1.
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Hal-hal tentang inovasi dengan berorientasi pada sasaran
individual merupakan yang diharapkan menerima dan menerapkan inovasi adalah
anggota sistem sosial sebagai pribadi pada makalah ini akan dibicarakan inovasi
dalam organisasi artinya diharapkan diterima dan diterapkan inovasi oleh
organisasi. Namun demikian tetap harus kita ingat bahwa pada hakikatnya yang menjadi sasaran menerima dan
menerapkan inovasi juga individu atau pribadi tetapi sebagai anggota
organisasi. Dengan demikian maka pemahaman proses keputusan inovasi yang
berorientasi pada individu tetap merupakan dasar untuk memahami proses inovasi
dalam organisasi.
Dengan memahami proses divusi inovasi dalam organisasi akan mudah
untuk memahami proses divusi inovasi pendidikan, karena pada dasarnya pelaksana
pendidikan formal adalah suatu organisasi. Pelaksana pendidikan formal secara
nasional (makro) adalah organisasi departemen pendidikan dan kebudayaan beserta
komponen-komponenya, sedangkan pelaksana pendidikan formal secara mikro di
sekolah (organisasi sekolah).
Agar dapat memperoleh gambaran yang jelas bagaimana pelaksanaan
inovasi pendidikan dan kaitannya dengan inovasi dalam organisasi, maka pada
makalah ini, berturut-turut dijelaskan tentang: pengertian organisasi, kepekaan organisasi
terhadap inovasi, tipe-tipe keputusan inovasi dalam organisasi, dan proses
inovasi dalam organisasi
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas adapun masalah yang akan dirumuskan pada makalah ini
yaitu:
1)
Apa pengertian Organisasi?
2)
Bagaimanakah kepekaan organisasi terhadap inovasi?
3)
Bagaimanakah keputusan inovasi dalam organisasi?
4)
Bagaimanakah proses inovasi dalam organisasi?
1.3 Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dalam penulisan
makalah ini yaitu:
1)
Untuk mengetahui apa pengertian Organisasi
2)
Untuk mengetahui bagaimanakah kepekaan organisasi terhadap inovasi
3)
Untuk mengetahui bagaimanakah keputusan inovasi dalam organisasi
4)
Untuk mengetahui bagaimanakah proses inovasi dalam organisasi
2.
Pembahasan
2.1
Pengertian Inovasi dalam Organisasi
Organisasi menurut pendapat Rogers adalah suatu sistem yang stabil, yang
merupakan perwujudan kerjasama antara individu-individu, untuk mencapai tujuan
bersama, dengan mengadakan jenjang dan pembagian tugas tertentu. (Ibrahim,
1988: 129). Orang membuat organisasi agar dapat mengerjakan tugas rutin dalam
keadaan stabil (mantap). Adapun syarat-syarat organisasi adalah sebagai
berikut:
1)
Memiliki tujuan yang dirumuskan dengan jelas.
Dengan rumusan tujuan yang jelas, akan mempermudah untuk menentukan struktur
dan fungsi organisasi tersebut.
2)
Memiliki pembagian tugas yang jelas. Suatu
organisasi pasti terdiri dari beberapa posisi yang semuanya mempunyai
tanggungjawab dan tugas yang jelas. Meski memungkinkan adanya pergantian orang
dalam suatu organisasi, namun tugas dan fungsi masing-masing posisi itu tidak
berubah dan tetap pada tujuan organisasi.
3)
Memiliki kejelasan struktur otoritas
(kewenangan). Tidak semua posisi dalam organisasi memiliki kewenangan yang
sama. Dan dalam pengaturan kewenangannya diperjelas tentang pertanggung jawaban
setiap posisi.
4)
Memiliki aturan dasar/ umum (tujuan, syarat
susunan pengurus dll.) dan aturan khusus (perincian kegiatan, cara pembentukan
pengurus dll.) atau biasa disebut dengan anggaran dasar dan anggaran rumah
tangga.
5)
Pola hubungan informal. Organisasi yang sangat
ketat, penuh dengan birokrasi kaku dan sangat formal akan menghilangkan unsur
manusiawi dalam kinerja antar anggotanya. Maka suatu organisasi haruslah
menggunakan pola informal dalam hubungan antar anggotanya untuk menghilangkan
ketegangan dan bisa lebih akrab namun tetap bertanggung jawab satu sama lain.
Organisasi merupakan sesuatu yang telah melekat dalam kehidupan kita,
karena kita adalah makhluk sosial. Kita hidup di dunia tidaklah sendirian,
melainkan sebagai manifestasi makhluk sosial, kita hidup berkelompok,
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Organisasi yang selama ini kita kenal
merupakan sesuatu yang tidak berwujud atau abstrak yang sulit dilihat tetapi
bisa kita rasakan manfaatnya. Keberadaan organisasi dalam kehidupan bermasyarakat
dapat kita rasakan, walaupun organisasinya sendiri tidak bisa kita lihat maupun
kita raba. Untuk menjadi kongkret maka organisasi tersebut memiliki nama jenis
tertentu seperti Universitas Sriwijaya. Organisasi Universitas Sriwijaya tidak
bisa kita lihat atau raba, tetapi kita bisa merasakan adanya bermacam-macam
peraturan seperti keharusan memiliki Kartu Tanda Mahasiswa (KTM) bagi mahasiswa
yang menempuh pendidikan di Universitas Sriwijaya, adanya peraturan akademik
yang mengatur sistem pembelajaran, dan menunjukkan adanya organisasi yang
melingkupi dan mengatur kehidupan akademik civitas akademika.
Sedangkan pengertian inovasi itu sendiri adalah suatu ide, barang,
kejadian, metode, yang dirasakan atau diamati sebagai suatu hal yang baru bagi
seseorang atau sekelompok orang (masyarakat), baik itu berupa hasil invention maupun diskoveri. Dengan
melihat secara singkat apa pengertian organisasi dan pengertian inovasi, maka
kita dapat memperoleh gambaran bahwa di dalam sebuah organisasi juga memungkinkan
terjadinya sebuah inovasi. Oleh karena itu dapat kita simpulkan bahwa inovasi
dalam organisasi adalah sesuatu hal yang baru yang berupa apapun yang terjadi
di dalam sebuah organisasi baik formal maupun organisasi informal. Inovasi yang
terjadi dalam sebuah organisasi merupakan proses kemajuan organisasi tersebut,
namun berbagai hambatan dan rintangan akan terjadi saat inovasi itu mulai
memasuki organisasi. Dengan memahami proses inovasi dalam organisasi setidaknya
akan dapat mengurangi kegoncangan organisasi dalam melaksanakan difusi inovasi.
2.2 Kepekaan Organisasi Terhadap Inovasi
Pada mulanya penelitian difusi inovasi berorientasi pada sasaran
individual seperti petani, warga masyarakat, dan sebagainya. Tetapi kemudian
ketika pola penelitian ini dikembangkan untuk meneliti dokter di rumah sakit,
guru di sekolah, maka muncul pemikiran bahwa sebenarnya dokter dirumah sakit
dan guru di sekolah merupakan anggota dari suatu organisasi. Maka mulai tahun
1960 diadakan penelitian tentang difusi inovasi dengan sasaran organisasi. Di
antara hasil penelitian itu maka dikemukakan adanya kepekaan organisasi
terhadap inovasi, artinya organisasi yang bagaimana yang lebih peka terhadap
inovasi (lebih cepat menerima inovasi).
Kepekaan sebuah organisasi terhadap munculnya inovasi dipengaruhi
oleh beberapa variabel berikut ini (Ibrahim, 1988: 131):
1)
Ukuran
suatu organisasi. Makin besar ukuran suatu organisasi makin cepat menerima
inovasi.
2)
Karakteristik
struktur organisasi, yang mencakup:
a. Sentralisasi. Kewenangan dan kekuasaan dalam organisasi
dikendalikan oleh beberapa orang tertentu. Hal ini mempunyai hubungan negatif
terhadap kepekaan organisasi.
b. Kompleksitas. Artinya suatu organisasi terdiri dari orang-orang
yang memiliki keahlian dan pengetahuan yang tinggi. Hal ini mempunyai
hubungan
positif terhadap kepekaan organisasi.
c. Formalitas. Artinya organisasi ini selalu menekankan pada prosedur
dan aturan-aturan baku dalam berogranisasi. Hal ini mempunyai hubungan negatif
terhadap kepekaan organisasi. Makin formal sebuah organisasi, makin sulit
menerima inovasi.
d. Keakraban hubungan antar anggota. Hal ini juga jelas mempunyai
hubungan positif terhadap kepekaan organisasi. Makin akrab hubungan
antaranggota, maka makin cepat organisasi itu menerima inovasi.
e. Kelenturan organisasi. Artinya sejauh mana organisasi mau menerima
sumber dari luar yang tidak ada kaitannya secara formal. Hal ini mempunyai
hubungan positif terhadap kepekaan organisasi. Makin lentur organisasi, makin
cepat organisasi itu menerima inovasi.
3)
Karakteristik
perorangan (pemimpin). Sikap pimpinan terhadap inovasi memiliki hubungan
positif dengan kepekaan organisasi terhadap inovasi. Ketika seorang pemimpin
memiliki sikap yang terbuka terhadap inovasi maka semakin cepat organisasi itu
menerima inovasi.
4)
Karakteristik
eksternal organisasi. Hal ini berkaitan dengan sistem yang di anut oleh
organisasi. Apabila organisasi tersebut menganut sistem terbuka dalam arti mau
menerima pengaruh dari luar sistem, maka organisasi tersebut akan cepat
menerima inovasi.
Selain itu, ada beberapa faktor yang mempengaruhi organisasi dalam
mengimplementasikan sebuah inovasi :
a.
Life Cycle
Seperti
halnya manusia, suatu organisasi juga mengalami siklus hidup dengan berbagai
tingkatan dan perkembangan (Sperry, Mickelson, dan Hunsaker, 1977). Tingkat perkembangan
organisasi pada saat inovasi diajukan akan mempengaruhi nilai perubahan
organisasi.
b.
Culture
Semua
organisasi memiliki budaya masing-masing. Kebudayaan yang ada akan mempengaruhi
bagaimana penerimaan terhadap inovasi. Walaupun terkadang tidak selalu inovasi
dan kebudayaan yang ada pada organisasi
cocok.
c.
Strategic Plan
Salah satu
aspek yang mendukung implementasi inovasi adalah adanya rencana strategis
organisasi. Ketika inovasi selaras dengan rencana strategi organisasi, maka
pelaksana inovasi mempunyai tambahan argument kuat untuk mendapatkan dukungan
manajemen dan meyakinkan kelompok user.
d.
External Conditions
Akan selalu
ada kondisi eksternal yang mempengaruhi organisasi. Hal-hal
semacam ini
harus juga dipertimbangkan ketika mengaplikasikan sebuah inovasi. Karena hal
tersebut akan memberikan pengaruh yang signifikan secara tidak langsung
terhadap jalannya inovasi dan organisasi.
2.3 Keputusan
Inovasi dalam Organisasi
Pengambilan keputusan dalam sebuah organisasi memiliki peran yang
sangat penting, karena dampak pemilihan keputusan tersebut akan mempengaruhi
keberlangsungan organisasi tersebut. Pengambilan keputusan yang tepat akan
berpengaruh positif bagi organisasi tersebut, sebaliknya, jika pengambilan
keputusan salah, maka justru akan merugikan organisasi itu.
Pengambilan keputusan inovasi berbeda dengan pengambilan keputusan
bukan inovasi. Pada umumnya, pengambilan keputusan bukan inovasi memerlukan
empat langkah, yaitu:
1)
Tersedianya
berbagai alternatif tantangan kegiatan yang harus dilakukan atau berbagai
tindakan yang harus diambil.
2)
Tersedia
rangkaian konsekuensi dari setiap alternatif kegiatan atau tindakan yang harus
diambil atau dipilih.
3)
Menyusun
urutan atau ranking konsekuensi dari setiap alternatif, berdasarkan
kemanfaatannya bagi organisasi.
4)
Memilih
salah satu alternatif yang paling menguntungkan dan paling mudah dilaksanakan.
Dalam proses keputusan tersebut, para pembuat keputusan sudah memahami berbagai
alternatif dengan segala konsekuensinya, tinggal pertimbangannya mana yang
paling tepat untuk dipilih dengan dasar dapat
dilaksanakannya
dan menguntungkan bagi organisasi.
Sedangkan keputusan inovasi berbeda dengan pola tersebut, karena
pada saat akan mengambil keputusan, para pengambil keputusan dihadapkan pada
berbagai kemungkinan. Mungkin mereka telah mengetahui dengan pasti tentang
inovasi yang dihadapi serta telah mengetahui segala informasi. Tapi hal ini
jarang terjadi, karena yang dikatakan inovasi adalah sesuatu yang dirasakan
atau diamati baru bagi seseorang. Artinya, mereka telah mengetahui dengan jelas
segala kemungkinan yang akan terjadi dengan berbagai alternatif, tetapi belum
mencoba, sehingga harus berani mengambil resiko. Kemungkinan terakhir dan
banyak terjadi adalah mereka dalam kondisi serba belum pasti terhadap inovasi.
Untuk menghilangkan kondisi yang serba tak tentu, maka mereka harus mencari
informasi tentang apa, mengaoa, bagaiamana inovasi yang dihadapi. Sehingga,
letak perbedaan antara keputusan inovasi dan keputusan bukan inovasi adalah
dimulai dengan adanya serba tak tentu (uncertainty).
Dalam organisasi yang mendorong adanya inovasi adalah terjadinya
kesenjangan penampilan, yaitu jika ada perbedaan antara apa yang ditampilkan
oleh organisasi dengan apa yang menurut pengambil keputusan harusnya terjadi.
Ada beberapa hal yang menyebabkan terjadinya kesenjangan penampilan (Ibrahim,
1988: 135):
a.
Jika
penentuan kinerja keberhasilan penampilan suatu organisasi tidak tepat.
b.
Jika suatu
organisasi ingin meningkatkan hasil produksinya atau kualitas penampilannya.
c.
Jika terjadi
perubahan dalam intern organisasi:
·
Ada pejabat
baru yang membawa aturan dan harapan baru
·
Perubahan
teknologi
d.
Jika
terjadi perubahan di luar organisasi (ekstern) :
·
Permintaan
kebutuhan atau layanan dari masyarakat berubah
·
Terjadi
perubahan karena teknologi baru yang digunakan secara luas
·
Terjadi
perubahan organisasi sebagai dampak adanya kerjasama dengan unit di luar
organisasi.
Dari penjelasan di atas, tanpak bahwa kesenjangan penampilan
menutut diadakannya inovasi. Untuk menentukan inovasi mana yang yang akan
digunakan, perlu mengambil keputusan inovasi. Ada beberapa macam keputusan
inovasi dalam sebuah organisasi, yaitu:
1)
Keputusan otoritas
Keputusan otoritas dibuat oleh seorang atau sekelompok kecil
orang-orang yang sering disebut juga sebagai “kelompok dominan” dalam suatu
organisasi. Dalam hal ini keputusan untuk menolak atau menerima inovasi
dipaksakan kepada anggota organisasi oleh para petinggi organisasi (orang yang
mempunyai kekuasaan).
Ada 2 macam tipe keputusan otoritas yang sering dipakai dalam
organisasi formal:
a.
Keputusan
otoritas dengan partisipasi anggota organisasi (pendekatan partisipatif).
b.
Keputusan
otoritas tanpa partisipasi anggota organisasi (pendekatan otoritatif).
Contoh keputusan otoritas dengan pendekatan otoritatif, misalnya
kepala sekolah memerintahkan kepada para guru mulai tanggal 1 juni 1988 untuk
menyerahkan persiapan mengajar paling lambat dua hari sebelum hari persiapan
mengajar itu seharusnya digunakan. Jika kepala sekolah itu menggunakan
pendekatan partisipastif, maka ia mengadakan rapat dengan para guru untuk
membicarakan bagaimana sebaiknya. Dengan menggunakan pendekatan partisipatif,
berarti memperluas sumbangan kekuatan penerapan inovasi, sehingga mengurangi
terjadinya penolakan inovasi. Dengan kata lain, para guru tidak merasa
seolah-olah dipaksa.
Keputusan otoritas biasanya dipandang lebih efisien karena urutan
pertahapan proses pengambilan keputusan dapat dilakukan dalam waktu yang lebih
singkat.
2)
Keputusan kolektif
Rogers dan Soemaker (1971) mendefinisikan keputusan kolektif
sebagai suatu cara yang digunakan para anggota sistem sosial untuk menerima
atau menolak inovasi dengan kesepakatan bersama dan semua anggota harus
menerima keputusan yang telah dibuat bersama tersebut. Keputusan kolektif
biasanya digunakan oleh organisasi yang dibentuk secara suka rela, misalnya
organisasi kesenian atau olahraga.
Menurut Schein, ada dua hal yang menghambat dilaksanakannya pengambilan
keputusan, yaitu:
a.
Anggota
minoritas sering merasa tidak cukup waktu pada saat mendiskusikan hal yang
diputuskan itu, sehingga mereka belum memahami secara mendalam.
b.
Kelompok
minoritas menganggap bahwa dalam pemungutan suara itu terjadi dua kelompok yang
bersaing, saat ini mereka kalah dan mereka akan menunggu kesempatan untuk
berjuang mendapatkan kemenangan pada pemungutan suara di waktu yang akan
datang.
Berdasarkan hal tersebut, maka pengambilan keputusan secara
kesepakatan bersama (musyawarah) lebih baik daripada pemungutan suara (voting).
Tipe keputusan kolektif dapat memberikan fasilitas proses inovasi
dalam beberapa cara, antara lain:
a.
Terjadi
mekanisme umpan balik secara internal.
b.
Setiap
anggota mendapat kesempatan untuk dapat memahami akan kebutuhan inovasi.
c.
Memberikan
kemungkinan lancarnya pelaksanaan implementasi.
d.
Meningkatnya
kerja sama antar anggota dalam proses keputusan inovasi juga akan mempengaruhi
kelancaran implementasi.
Proses keputusan inovasi secara kolektif sangat tepat digunakan
dan akan efektif apabila partisipan (anggota organisasi) merasa bahwa:
a.
Inovasi
ditempatnya bekerja relevan dengan keperluannya.
b.
Mereka
memiliki kemampuan untuk memulai dan menerapkan inovasi.
c.
Mereka
mempunyai kewenangan untuk menggunakan inovasi.
Apabila persyaratan tersebut tidak terpenuhi, maka kombinasi
antara tipe keputusan kolektif dan otoritas lebih tepat digunakan.
2.4 Proses
Inovasi dalam Organisasi
Proses inovasi adalah serangkaian aktivitas yang dilakukan oleh
individu atau organisasi, mulai sadar atau tahu adanya inovasi sampai
menerapkan (implementasi) inovasi. Kata
proses mengandung arti bahwa aktivitas itu dilakukan dengan memakan waktu dan
setiap saat tentu terjadi perubahan.
Berapa lama waktu yang dipergunakan selama proses itu berlangsung akan
berbeda antara orang satu atau organisasi satu
dengan yang lain tergantung kepada
kepekan orang atau organisasi
terhadap inovasi. Demikian pula selama proses inovasi itu berlangsung akan selalu terjadi perubahan
yang berkesinambungan sampai proses itu dinyatakan berakhir.
Dalam mempelajari proses inovasi para ahli mencoba
mengidentifikasi kegiatan apa saja yang dilakukan individu selama proses itu
berlangsung serta perubahan apa saja yang terjadi dalam inovasi, maka hasilnya
diketemukan pentahapan proses inovasi.
Untuk memperluas wawasan tentang pentahapan proses inovasi, berikut akan
kami tunjukan berbagi model pentahapan dalam proses inovasi baik yang
berorientasi pada individu maupun yang berorientasi pada organisasi.
Dari berbagai model proses inovasi tersebut, yang akan kami
bicarakan lebih terperinci dalam buku ini adalah model (Zaltman, Duncan, Holbek,
1973) dan model Rogers 1983.
Beberapa Model Proses Inovasi Yang
Berorientasi Pada Individu
1)
Lavidge
& Steiner (1961)
Menyadari –
mengetahui – menyukai – memilih – mempercayai – membeli.
2)
Rogers
(1962)
Menyadari –
menaruh perhatian – menilai – mencoba menerima (Adoption).
3)
Colley
(1961)
Belum
menyadari – manyadari – memahami – mempercayai – menagmbil tindakan.
4)
Robertson
(1971)
Presepsi
tentang masalah – manyadari – memahami – menyikapi – mengesahkan – mencoba –
menerima (Adoption) – disonansi.
5)
Rogers
& Shoemaker (1971)
Beberapa Model Proses Inovasi Yang
Berorientasi Pada Organisasi
1)
Milo (1971)
a. Konseptualisasi
b. Tentatif Adopsi
c. Penerimaan Sumber
d. Implementasi
e. Institualisasi
2)
Shepard
(1967)
a. Penemu ide
b. Adopsi
c. Implementasi
3)
Hage &
Aiken (1970)
a. Evaluasi
b. Inisiasi
c. Implementasi
d. Routinisasi
4)
Wilson
(1966)
a. Konsepsi perubahan
b. Pengusulan perubahan
c. Adopsi dan Implementasi
5)
Zaltman,
Duncan & Holbek (1973)
Tahap
permulaan (inisiasi)
a.
Langkah
pengetahuan dan kesadaran
b.
Langkah
pembentukan sikap terhadap inovasi
c.
Langkah
keputusan
Tahap implementasi
a.
Langkah
awal implementasi
b.
Langkah
kelanjutan pembinaan
Berikut ini diberikan uraian secara singkat proses inovasi dalam
organisasi menurut Zaltman, Duncan dan Holbek (Ibrahim, 1988: 143).
Zalman dan kawan-kawan, membagi proses inovasi dalam organisasi
menjadi dua tahap yaitu tahap permulaan dan implementasi. Tiap tahap dibagi
dalam beberapa langkah.
Tahap Permulaan (initation stage)
a.
Langkah pengetahuan dan kesadaran
Jika inovasi dipandang sebagai suatu ide, kegiatan, atau material,
yang diamati baru oleh unit adopsi (penerima inovasi), maka tahu adanya inovasi
menjadi masalah pokok. Sebelum inovasi dapat diterima oleh calon penerima harus
sudah menyadari bahwa ada inovasi, dan dengan demikian ada kesempatan untuk
menggunakan inovasi dalam organisasi. Sebagaimana telah kita bicarakan pada
waktu membicarakan proses keputusan inovasi, maka timbul masalah yang dulu tahu
dan sadar ada inovasi atau merasa butuh inovasi
Jika kita lihat kaitanya dengan organisasi maka adanya kesenjangan
penampilan (performance gaps) mendorong untuk mencari cara-cara baru atau
inovasi. Tetapi juga dapat terjadi sebaliknya karena sadar akan adanya inovasi,
maka pimpinan organisasi merasa bahwa dalam organisasinya ada sesuatu yang
ketinggalan, kemudian merubah hasil yang diharapkan, maka terjadi kesenjangan
penampilan.
b.
Langkah pembentukan sikap
terhadap inovasi
Dalam tahap ini anggota organisasi membentuk sikap terhadap
inovsai. Dari hasil penelitian menunjukan bahwa
sikap terhadap inovasi memegang peranan yang penting untuk menimbulkan
inovasi untuk ingin berubah atau
menerima inovasi. Paling tidak ada dua hal dari dimensi sikap yang dapat
ditunjukan anggota organisasi terhadap adanya inovasi yaitu :
1)
Sikap
terbuka terhadap inovasi, yaitu ditandai dengan adanya:
a.
Kemauan
anggota organisasi untuk mempertimbangkan inovasi.
b.
Mempertanyakan
inovasi (skeptic)
c. Merasa bahwa inovasi akan dapat meningkatkan kemampaun organisasi
dalam menjalankan fungsinya.
2)
Memiliki
presepsi tentang potensi inovasi yang ditandai dengan adanya pengamatan yang
menunjukan:
a. Bahwa ada kemampuan bagi organisasi untuk menggunakan inovasi
b. Organisasi telah pernah mengalami keberhasilan pada masa lalu dengan menggunakan inovasi
c. Adanya komitmen atau kemauan untuk bekerja dengan menggunakan
inovasi serta siap untuk menghadapi kemungkinan timbulnya masalah dalam
penerapan inovasi.
Dalam mempertimbangkan pengaruh dari sikap anggota organisasi
terhadap proses inovasi, maka perlu dipertimbangkan juga perubahan tingkah laku
yang diharapkan oleh organisasi formal. Akan terjadi disonansi apabila terjadi
perbedaan antara sikap individu dengan perubahan tingkah laku.
Penerima disonan terjadi apabila anggota tidak menyukai inovasi,
tetapi organisasi mengharapkan menerima organisasi. Sedangkan penolak disonan
apabila anggot amenyukai tetapi organisasi menolak inovasi. Menurut Rogers
disonansi dapat berkurang dengan dua cara:
1)
Anggota
organisasi merubah sikapnya menyesuaikan dengan kemauan organisasi.
2)
Tidak
melanjutkan menerima inovasi, menyalah gunakan inovasi, disesuaikan dengan
kemauan anggota organisasi.
Untuk melancarkan proses inovasi, perlu mempertimbangkan berbagai
variabel yang dapat meningkatkan motivasi sert atersedianya sumber bahan
pelaksana.
c. Langkah pengambilan keputusan
Pada langkah ini segala informasi mengenai potensi inovasi dievaluasi. Jika menganggap
inovasi itu dapat diterima dan ia senang menerimanya maka inovasi akan diterima
dan diterapkan dalam organisasi. Demikian pula sebaliknya, jika unit tidak
menyukai dan menganggap inovasi tidak bermanfaat maka ia akan menolak.
Tahap Implementasi (implementation stage)
Pada langkah ini kegiatan yang dilakukan oleh anggota organisasi
ialah menerapka inovasi, ada dua langkah yang dilakukan yaitu;
a.
Langkah
awal (permulaan) implementasi
Organisasi mencoba menerapkan sebagian inovasi. Misalnya setelah
dekan memutuskan bahwa dosen harus membuat persiapan mengajar dengan model
Satuan Acara Perkuliahaan, maka pada awal penerapannya setiap dosen diwajibkan
membuat untuk satu mata kuliah dulu, sebelum nantiny akan berlaku untuk semua
mata kuliah.
b.
Langkah
kelanjutan pembinaan penerapan inovasi.
Jika pada penerapan awal telah berhasil, para anggota telah
memahami serta memperoleh pengalaman dalam menerapkannya, maka tinggal
melanjutkan dan manjaga kelangsunganya.
Model Proses Inovasi Rogers (1983)
Proses inovasi terdiri dari lima tahap, tiap tahap ditandai dengan
adanya rentangan waktu, kejadian, aktivitas, dan keputusan yang dibuat pada
tahap itu. Tahap yang akhir belum dapat dilaksanakan sebelum tahap sebelumnya
benar-benar mantap, baik secara eksplisit maupun implicit. Kelima tahap
tersebut antara lain: Agenda seting, penyesuaian, redefinisi/ restrukturasi,
klarifikasi, dan rutinisasi.
Tahap-Tahap Proses Inovasi Dalam
Organisasi
Tahap-tahap Proses Inovasi
|
Kegiatan pokok pada tiap tahap proses
inovasi
|
I.
Inisiasi
(Permulaan)
|
Kegiatan pengumpulan infromasi, konseptualisasi, dan perencanaan
untuk menerima inovasi, semuanya diarahkan untuk membuat keputusan menerima
inovasi.
|
1.
Agenda-Seting
|
Semua permasalahan umum organisasi dirumuskan guna menentukan
kebutuhan inovasi, dan diadakan studi lingkungan untuk menetukan nilai
potensial inovasi bagi organisasi.
|
2.
Penyesuaian
(Matching)
|
Diadakan penyesuaian antara masalah organisasi dengan inovasi
yang akan digunakan, kemudian direncanakan dan dibuat disain penerapan
inovasi yang sudah sesuai dengan masalah yang dihadapi.
|
Keputusan
untuk
menerima
inovasi
|
|
II.
Implementasi
|
Semua Kejadian, kegiatan, dan keputusan dilibatkan dalam
penggunaan inovasi
|
3.
Re-definisi/
Re-Strukturisasi
|
a. Inovasi dimodifikasi dan re-invensi disesuaikan situasi dan
masalah organisasi.
b. Struktur organisasi disesuaikan dengan inovasi yang telah
dimodifikasi agar dapat menunjang inovasi.
|
4.
Klarifikasi
|
Hubungan antara inovasi dan organisasi dirumuskan dengan
sejelas-jelasnya sehingga inovasi benar-benar dapat diterapkan sesuai yang
diharapkan.
|
5.
Rutinisasi
|
Inovasi kemungkinan telah kehilangan sebagian identitasnya, dan
menjadi bagian dari kegiatan rutin organisasi. (sudah hilang ke baruannya).
|
Contoh Inovasi dalam organisasi sekolah
(Ibrahim, 1988 : 148):
“Timbul dan tenggelamnya suatu inovasi yang radikal di Sekolah
Menengah Atas Troy”.
Sekolah Menengah Atas Troy, terletak di kota Troy, daerah
pinggiran kota Detroit di Mchgan. Pada bulan september tahun 1965, SMA Troy
menerapkan suatu inovasi “Pengajaran Modul”, inovasi ini merupakan perubahan
yang revolusioner bagi sekolah biasa pada masa itu. Inovasi pengajaran modul
ini dikembangkan oleh universitas Standford, dengan membagi pengajaran menjadi
24 modul, setiap modul dapat dipelajari selama 15 menit. Penggunaan modul di
kombinasikan dengan belajar secara klasikal dengan waktu yang bervariasi: ada
yang 45 menit, 60 menit atau 90 menit. Tiap siswa dapat memiliki jadwal
pelajarn yang unik (berbeda satu dengan yang lain) dan juga boleh mengambil
beberapa jam pelajaran, kira-kira 50% waktu siswa untuk belajar tidak
terjadwal. Siswa harus bertanggung jawab tentang penggunaan watu belajarnya,
meskipun ia tidak tentu masuk ke kelas. Jadwal belajar harian setiap siswa
dikelola dengan komputer oleh Universitas Stanford. Konsekuensi penggunaan
komputer ternyata mempunyai dampak yang luas, baik bagi siswa, guru,
administrator, dan juga orang tua murid.
SMA Troy termasuk satu diantara 11 sekolah yang paling inovatif di
Amerika Serikat pada tahun 1965 dan memperoleh hadiah uang senilai $25.000,-
dari yayasan pendidikan agar digunakan mendisiminasikan inovasi itu ke sekolah
yang lain. Antara tahun 1965 sampai 1966. Dari 1000 pengunjung, mendatangi SMA
Troy. Pada umunya para pengunjung terkejut seperti halnya Roges pada waktu
mengunjungi sekolah itu pada bulan November 1965. Keadaan di SMA Troy sangat
gaduh. Aula penuh dengan siswa, banyak juga yang bergerak dari kelas satu ke
kelas yang lain. Yang lain banyak juga yang hanya bergurau, ngobrol dan merokok.
Para siswa juga tanpa menaruh perhatian terhadap tamu yang datang. Demikian
pula kurang menaruh perhatian terhadap para dosen yang datang untuk mengadakan
penelitian atau wawancara dengan guru SMA.
Pengelolaan jadwal sekolah dengan komputer di SMA Troy menjadi
sangat terkenal secara nasional, sebagai sekolah yanng menggunakan pengelolaan
administrasi inovatif. Tetapi setelah kepala sekolah yang merintis penerapan
inovasi itu diganti maka keadaannya menjadi berubah, dan sekarang sudah tidak
populer lagi, bahkan hanya bebrapa orang saja yang masih ingat bahwa SMA Troy
sebagai sekolah yang pertama kali menggunakan sistem modul dengan pengelolaan
jadwal menggunakan komputer.
3. Penutup
3.1
Simpulan
Inovasi tidak hanya terjadi dalam masyarakat terbuka dan masyarakat luas,
tetapi juga terjadi dalam sebuiah organisasi. Proses inovasi dalam sebuah
organisasi memiliki beberapa tantangan positif dan negatif, dimana diantaranya
adalah kepekaan anggota-anggota organisasi terhadap inovasi tersebut serta
besar kecilnya ukuran sebuah organisasi juga turut menentukan sulit atau
tidaknya inovasi diterima dalam sebuah organisasi tersebut.
Dalam mengambil keputusan inovasi dalam organisasi tedapat beberapa tipe,
yaitu otoritas dan kolektif, dimana tipe otoritas memungkinkan pemimpin untuk
mengambil keputusan, sedangkan tipe kolektif lebih mengutamakan musyawarah
mufakat untuk menentukan keputusan.
Daftar Rujukan
Ibrahim. (1988). Inovasi
pendidikan. Jakarta: Depdikbud Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek
Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan.
Lalangiran. 2012.
Implementasi teknologi kinerja dalam organisasi. .http://lalangiran.wordpress.com/2012/02/25/implementasi-teknologi-kinerja-dalam-organisasi-part-3/ Diakses tanggal 02 Oktober 2012, pukul 10.53
Putra, Robby Maulana. 2011. Inovasi
dalam organisasi. http://robymaulana.blogspot.com/2011/02/inovasi-dalam-organisasi.html diakses tanggal 29 Maret 2014, pukul 09.32.
Rogers, E. M. (1983). Diffusion
of innovation. New York: The Free Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar