncertainty).
Dalam organisasi yang mendorong adanya inovasi adalah terjadinya kesenjangan penampilan, yaitu jika ada perbedaan antara apa yang ditampilkan oleh organisasi dengan apa yang menurut pengambil keputusan harusnya terjadi. Ada beberapa hal yang menyebabkan terjadinya kesenjangan penampilan (Ibrahim, 1988: 135):
a.         Jika penentuan kinerja keberhasilan penampilan suatu organisasi tidak tepat.
b.        Jika suatu organisasi ingin meningkatkan hasil produksinya atau kualitas penampilannya.
c.         Jika terjadi perubahan dalam intern organisasi:
·           Ada pejabat baru yang membawa aturan dan harapan baru
·           Perubahan teknologi
d.        Jika terjadi perubahan di luar organisasi (ekstern) :
·      Permintaan kebutuhan atau layanan dari masyarakat berubah
·      Terjadi perubahan karena teknologi baru yang digunakan secara luas
·      Terjadi perubahan organisasi sebagai dampak adanya kerjasama dengan unit di luar organisasi.
Dari penjelasan di atas, tanpak bahwa kesenjangan penampilan menutut diadakannya inovasi. Untuk menentukan inovasi mana yang yang akan digunakan, perlu mengambil keputusan inovasi. Ada beberapa macam keputusan inovasi dalam sebuah organisasi, yaitu:
1)        Keputusan otoritas
Keputusan otoritas dibuat oleh seorang atau sekelompok kecil orang-orang yang sering disebut juga sebagai “kelompok dominan” dalam suatu organisasi. Dalam hal ini keputusan untuk menolak atau menerima inovasi dipaksakan kepada anggota organisasi oleh para petinggi organisasi (orang yang mempunyai kekuasaan).
Ada 2 macam tipe keputusan otoritas yang sering dipakai dalam organisasi formal:
a.         Keputusan otoritas dengan partisipasi anggota organisasi (pendekatan partisipatif).
b.        Keputusan otoritas tanpa partisipasi anggota organisasi (pendekatan otoritatif).
Contoh keputusan otoritas dengan pendekatan otoritatif, misalnya kepala sekolah memerintahkan kepada para guru mulai tanggal 1 juni 1988 untuk menyerahkan persiapan mengajar paling lambat dua hari sebelum hari persiapan mengajar itu seharusnya digunakan. Jika kepala sekolah itu menggunakan pendekatan partisipastif, maka ia mengadakan rapat dengan para guru untuk membicarakan bagaimana sebaiknya. Dengan menggunakan pendekatan partisipatif, berarti memperluas sumbangan kekuatan penerapan inovasi, sehingga mengurangi terjadinya penolakan inovasi. Dengan kata lain, para guru tidak merasa seolah-olah dipaksa.
Keputusan otoritas biasanya dipandang lebih efisien karena urutan pertahapan proses pengambilan keputusan dapat dilakukan dalam waktu yang lebih singkat.
2)        Keputusan kolektif
Rogers dan Soemaker (1971) mendefinisikan keputusan kolektif sebagai suatu cara yang digunakan para anggota sistem sosial untuk menerima atau menolak inovasi dengan kesepakatan bersama dan semua anggota harus menerima keputusan yang telah dibuat bersama tersebut. Keputusan kolektif biasanya digunakan oleh organisasi yang dibentuk secara suka rela, misalnya organisasi kesenian atau olahraga.
Menurut Schein, ada dua hal yang menghambat dilaksanakannya pengambilan keputusan, yaitu:
a.         Anggota minoritas sering merasa tidak cukup waktu pada saat mendiskusikan hal yang diputuskan itu, sehingga mereka belum memahami secara mendalam.
b.        Kelompok minoritas menganggap bahwa dalam pemungutan suara itu terjadi dua kelompok yang bersaing, saat ini mereka kalah dan mereka akan menunggu kesempatan untuk berjuang mendapatkan kemenangan pada pemungutan suara di waktu yang akan datang.
Berdasarkan hal tersebut, maka pengambilan keputusan secara kesepakatan bersama (musyawarah) lebih baik daripada pemungutan suara (voting).
Tipe keputusan kolektif dapat memberikan fasilitas proses inovasi dalam beberapa cara, antara lain:
a.         Terjadi mekanisme umpan balik secara internal.
b.        Setiap anggota mendapat kesempatan untuk dapat memahami akan kebutuhan inovasi.
c.         Memberikan kemungkinan lancarnya pelaksanaan implementasi.
d.        Meningkatnya kerja sama antar anggota dalam proses keputusan inovasi juga akan mempengaruhi kelancaran implementasi.
Proses keputusan inovasi secara kolektif sangat tepat digunakan dan akan efektif apabila partisipan (anggota organisasi) merasa bahwa:
a.         Inovasi ditempatnya bekerja relevan dengan keperluannya.
b.        Mereka memiliki kemampuan untuk memulai dan menerapkan inovasi.
c.         Mereka mempunyai kewenangan untuk menggunakan inovasi.
Apabila persyaratan tersebut tidak terpenuhi, maka kombinasi antara tipe keputusan kolektif dan otoritas lebih tepat digunakan.

2.4    Proses Inovasi dalam Organisasi
Proses inovasi adalah serangkaian aktivitas yang dilakukan oleh individu atau organisasi, mulai sadar atau tahu adanya inovasi sampai menerapkan (implementasi) inovasi.  Kata proses mengandung arti bahwa aktivitas itu dilakukan dengan memakan waktu dan setiap saat tentu terjadi perubahan.  Berapa lama waktu yang dipergunakan selama proses itu berlangsung akan berbeda antara orang satu atau organisasi satu  dengan yang lain tergantung kepada  kepekan orang atau organisasi  terhadap inovasi. Demikian pula selama proses inovasi  itu berlangsung akan selalu terjadi perubahan yang berkesinambungan sampai proses itu dinyatakan berakhir.
Dalam mempelajari proses inovasi para ahli mencoba mengidentifikasi kegiatan apa saja yang dilakukan individu selama proses itu berlangsung serta perubahan apa saja yang terjadi dalam inovasi, maka hasilnya diketemukan pentahapan proses inovasi.  Untuk memperluas wawasan tentang pentahapan proses inovasi, berikut akan kami tunjukan berbagi model pentahapan dalam proses inovasi baik yang berorientasi pada individu maupun yang berorientasi pada organisasi.
Dari berbagai model proses inovasi tersebut, yang akan kami bicarakan lebih terperinci dalam buku ini adalah model (Zaltman, Duncan, Holbek, 1973) dan model Rogers 1983.

Beberapa Model Proses Inovasi Yang Berorientasi Pada Individu
1)        Lavidge & Steiner (1961)
Menyadari – mengetahui – menyukai – memilih – mempercayai – membeli.
2)        Rogers (1962)
Menyadari – menaruh perhatian – menilai – mencoba menerima (Adoption).
3)        Colley (1961)
Belum menyadari – manyadari – memahami – mempercayai – menagmbil tindakan.
4)        Robertson (1971)
Presepsi tentang masalah – manyadari – memahami – menyikapi – mengesahkan – mencoba – menerima  (Adoption) – disonansi.
5)        Rogers & Shoemaker (1971)
      
Beberapa Model Proses Inovasi Yang Berorientasi Pada Organisasi
1)        Milo (1971)
a.    Konseptualisasi
b.    Tentatif Adopsi
c.    Penerimaan Sumber
d.   Implementasi
e.    Institualisasi
2)        Shepard (1967)
a.    Penemu ide
b.    Adopsi
c.    Implementasi
3)        Hage & Aiken (1970)
a.    Evaluasi
b.    Inisiasi
c.    Implementasi
d.   Routinisasi
4)        Wilson (1966)
a.    Konsepsi perubahan
b.    Pengusulan perubahan
c.    Adopsi dan Implementasi
5)        Zaltman, Duncan & Holbek (1973)
Tahap permulaan (inisiasi)
a.         Langkah pengetahuan dan kesadaran
b.         Langkah pembentukan sikap terhadap inovasi
c.         Langkah keputusan
Tahap implementasi
a.         Langkah awal implementasi
b.         Langkah kelanjutan pembinaan
Berikut ini diberikan uraian secara singkat proses inovasi dalam organisasi menurut Zaltman, Duncan dan Holbek (Ibrahim, 1988: 143).
Zalman dan kawan-kawan, membagi proses inovasi dalam organisasi menjadi dua tahap yaitu tahap permulaan dan implementasi. Tiap tahap dibagi dalam beberapa langkah.
Tahap Permulaan (initation stage)
a.        Langkah pengetahuan dan kesadaran
Jika inovasi dipandang sebagai suatu ide, kegiatan, atau material, yang diamati baru oleh unit adopsi (penerima inovasi), maka tahu adanya inovasi menjadi masalah pokok. Sebelum inovasi dapat diterima oleh calon penerima harus sudah menyadari bahwa ada inovasi, dan dengan demikian ada kesempatan untuk menggunakan inovasi dalam organisasi. Sebagaimana telah kita bicarakan pada waktu membicarakan proses keputusan inovasi, maka timbul masalah yang dulu tahu dan sadar ada inovasi atau merasa butuh inovasi
Jika kita lihat kaitanya dengan organisasi maka adanya kesenjangan penampilan (performance gaps) mendorong untuk mencari cara-cara baru atau inovasi. Tetapi juga dapat terjadi sebaliknya karena sadar akan adanya inovasi, maka pimpinan organisasi merasa bahwa dalam organisasinya ada sesuatu yang ketinggalan, kemudian merubah hasil yang diharapkan, maka terjadi kesenjangan penampilan.
b.        Langkah  pembentukan sikap terhadap inovasi
Dalam tahap ini anggota organisasi membentuk sikap terhadap inovsai. Dari hasil penelitian menunjukan bahwa  sikap terhadap inovasi memegang peranan yang penting untuk menimbulkan inovasi untuk  ingin berubah atau menerima inovasi. Paling tidak ada dua hal dari dimensi sikap yang dapat ditunjukan anggota organisasi terhadap adanya inovasi yaitu :
1)        Sikap terbuka terhadap inovasi, yaitu ditandai dengan adanya:
a.         Kemauan anggota organisasi untuk mempertimbangkan inovasi.
b.         Mempertanyakan inovasi (skeptic)
c.    Merasa bahwa inovasi akan dapat meningkatkan kemampaun organisasi dalam menjalankan fungsinya.
2)        Memiliki presepsi tentang potensi inovasi yang ditandai dengan adanya pengamatan yang menunjukan:
a.     Bahwa ada kemampuan bagi organisasi untuk menggunakan inovasi
b.    Organisasi telah pernah mengalami keberhasilan  pada masa lalu  dengan menggunakan inovasi
c.     Adanya komitmen atau kemauan untuk bekerja dengan menggunakan inovasi serta siap untuk menghadapi kemungkinan timbulnya masalah dalam penerapan inovasi.
Dalam mempertimbangkan pengaruh dari sikap anggota organisasi terhadap proses inovasi, maka perlu dipertimbangkan juga perubahan tingkah laku yang diharapkan oleh organisasi formal. Akan terjadi disonansi apabila terjadi perbedaan antara sikap individu dengan perubahan  tingkah laku.
Penerima disonan terjadi apabila anggota tidak menyukai inovasi, tetapi organisasi mengharapkan menerima organisasi. Sedangkan penolak disonan apabila anggot amenyukai tetapi organisasi menolak inovasi. Menurut Rogers disonansi dapat berkurang dengan dua cara:
1)        Anggota organisasi merubah sikapnya menyesuaikan dengan kemauan organisasi.
2)        Tidak melanjutkan menerima inovasi, menyalah gunakan inovasi, disesuaikan dengan kemauan anggota organisasi.
Untuk melancarkan proses inovasi, perlu mempertimbangkan berbagai variabel yang dapat meningkatkan motivasi sert atersedianya sumber bahan pelaksana.
c.    Langkah pengambilan keputusan
Pada langkah ini segala informasi mengenai  potensi inovasi dievaluasi. Jika menganggap inovasi itu dapat diterima dan ia senang menerimanya maka inovasi akan diterima dan diterapkan dalam organisasi. Demikian pula sebaliknya, jika unit tidak menyukai dan menganggap inovasi tidak bermanfaat maka ia akan menolak.

Tahap Implementasi (implementation stage)
Pada langkah ini kegiatan yang dilakukan oleh anggota organisasi ialah menerapka inovasi, ada dua langkah yang dilakukan yaitu;
a.         Langkah awal (permulaan) implementasi
Organisasi mencoba menerapkan sebagian inovasi. Misalnya setelah dekan memutuskan bahwa dosen harus membuat persiapan mengajar dengan model Satuan Acara Perkuliahaan, maka pada awal penerapannya setiap dosen diwajibkan membuat untuk satu mata kuliah dulu, sebelum nantiny akan berlaku untuk semua mata kuliah.
b.        Langkah kelanjutan pembinaan penerapan inovasi.
Jika pada penerapan awal telah berhasil, para anggota telah memahami serta memperoleh pengalaman dalam menerapkannya, maka tinggal melanjutkan dan manjaga kelangsunganya.

Model Proses Inovasi Rogers (1983)
Proses inovasi terdiri dari lima tahap, tiap tahap ditandai dengan adanya rentangan waktu, kejadian, aktivitas, dan keputusan yang dibuat pada tahap itu. Tahap yang akhir belum dapat dilaksanakan sebelum tahap sebelumnya benar-benar mantap, baik secara eksplisit maupun implicit. Kelima tahap tersebut antara lain: Agenda seting, penyesuaian, redefinisi/ restrukturasi, klarifikasi, dan rutinisasi.
Tahap-Tahap Proses Inovasi Dalam Organisasi
Tahap-tahap Proses Inovasi
Kegiatan pokok pada tiap tahap proses inovasi
I.     Inisiasi (Permulaan)
Kegiatan pengumpulan infromasi, konseptualisasi, dan perencanaan untuk menerima inovasi, semuanya diarahkan untuk membuat keputusan menerima inovasi.
1.    Agenda-Seting
Semua permasalahan umum organisasi dirumuskan guna menentukan kebutuhan inovasi, dan diadakan studi lingkungan untuk menetukan nilai potensial inovasi bagi organisasi.
2.    Penyesuaian (Matching)
Diadakan penyesuaian antara masalah organisasi dengan inovasi yang akan digunakan, kemudian direncanakan dan dibuat disain penerapan inovasi yang sudah sesuai dengan masalah yang dihadapi.
Keputusan untuk
menerima inovasi
II.   Implementasi
Semua Kejadian, kegiatan, dan keputusan dilibatkan dalam penggunaan inovasi
3.    Re-definisi/ Re-Strukturisasi
a. Inovasi dimodifikasi dan re-invensi disesuaikan situasi dan masalah organisasi.
b.    Struktur organisasi disesuaikan dengan inovasi yang telah dimodifikasi agar dapat menunjang inovasi.
4.    Klarifikasi
Hubungan antara inovasi dan organisasi dirumuskan dengan sejelas-jelasnya sehingga inovasi benar-benar dapat diterapkan sesuai yang diharapkan.
5.    Rutinisasi
Inovasi kemungkinan telah kehilangan sebagian identitasnya, dan menjadi bagian dari kegiatan rutin organisasi. (sudah hilang ke baruannya).

Contoh Inovasi dalam organisasi sekolah (Ibrahim, 1988 : 148):
“Timbul dan tenggelamnya suatu inovasi yang radikal di Sekolah Menengah Atas Troy”.
Sekolah Menengah Atas Troy, terletak di kota Troy, daerah pinggiran kota Detroit di Mchgan. Pada bulan september tahun 1965, SMA Troy menerapkan suatu inovasi “Pengajaran Modul”, inovasi ini merupakan perubahan yang revolusioner bagi sekolah biasa pada masa itu. Inovasi pengajaran modul ini dikembangkan oleh universitas Standford, dengan membagi pengajaran menjadi 24 modul, setiap modul dapat dipelajari selama 15 menit. Penggunaan modul di kombinasikan dengan belajar secara klasikal dengan waktu yang bervariasi: ada yang 45 menit, 60 menit atau 90 menit. Tiap siswa dapat memiliki jadwal pelajarn yang unik (berbeda satu dengan yang lain) dan juga boleh mengambil beberapa jam pelajaran, kira-kira 50% waktu siswa untuk belajar tidak terjadwal. Siswa harus bertanggung jawab tentang penggunaan watu belajarnya, meskipun ia tidak tentu masuk ke kelas. Jadwal belajar harian setiap siswa dikelola dengan komputer oleh Universitas Stanford. Konsekuensi penggunaan komputer ternyata mempunyai dampak yang luas, baik bagi siswa, guru, administrator, dan juga orang tua murid.
SMA Troy termasuk satu diantara 11 sekolah yang paling inovatif di Amerika Serikat pada tahun 1965 dan memperoleh hadiah uang senilai $25.000,- dari yayasan pendidikan agar digunakan mendisiminasikan inovasi itu ke sekolah yang lain. Antara tahun 1965 sampai 1966. Dari 1000 pengunjung, mendatangi SMA Troy. Pada umunya para pengunjung terkejut seperti halnya Roges pada waktu mengunjungi sekolah itu pada bulan November 1965. Keadaan di SMA Troy sangat gaduh. Aula penuh dengan siswa, banyak juga yang bergerak dari kelas satu ke kelas yang lain. Yang lain banyak juga yang hanya bergurau, ngobrol dan merokok. Para siswa juga tanpa menaruh perhatian terhadap tamu yang datang. Demikian pula kurang menaruh perhatian terhadap para dosen yang datang untuk mengadakan penelitian atau wawancara dengan guru SMA.
Pengelolaan jadwal sekolah dengan komputer di SMA Troy menjadi sangat terkenal secara nasional, sebagai sekolah yanng menggunakan pengelolaan administrasi inovatif. Tetapi setelah kepala sekolah yang merintis penerapan inovasi itu diganti maka keadaannya menjadi berubah, dan sekarang sudah tidak populer lagi, bahkan hanya bebrapa orang saja yang masih ingat bahwa SMA Troy sebagai sekolah yang pertama kali menggunakan sistem modul dengan pengelolaan jadwal menggunakan komputer.

3.    Penutup
3.1    Simpulan
Inovasi tidak hanya terjadi dalam masyarakat terbuka dan masyarakat luas, tetapi juga terjadi dalam sebuiah organisasi. Proses inovasi dalam sebuah organisasi memiliki beberapa tantangan positif dan negatif, dimana diantaranya adalah kepekaan anggota-anggota organisasi terhadap inovasi tersebut serta besar kecilnya ukuran sebuah organisasi juga turut menentukan sulit atau tidaknya inovasi diterima dalam sebuah organisasi tersebut.
Dalam mengambil keputusan inovasi dalam organisasi tedapat beberapa tipe, yaitu otoritas dan kolektif, dimana tipe otoritas memungkinkan pemimpin untuk mengambil keputusan, sedangkan tipe kolektif lebih mengutamakan musyawarah mufakat untuk menentukan keputusan.

Daftar Rujukan

Ibrahim. (1988). Inovasi pendidikan. Jakarta: Depdikbud Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan.

Lalangiran. 2012. Implementasi teknologi kinerja dalam organisasi. .http://lalangiran.wordpress.com/2012/02/25/implementasi-teknologi-kinerja-dalam-organisasi-part-3/  Diakses tanggal 02 Oktober 2012, pukul 10.53

Putra, Robby Maulana. 2011. Inovasi dalam organisasi.  http://robymaulana.blogspot.com/2011/02/inovasi-dalam-organisasi.html diakses tanggal 29 Maret 2014, pukul 09.32.


Rogers, E. M. (1983). Diffusion of innovation. New York: The Free Press. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar